Akibat kesalahan satu malam bersama sang atasan, menyebabkan Vania hamil. Namun di saat Vania akan memberitahukan kenyataan tersebut, dia malah mendapati bahwa pria itu akan segera menikah dengan wanita lain. Hingga akhirnya Vania memutuskan untuk pergi ke sebuah kota yang jauh dan melahirkan seorang putra di sana. Hingga 5 tahun kemudian, karena suatu alasan Vania memutuskan kembali bersama putranya. "Pak, kemarin saya melihat mantan sekretaris anda di sebuah mall bersama seorang bocah laki-laki berusia 5 tahun." "Cari dan temukan mereka sekarang juga!"
Di dalam sebuah ruangan di sebuah perusahaan, seorang pria dan wanita tampak sedang berbincang dengan raut wajah yang terlihat serius.
"Vania, soal kejadian malam itu saya sungguh minta maaf! Semalam saya benar-benar mabuk, hingga secara tidak sadar saya melakukan hal yang tidak seharusnya saya lakukan," ucap pria itu.
Pria itu tidak lain adalah Davino Sebastian, seorang Ceo pemilik perusahaan Retail terbesar di negaranya. Davino sedang berbicara dengan sekretarisnya, Vania Amayra Alexandra. Wanita itu sudah bekerja selama 5 tahun di perusahaan Davino, dan wanita itu pula yang secara tidak sengaja ia renggut kesuciannya beberap hari yang lalu ketika Davino mabuk di acara malam perayaan ulang tahun perusahaannya.
Malam itu Davino menggelar acara pesta ulang tahun perusahannya di sebuah hotel berbintang. Namun karena terlalu banyak minum, membuatnya mabuk sehingga tanpa dia menyadari apa yang terjadi dirinya malah berakhir di sebuah kamar hotel bersama Vania, sekretarisnya.
"Iya Pak, saya mengerti. Kejadian itu juga sepenuhnya bukan salah Bapak. Saya juga salah, karena saat itu saya juga mabuk saat itu," sahut Vania.
Davino mengangguk.
"Jadi mari kita lupakan saja! Anggap saja hal itu tidak pernah terjadi," imbuh Vania lagi.
"Iya, terimakasih Vania, karena kamu sudah mau mengerti," ucap Davino.
"Iya Pak, kalau begitu saya permisi dulu! Masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan," ucap Vania.
Setelah usai berbicara, Vania kemudian keluar dari ruangan Davino.
Vania kembali ke tempatnya bekerja. Dia duduk dan melanjutkan pekerjaannya.
Namun tiba-tiba saja pergerakannya terhenti. Dia memegang perutnya.
"Semoga saja tidak terjadi apa-apa," ucapnya bergumam.
Jujur saja, sebenarnya Vania merasa sedikit takut setelah apa yang terjadi antara dia dan atasannya.
Bagaimanapun Vania adalah seorang wanita, jadi pantas saja dia merasa khawatir jika sesuatu terjadi pada dirinya. Apalagi jika dia sampai mengandung bayi dari atasannya itu.
Vania kemudian menggeleng.
"Tidak! Tidak mungkin aku akan hamil, aku hanya tidur dengannya sekali. Jadi tidak mungkin itu membuatku langsung hamil," imbuhnya lagi. Vania mencoba meyakinkan dirinya bahwa tidak akan terjadi apa-apa pada dirinya.
Satu bulan kemudian ...
Setiap pagi, perut Vania terasa begitu bergejolak. Beberapa hari terakhir ini Vania sering merasa mual tanpa alasan terutama di pagi hari. Vania mengira bahwa itu mungkin karena asam lambungnya yang naik. Namun setelah dia minum obat, mual yang dia rasakan tak juga menghilang.
Hal itu semakin membuat Vania merasa cemas dan gelisah. Terlebih lagi, dia menyadari ternyata dirinya juga sudah terlambat menstruasi selama 2 minggu.
Hoek! Hoek!
Vania segera berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan segala isi perutnya yang sebenarnya isinya hanya angin saja.
"Kenapa aku terus mual begini?" gumam Vania setelah dia keluar dari kamar mandi.
"Apa mungkin aku benar-benar hamil?" gumamnya lagi.
"Tidak, ini pasti hanya karena masuk angin saja dan sepertinya asam lambungku naik, karena belakangan ini aku serint telat makan,"
"Tapi aku sudah terlambat 2 minggu," gumamnya lagi bermonolog. Dia ingat benar bahwa terakhir kali dia menstruasi adalah sekitar 1 minggu sebelum insiden bersama atasannya. Dan ini adalah pertama kalinya dia terlambat menstruasi hingga 2 minggu lamanya.
"Aishhh! Sebaiknya aku melakukan tes kehamilan saja nanti," gumam Vania. Dia kemudian meminum obat pereda mual, dan setelah itu dia langsung bersiap untuk bekerja.
Vania merupakan seorang karyawan teladan, meski dia sedang tidak enak badan tetapi dia masih saja memaksakan dirinya untuk pergi bekerja.
Di perusahaan..
"Van, kamu sakit? Wajahmu pucat sekali?" tanya seorang wanita bernama Rani, dia adalah rekan kerja yang cukup dekat dengan Vania.
"Ah, benarkah?" tanya Vania yang tidak menyadari wajahnya yang terlihat pucat pasi seperti orang yang kekurangan darah.
"Iya Van, dan aku perhatikan kamu juga terlihat sedikit kurusan sekarang. Apa kamu tidak makan dengan baik?" tanya Rani.
