Kisah romansa seorang Roshita Shaqila dengan bos super galaknya Agam Natajaya.
Sttt! Bosku Galak
[18+]
Bab 1. Dasar Galak.
.
Rositha Shaqila, seorang fotografer lepas, di umurnya yang sudah 24 tahun ia masih betah sendiri. Belum ada niatan untuk mencari pasangan. Ia terlalu sibuk dengan hobinya mengambil gambar. Siapa sangka kegiatan yang sangat disukainya itu mendatangkan pundi-pundi uang untuknya.
Dimulai dari ia yang memposting hasil jepretannya di sosial media, sampai akhirnya membuat beberapa orang tertarik dan membutuhkan jasanya. Bahkan, ada satu perusahaan besar dan terkenal yang mengajaknya bekerja sama, tapi ia menolak karena tidak suka terikat kontrak.
Sampai akhirnya, masalah datang pada kehidupannya. Ayahnya, orang yang selama ini menjadi panutannya, satu-satunya keluarga yang ia punya, menderita penyakit gagal ginjal. Beliau harus cuci darah, dalam seminggu bisa dua sampai tiga kali, dan tentu saja biayanya sangat mahal. Hal tersebut diperlukan karena sampai saat ini ayahnya belum mendapatkan donor yang cocok untuk melakukan transplantasi ginjal.
Sebenarnya ia sangat ingin mendonorkan salah satu ginjalnya, tapi setelah dilakukan prosedur pemeriksaan ia tidak bisa karena menderita asma. Begitu kata Dokter.
Ochi, begitu ayahnya sering memanggil, punya tabungan. Tapi, dengan jumlah tagihan rumah sakit yang seiring waktu terus membengkak, sebentar lagi pasti tabungannya terkuras habis. Dalam keadaan seperti ini, ia sangat membutuhkan seseorang untuk diajak berbagi, tapi satu-satunya orang tersebut hanyalah sang ayah yang sedang memderuta sakit dan ia tak mau menambah beban pikiran ayahnya.
Ibunya? Ochi kehilangan sosok malaikat yang melahirkannya ke dunia itu saat umurnya baru empat tahun. Kata sang ayah, sang ibu meninggal karena mengalami pendarahan yang serius. Beliau pergi membawa serta calon adiknya.
Sungguh menyedihkan, tapi Ochi tidak ingin dikasihani. Menjalani hidup puluhan tahun bersama figur seorang ayah yang tangguh membuatnya tumbuh menjadi gadis yang tangguh juga.
Oleh karena itu, dalam keadaan seperti ini, ia harus tetap kuat dan segera mencari pekerjaan yang bisa memberinya gaji tetap setiap bulan, dan satu-satunya pilihan adalah menghubungi perusahaan yang dulu mengajaknya bekerja sama.
***
Ochi sudah berada di salah satu ruangan. Ya, sekarang ia berada di perusahaan terkenal itu, setelah menanyakan tentang Ferdi, seseorang yang menghubunginya untuk mengajak kerja sama beberapa minggu yang lalu, ia diarahkan ke tempat ini.
Ohh tentu saja Ochi menunjukkan kartu nama yang diberikan oleh Ferdi sendiri kepada resepsionis. Ini perusahaan besar, peraturannya tentu ketat. Tanpa kartu itu, ia mungkin sudah diusir karena tidak membuat janji temu sebelumnya.
Setelah beberapa lama menunggu dan sibuk dengan pikirannya sendiri, akhirnya ia mendengar suara pintu terbuka dan yang membukanya tentu saja Ferdi.
"Oh, Halo, Rositha. Maaf membuatmu menunggu lama," sapa Ferdi sambil berjalan menuju kursi satunya.
Sekarang mereka duduk berhadapan hanya terhalang meja.
"Tidak apa-apa, Ferdi. Terima kasih sudah mau menemuiku dan panggil aku Ochi saja, oke?" kata Ochi sambil menatap Ferdi dengan senyuman.
"Oke," jawab Ferdi, "ngomong-ngomong apa yang membuatmu ingin menemuiku?" lanjutnya bertanya sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja.
