icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Istriku Kembali Cantik

Bab 4 Pria Menyebalkan

Jumlah Kata:2487    |    Dirilis Pada: 04/05/2023

Keempat wanita yang ketahuan bergosip saat di rumah tunggu perusahaan Alvaro pun harus menelan pil pahit karena harus keluar dari ruangan Alvaro dengan raut wajah yang sangat kecewa.

Mereka bahkan belum melakukan interview untuk bisa maju ke tahap seleksi selanjutnya, tapi Alvaro si CEO sudah lebih dulu mengusir mereka secara tidak hormat keluar dari ruangan kerjanya.

"Hey, kamu!," tunjuk Alvaro pada Alisha yang masih duduk tanpa ikut keluar bersama keempat wanita lainnya.

"Ngapain kamu masih duduk di situ? Cepat keluar dari ruangan saya!," usir Alvaro dengan suara dingin dan ketus

Alisha menatap heran pada Alvaro, ia mengerutkan dahinya, "Saya, Pak? Kenapa saya juga harus ikut keluar bersama mereka? Saya kan sudah jelas nggak ikut bergosip, jadi saya masih wajib sama pantas mendapatkan kesempatan untuk mengikuti interview," terang Alisha.

Alan dan Marissa yang mendengar kan itu langsung menoleh ke arah Alvaro kemudian beralih menatap Alisha.

Alvaro berdecak kesal, "Ck, memangnya kamu ini tidak membaca persyaratan yang sudah tertera di luar ruangan saya?," Tanya Alvaro remeh.

"Tentu saja saya membacanya, Pak. Maka dari itu saya sekarang berada di sini untuk melamar pekerjaan dan mengikuti segara testnya," jawab Alisha tegasbdan percaya diri.

Alvaro melebarkan matanya, ini kali pertama ada yang berani terus menjawab omongannya. "Alan!," Teriak Alvaro kencang membuat mereka yang ada di ruangan itu tersentak kaget.

Alam mendekat ke arah Alvaro, "Iya, Tuan?," sahut Alan.

"Kamu tunggu apa lagi? Kamu pikir dia ini mau menjadi sekretaris saya? Bahkan dia tidak akan kuat untuk berjalan melalui tangga darurat! Syarat utama untuk menjadi sekretaris saya itu adalah...—"

"Cekatan dan pekerja keras kan, Pak? Saya pun mempunyai dua kualitas itu," potong Alisha dengan percaya diri. Alan dan Marissa pun semakin ternganga di buatnya.

Alvaro melotot tajam, "Dan saya paling tidak suka ada yang berani memotong pembicaraan saya," teriak Alvaro tak santai.

Alisha sedikit menunduk, ia tersentak dan sedikit takut melihat wajah sangat dari pria itu.

"Alan! Cepat usir perempuan gendut ini dari hadapan saya!," Titah Alvaro sekali lagi.

Alam mengangguk lemah, "Baik, Tuan!," jawabnya melangkah mendekati Alisha.

Namun, belum juga Alan tiba di tempat duduk Alisha, wanita itu dengan cepat bangkit dan langsung bersimpuh di kaki Alvaro.

"Saya minta maaf, Tuan. Tapi saya sangat butuh dengan pekerjaan ini. Saya mohon, meskipun penampilan saya sangat tidak meranik, tapi saya janji akan siap melakukan apa pun untuk perusahaan ini," lirih Alisha mengiba dengan wajah sendu sama tatapan penuh harap.

Alvaro semakin di buat tidak senang dengan sikap Alisha. "Marissa! Jauhkan wanita ini dari kali saya. Saya tidak suka melihat wajahnya!," Titah Alvaro do buat frustasi.

Marissa berusaha menahan tawanya, "Baik, Tuan,". Marissa meraih tangan Alisha dengan perlahan, ia tidak ingin menyakiti wanita itu.

"Mbak, Pak Alvaro tidak mau menerima anda di sini. Jadi silahkan anda keluar dari ruangan ini," ucap Marissa lembut sambil menarik tangan Alisha untuk segera menjauh dari Alvaro yang kini sudah menatap sinis ke arahnya.

"Tapi Bu, izinkan saya untuk bekerja di sini. Setidaknya sampai saya bisa menunjukkan kemampuan saya. Setelah itu terserah Ibu mau menerima saya atau tidak," ucap Alisha memelas tak pantang menyerah.

Marissa menggelengkan kepalanya, "Maaf, Mbak. Tapi keputusan dari Tuan Alvaro itu sudah mutlak, dan tidak bisa untuk diganggu gugat," jelas Marissa.