Vania tersenyum.
"Iya aku sedang sedikit tidak enak badan. Dan beberapa hari terakhir ini aku memang sedang tidak berselera untuk makan, mungkin karena itu aku terlihat sedikit kurusan. Dan itu juga yang menyebabkan maag ku kambuh," sahut Vania.
"Van, sebaiknya kamu lebih memperhatikan kesehatanmu. Jangan hanya sibuk bekerja, kesehatan itu jauh lebih berharga," ucap Rani.
"Iya Ran, terimakasih atas perhatianmu," sahut Vania.
"Lantas apa kau sudah ke dokter?" tanya Rani lagi.
"Belum Ran, nanti sepulang kerja aku akan ke dokter," sahut Vania.
"Ya sudah kalau begitu," ucap Rani.
"Iya Ran," sahut Vania. Tiba-tiba ponselnya berdenting.
'Van, tolong bawa laporannya ke ruangan saya sekarang!'
Vania membaca sebuah pesan dari Davino, atasannya.
"Ran, maaf ya aku duluan! Aku harus menyerahkan laporan ke ruangan kepada Pak Davino," ucap Vania. Rani mengangguk.
Vania kemudian bergegas menuju ke ruangan Davino membawa sebuah laporan.
"Pak, ini laporannya! Silahkan periksa dulu! Mungkin ada yang perlu saya perbaiki?" ucap Vania. Pria itu mengangguk.
"Baiklah, saya periksa dulu," sahut pria itu. Davino kemudian memeriksa laporan tersebut dengan teliti. Sementara Vania menunggunya sambil duduk.
Dia menatap
"Vania ini sudah bagus. Jadi tidak ada yang perlu kamu perbaiki lagi," ucap Davino.
"Baik Pak, terimakasih. Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Vania. Davino mengangguk. Vania kemudian bangkit dari duduknya, namun di saat yang bersamaan pula kepalanya terasa pusing hingga Vania terhuyung.
Glodak!
Vania nyaris terjatuh, namun beruntung dia sempat berpegangan di meja kerja Davino.
Hal tersebut sontak membuat Davino merasa keget.
"Shhh!" Vania hanya meringis sambil ia memegangi kepalanya.
"Vania, kamu kenapa?" Davino bergegas menghampiri Vania dan memeganginya. Sejenak Vania merasa sedikit nyaman saat dia menghirup aroma khas dari tubuh pria itu. Entah kenapa Vania merasa sangat nyaman saat dia menghirup aroma tubuh Davino yang terasa menenangkan.
"Vania, kamu baik-baik saja?" tanya Davino lagi. Vania mengangguk.
"Iya Pak, saya baik-baik saja," sahut Vania sembari ia membenarkan posisinya berdiri. Davino kemudian melepaskannya.
"Vania apa kamu sakit? Wajah kamu pucat sekali," tanua Davino lagi.
"Tidak Pak saya baik-baik saja, saya hanya merasa sedikit pusing saja," sahut Vania.
"Kamu yakin?" tanya Davino.
"Iya Pak," sahut Vania.
"Ya sudah kalau begitu sebaiknya kamu pulang saja sekarang. Lagipula sudah tidak ada pekerjaan yang terlalu mendesak," ucap Davino.
"Iya Pak, terimakasih!" sahut Vania.
"Besok kalau kamu masih tidak enak badan sebaiknya kamu ambil libur saja! Jangan memaksakan diri kamu," imbuh Davino lagi.
"Iya Pak, saya permisi!" ucap Vania.
"Iya, silahkan!" sahut Davino.
Setelah keluar dari ruangan Davino, Vania pun bersiap untuk pulang lebih awal karena Davino sudah mengizinkannya.
Dalam perjalanannya, Vania mampir ke apotek untuk membeli beberapa obat dan juga alat tes kehamilan.
"Semoga saja semua tidak seperti yang aku bayangkan," ucap Vania membathin sembari menatap sebuah alat test kehamilan.
Tak hanya satu, Vania membeli 5 sekaligus demi mendapatkan hasil yang akurat.
Setiba ia di rumah, Vania langsung menuju ke kamar mandi. Hal pertama yang dia lakukan adalah memastikan apakah dirinya hamil atau tidak.
Beberapa saat kemudian dia keluar untuk menunggu hasil dari alat tersebut.
Vania mondar-mandir di dalam kamarnya dengan perasaan harap-harap cemas. Jantungnya berdebar-debar menantikan hasil tes tersebut. Vania sangat takut jika sampai alat tersebut menunjukkan garis dua.
Setelah menunggu sekitar 10 menit, Vania masuk kembali ke dalam kamar mandi untuk melihat hasil tes tersebut.
Satu persatu Vania mengambil dan menggenggamnya.
Vania memejamkan ke dua matanya lalu ia menarik nafasnya sedalam mungkin, sebelum kemudian dia melihat hasilnya.
Betapa terkejutnya. Karena begitu ia membuka genggaman tangannya, kelima test pack tersebut menunjukkan garis dua biru.
"Garis dua?" Vania tercengang. Matanya seolah tak berkedip menatap alat tes kehamilan yang ada di tangannya.
"Aku benar-benar hamil?" ucap Vania dengan nada suara yang bergetar.
Seketika itu kaki Vania mendadak lemas hingga tidak mampu menopang tubuh Vania. Tubuh Vania luruh di lantai kamar mandi bersama kelima alat tes kehamilan tersebut.
"Bagaimana ini?" gumam Vania.