"Mmm, apa tawaranmu waktu itu serius? Apa perusahaan ini masih membutuhkan seorang fotografer tambahan?" tanya Ochi.
Ferdi mengangkat alis, "masih," jawabnya.
'Syukurlah,' batin Ochi. "Apa aku bisa mengambilnya? maksudku ... apakah tawaran kerja sama itu masih berlaku?" Ochi bertanya cepat dengan intonasi yang terdengar sangat semangat sampai membuat Ferdi terkekeh.
"Easy, Ochi. Belum ada yang kami tawari setelah penolakanmu, pekerjaan itu jadi milikmu sekarang," kata Ferdi. "Ngomong-ngomong Kau terlihat sangat bersemangat, berbeda sekali dengan beberapa minggu yang lalu. Apa yang membuatmu berubah pikiran?" lanjutnya menatap Ochi dengan senyum tipis.
"Tidak ada. Setelah dipikir baik-baik, bekerja dengan perusahaan ini akan mendapat banyak keuntungan," jawab Ochi santai. Ia tidak akan semudah itu untuk memberi tahu masalahnya pada orang lain, terutama Ferdi, orang yeng belum terlalu kenal dengannya. Lagipula ia juga tidak ingin dikasihani.
"Haha, jawabanmu masuk akal, baiklah setelah ini aku akan mendiskusikan kontrak kerja sama dulu dengan Bosku, sekarang Bosmu juga. Datang lagi besok pagi, oke." Ferdi berkata sambil mengangguk.
"Baiklah," jawab Ochi.
"Kau beruntung karena berbakat, Ochi. Perusahaan Kami biasanya tidak menerima seseorang yang sudah menolak kerja sama di awal, tapi ... yah, kau punya bakat yang benar-benar kami butuhkan," kata Ferdi pelan masih dengan senyumannya.
Ochi tersenyum malu, "terima kasih banyak, Ferdi," katanya.
"Tidak usah sungkan," jawab Ferdi.
***
"Bos, gadis itu datang padaku dan bersedia bekerja sama dengan kita, jadi tidak ada alasan lagi untuk menekuk wajahmu seperti itu," kata Ferdi yang sedari tadi duduk di sofa sambil memerhatikan Bosnya. Ia dan Bosnya sudah berteman lama, jadi ketika mereka hanya sedang berdua, bahasanya santai saja. Ngomong-ngomong Ferdi di perusahaan ini adalah sebagai tangan kanan Bosnya.
"Diam, Fer, atau aku akan menendang bokongmu keluar dari ruanganku," jawab seseorang yang dipanggil bos itu. Ia Agam Natajaya, pemilik perusahaan besar yang bergerak di bidang furnitur dan permodelan.
"Galak sekali," kata Ferdi.
"Atur pertemuanku dengan gadis itu, aku sendiri yang akan membicarakan kontrak dengannya, ia harus tahu tentang pemilik perusahaan yang pernah ia tolak." Agam tersenyum miring.
Melihat senyuman itu Ferdi cepat tanggap dengan apa yang terjadi. "Apa yang akan Kau lakukan?" tanya Ferdi. "Jangan macam-macam padanya, Bos," lanjutnya mengingatkan.
"Lihat siapa yang terdengar seperti Ayahku." Agam berkata santai.
"Aku serius. apa yang akan Kau lakukan?" tanya Ferdi sekali lagi.
"Hanya sedikit memberi pelajaran," jawab Agam masih dengan tampang santainya.
"Jangan berlebihan, Bos. Kalau dia kabur, aku tidak mau membujuknya lagi." Ferdi mengingatkan.
"Dipertimbangkan," jawab Agam.
***
Lagi-lagi Ochi berada di ruangan kemarin tempatnya menemui Ferdi. Ia sangat gugup sekarang, bagaimana kalau kontrak kerja samanya tak sesuai dengan yang ia inginkan. Hal tersebut mengganggu pikirannya dari kemarin, tapi ia tahu sudah tak ada jalan untuk mundur lagi.