"Duh, cepat bawa si gendut itu keluar dari sini!," teriak Alvaro semakin muak.

Alisha yang mendengar ucapan Alvaro yang terus mengatakannya gendut, langsung mendekati pria itu yang membuatnya tersentak kaget karena Alisha sudah berdiri di depannya dengan sorotan mata yang begitu tajam.

Bugh!

Alisha langsung mendaratkan tendangan di bagian sensitif Alan menggunakan lututnya.

"Alannnn, aset berharga kuu," lirih Alvaro geram merasakan sakit yang luar biasa.

Alisha tersenyum puas, "setidaknya Jika saya tidak diterima di perusahaan ini, saya sudah puas karena sudah memberikan pelajaran untuk anda," ucap senang dan langsung keluar dari ruangan Alvaro.

"Arghhh, dasar wanita gila. Awas saja kalau sampai bertemu lagi denganku, akan ku pastikan aku membunuh mu!," Terdiam Alvaro mengancam.

Marissa dan Alan hanya bisa terdiam sambil menahan tawa. Ini kali pertama ada yang berani dengan bos mereka.

Alisha terus saja mengumpat dalam hati sepanjang ia berjalan keluar dari area perusahaan itu.

Dia memang sangat membutuhkan pekerjaan, tapi jika sampai harga dirinya diinjak-injak seperti tadi tentu dia tidak akan bisa menerimanya begitu saja.

Alisha berjalan gontai Setelah dia benar-benar keluar dari gerbang perusahaan itu. Lalu bagaimana dengan nasibnya sekarang? Seharusnya tadi dia bisa menahan emosi dan tidak langsung murka seperti tadi. Harusnya dia bisa lebih mengiba lagi agar bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan itu.

Alisha mengusap wajahnya kasar, ia menyesal telah melakukan hal bodoh itu. Ia di buat frustasi dengan emosinya sendiri. Alisha tiba-tiba mendengar suara teriakan dari arah belakangnya.

"Tolonggg, jambrettt!," teriak seorang wanita.

Alisha langsung membalikkan tubuhnya dan langsung menangkap seorang pengendara motor yang memegang sebuah tas yang ia duga hasil rampasannya barusan.

Tanpa pikir panjang, Alisha langsung mengayunkan tas selempangnya ke depan dengan kencang dan langsung memukulkannya pada pria itu.

Brak!

Seketika pria itu langsung hilang keseimbangan sama motornya langsung menabrak pagar pembatas jalan.

Alisha dengan cepat memukul jambret itu dengan tasnya.

"Dasar pria menyebalkan! Kamu pikir mencari uang itu mudah hah? Seenaknya saja kamu mau merampas hal orang lain," teriak Alisha penuh amarah.

Kebetulan sekali ia yang masih kesal dengan Alvaro ikut melampiaskan amarahnya pada jambret itu dengan membabi buta.

Saat jambret itu sudah tak berdaya, Alisha pun langsung merampas tas itu lalu segera menghampiri seorang wanita paruh baya yang tadi berteriak meminta tolong.

"Terima kasih ya, Nak. Kamu memang sangat hebat bahkan bisa mengalahkan jambret itu," ungkap wanita itu.

Alisha tersenyum lebar, "sama-sama, Bu. Kebetulan tadi saya memang sedang kesal juga sama bos di perusahaan itu," tunjuk Alisha pada sebuah bangunan menjulang tinggi yang tadi sempat ia datangi.

"Memangnya kenapa, Nak?," Tanya wanita itu penasaran.

"Yah, mentang-mentang saya gendut, dia tidak mau menerima saya bekerja di sana, Bu. Padahal saya sudahemrnuhi semua persyaratan yang dia inginkan, bosnya itu sungguh menyebalkan," jawah Alisha menggebu.

"Kamu baru saja melamar pekerjaan di perusahaan itu?," Tanya wanita tersebut sambil menunjuk kantor yang tadi di datangi Alisha.

Alisha mengangguk, "Iya Bu, dan Ibu tahu bosnya itu sangat menyebalkan. Tapi, sudah lah, saya permisi ya Bu mau pulang dulu," pamit Alisha dan langsung melangkah pergi

"Hei, Nak. Tunggu dulu," wanita itu langsung merogoh tasnya sembari mengeluarkan uang lembaran merah sepuluh lembar, lalu memberikannya pada Alisha, namun ia langsung menolaknya.

"Jangan, Bu. Saya nggak berhak atas itu. Saya tadi hanya tidak sengaja menolong ibu. Jadi, kejadian tadi bukan apa-apa. Saya ikhlas menolong," ungkap Alisha tersenyum ramah.