'Apapun yang terjadi aku harus bertahan. Semangat! Demi ayah,' batin Ochi mencoba menyemangati dirinya sendiri.
Tapi, itu kata batinnya satu jam yang lalu. Demi kerang ajaib, Ochi sudah menunggu selama itu dan ya, cukup menyebalkan. Tidak, sangat menyebalkan. Ia mencoba berpikir positif, mungkin Ferdi ada kesibukan yang lain.
'Ferdi adalah orang yang cukup penting di perusahaan ini, dia pasti sibuk sekali. Tunggu sebentar lagi, Ochi,' batinnya.
'Tapi sampai kapan?' batin Ochi gemas, kali ini dengan wajah yang ditekuk.
Ia masih terus menyemangati dirinya sendiri sampai akhirnya pintu terbuka dan sepasang sepatu pantofel terlihat.
Mendongak, Ochi mengerutkan dahi saat sadar kalau yang di depannya saat ini bukan Ferdi tapi seorang pria dewasa dengan setelan jas lengkap, tubuh tegap dan aura dominan yang menguar begitu saja dari sosoknya
Sosok tersebut adalah Agam.
Agam mulai melangkah ke tempat Ochi duduk dan berdiri di hadapannya. Bahkan ia tak mau repot-repot untuk duduk.
"Rositha Shaqila," kata Agam memulai percakapan, "saya Agam Natajaya, pemilik perusahaan ini dan tentu saja bos Kamu," lanjutnya memperkenalkan diri.
"O-oh, oke. Panggil Ochi saja, pak," katanya gugup.
Entah dari mana datangnya kegugupan yang menyerang itu, Ochi juga bingung sendiri. Aura yang Agam keluarkan membuatnya sedikit canggung, pembawaannya juga kaku tidak se-humble Ferdi.
"Saya tidak suka di atur," jawab Agam tegas sambil menatap tajam tepat di mata Ochi.
'Galak sekali. Bagaimana ini?' Ochi membatin gelisah.
Tersenyum puas, Agam melanjutkan perkataannya. "Sebelum Kamu melihat dan menandatangani kontrak kerja sama kita, saya ingin tahu apa yang membuat Kamu tiba-tiba menerima tawaran kerja sama dari kami, padahal kata tangan kanan saya kamu sempat menolak tawaran kami mentah-mentah?" tanya Agam dengan alis terangkat dan senyum tipis.
'Aku harus jawab apa?' batin Ochi bertanya pada dirinya sendiri. Ini tidak semudah ketika menjawab pertanyaan Ferdi. Mereka memiliki aura yang berbeda.
Melihat gadis di depannya tak berkutik membuat Agam puas. 'Itu balasan karena Kau pernah menolak tawaran kami, Nona,' batinnya.
"Kalau Kamu tidak bisa menjawab mungkin Kamu harus pulang dulu dan datang lagi besok setelah Kamu merangkai jawaban yang pas," kata Agam dengan ekspresi datar kemudian berbalik.
Mendengar hal tersebut membuat Ochi panik. "Tunggu!" serunya, membuat Agam berbalik menghadapnya lagi.
Ia segera berdiri dari kursi dan melangkah cepat ke arah Agam. Namun naas, karena tidak hati-hati kakinya tersandung kursi dan ... ia jatuh ke arah Agam. Tubuh Ochi menimpa tubuh yang lebih besar di bawahnya. Sungguh klise sekali.
Mereka berdua sama-sama kaget dan melongo, bibir mereka bertemu. Hening beberapa saat sampai Ochi sadar dan bergerak rusuh di atas tubuh Agam, ia mencoba bangun, namun sekali lagi karena panik dan tremor ia selalu gagal.
Ochi tidak sadar kalau gerakan rusuhnya saat ini terlalu menggoda untuk ditanggung pihak lain.
"Tunggu jangan terlalu banyak bergerak, Nona," Agam melotot ngeri, "please!" lanjutnya dengan suara serak, tapi Ochi tidak mendengar saking paniknya.
'Shit! Double shit!' batin Agam menggeram.
.
Next?
Buku lain oleh via.a
Selebihnya