"Nggak apa, Nak. Ini saya ikhlas memberikannya, kalau saja kamu tidak menolong saya, pasti saya alami kehilangan banyak barang berharga. Jadi, mohon di terima ya," mohon Ibu itu kembali menyodorkan sejumlah uang pada Alisha.

Alisha menggelengkan kepalanya sembari tersenyum, "Nggak Bu, maaf ya nggak bisa menerimanya. Terima kasih sebelumnya, tapi saya memang tidak ingin, Bu," tolak Alisha halus.

Wanita itu pun akhirnya menyerah, ia bisa melihat ketulusan di mata Alisha, "Ya sudah, kalau begitu terima kasih banyak atas bantuan kamu ya, Nak,"

"Sama-sama, Bu. Saya permisi dulu. Lain kali Ibu lebih hati-hati ya," Alisha pun langsung berpamitan meninggalkan wanita itu yang masih berdiri menatapnya.

"Bu Weni mengenal wanita itu?," Tanya asisten Alvaro yang tiba-tiba menghampiri wanita yang sudah melahirkan bosnya itu.

"Dia baru saja menolongku dari jambret. Lihatlah, kalau bukan karena kebaikannya, mungkin tak ku ini sudah menjadi milik penjahat itu. Oh iya, tadi dia bilang habis melamar pekerjaan di kantor Alvaro, dan dia tidak di terima, benar begitu?," Tanya Bu Weni.

Alan tiba-tiba membisikkan sesuatu di telinga Bu Weni dan setelah itu Bu Weni malah terbahak hingga membuat perutnya sakit.

"Apa benar sampai begitu? Astaga, aku bahkan baru tahu ada seseorang yang bisa bertindak begitu pada Alan. Sungguh luar biasa wanita itu," Bu Weni menggelengkan kepalanya.

"Alannnn!,"

"Iya Nyonya?," Sahut Alam.

"Segera cari tahu alamat tempat tinggal wanita itu, dia itu wanita yang baik dan sangat jujur. Dia sangat cocok menjadi sekretaris Alvaro, dan aku lihat dia memang wanita yang sangat pekerja keras dan tidak mudah menyerah. Aku yakin dia bisa menandingi gila kerjanya putra ku," ucap Bu Weni yakin.

"Tapi, Nyonya. Tuan Alvaro pasti akan sangat marah. Dia bahkan sempat berkata akan membunuh wanita itu jika mereka kembali bertemu saking kesalnya. Tuan Alvaro tidak menyukai wanita itu karena menurutnya tidak sesuai dengan kriteria, dan Tuan Alvaro akan membunuhku jika aku membawa wanita itu kembali ke hadapannya," ucap Alan.

Alan tidak mungkin membawa wanita itu kembali ke hadapan Alvaro, bisa tamat riwayat hidupnya jika itu terjadi.

"Bukan kamu yang akan membawanya, tapi aku lah yang langsung membawanya ke depan Alvaro. Jadi, cari tahu saja alamatnya dan bawa dia besok ke rumah ku," perintah Weni.

Alan mengangguk, "Baiklah, Nyonya," Alan pasrah, ia tidak lagi punya pilihan lain selain menuruti perintah Bu Weni.

***

Beberapa hari ini Rehan menjadi kelimpungan sendiri akibat kepergian Alisha yang tiba-tiba. Revina yang terus menangis, rumah yang sudah seperti kapal pecah membuat Rehan tidak lagi bisa beristirahat dengan nyaman di rumahnya sendiri.

"Mama kamu itu benar-benar menyebalkan. Lihat saja sekarang, dia pasti sedang enak-enakan di luar sana. Meninggalkan anak dan juga rumah seenak. Andai saja dia bilang dari sebulan yang lalu jika mau pergi, mungkin papa nggak akan kepusingan seperti ini. Memangnya dia kira mencari pembantu dan babysitter itu mudah?," ucap Rehan sambil menendang mainan anaknya yang begitu berserakan di lantai.

"Sudah tahu Papa paling nggak suka kalau rumah berantakan. Tapi mamamu itu seenaknya saja langsung pergi. Memangnya apa susahnya berdiam diri di rumah saja?," Rehan membaringkan tubuhnya tepat di depan Revina yang saat ini tengah makan cemilan tanpa mendengarkan seluruh ocehan dari Papanya.

Tubuh Rehan sudah sangat lelah karena seharian bekerja di kantor, ditambah lagi dengan dia harus mengurus anak dan juga membersihkan rumah.

Sejak kemarin, Rehan sudah menghubungi yayasan untuk mencarikannya seorang asisten rumah tangga dan juga babysitter, namun sampai sekarang belum juga ada yang menghubunginya kembali.

Saat dia tengah berbaring, tiba-tiba ponselnya bergetar. Rehan pun segera merogoh ponsel yang kini berada di dalam saku celananya.

"Iya, Sa?," ucap Rehan dengan sangat lesu.

"Aku nggak bisa, sekarang aku lagi sibuk. Aku lagi jagain Revina, aku tidak mungkin meninggalkan dia sendirian di rumah," ucap Rehan lagi.

"Aku nggak mungkin nitipkan Revina terus menerus ke Ibu, nanti Ibu bisa curiga," sambung Rehan sedikit kesal karena Rossa terus memaksanya.

Rehan menghela nafas yang berat, "Iya, Sa. Aku juga kangen banget sama kamu. Tapi ya, mau bagaimana lagi? Aku nggak bisa kemana-mana sekarang," lirih Rehan.

Rossa langsung menutup sambungan teleponnya karena merasa kesal. Sedangkan Rehan, kini dibuat semakin kesal karena dia tidak bisa berbuat apapun.

Baru beberapa hari kepergian Alisha, Rehan rasanya sudah ingin menarik wanita itu kembali untuk segera pulang.

Namun, Rehan tidak mungkin melakukan hal itu, dia tidak mau jika istrinya itu akan menjadi besar kepala dan merasa menang.

Lagi pula Rehan sudah bosan melihat Alisha, hanya saja dia tidak mungkin langsung menceraikannya karena ibunya sangat menyukai istrinya itu, dan juga Rehan masih membutuhkannya untuk mengurus Revina yang masih kecil.

Keesokan harinya, Rehan sudah dibuat kembali sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan putrinya yang kini terus merengek karena kelaparan.

Dia bahkan belum sempat mandi karena bangun kesiangan akibat kelelahan, dan kini Revina terus saja merengek, membuat telinganya sakit dan kepalanya serasa ingin meledak saat itu juga.

"Arghhh, Alisha, ini semua karena kamu. Aku akan mengenalmu untukmu menjadi kodok yang tidak akan lagi berguna. Dasar wanita menyebalkan,"

"Awwwww," jerit Rehan saat tangannya terkena minyak yang panas akibat menggoreng telur ceplok untuk sarapan putrinya.

"Papa...," Rengek Revina dengan wajah sendu.

"Iya sayang, sabar ya, sedikit lagi," sahut Rehan tanpa menoleh karena fokus pada penggorengannya.

Saat ia tengah membawa hasil masakan ke atas meja, tiba-tiba dia dikejutkan dengan bel rumah yang berbunyi.

"Tunggu di sini sebentar ya sayang. Papa mau buka pintu dulu," ucap Rehan kepada putrinya.

Revina hanya mengangguk dan langsung menyantap sarapannya dengan lahap karena ia benar-benar kelaparan.

Rehan pun segera berjalan menuju ke pintu utama, dia mau membuka pintu dan dibuat kaget saat melihat ibunya yang berdiri di hadapannya saat ini.

"I-Ibu," lirih Rehan dengan gugup.

"Kamu nggak mau nyuruh ibu masuk?,"

"Ehh— i-iya, Bu. Ayo masuk," sahut Rehan seketika dibuat kikuk.

Saat Ibunya masuk, matanya seketika membelalak kaget

"Apa kamu bertengkar dengan Alisha?," Tanya Bu Anis memicingkan matanya

Rehan langsung menggeleng, "nggak Bu," kilahnya.

"Lalu dimana Alisha? Kenapa rumah mu seperti rumah yang habis terkena gempa?," Tanya Bu Anis curiga. Pasalnya selama pernikahan anaknya dengan Alisha, Bu anis tidak pernah sekalipun melihat rumah putranya berantakan seperti itu. Dan Bu Anis semakin curiga saat melihat Revina yang kelihatan tidak terurus

"Sarapan apa ini? Siapa yang membuatkan Revina sarapan seperti ini?," Tanya Bu Anis tak senang.

"A-aku, Bu. Soalnya Rehan hanya bisa buat sarapan seperti ini," jawab Rehan lemas.

Bu Anis memijat pelipisnya, "Memangnya kemana Alisha? Kenapa rumahmu seperti ini dan dia juga tidak membuat sarapan untuk kalian,"

"A-Alisha kerja, Bu," jawab Rehan ngasal.

"Kerja?," Bu Anis mengerutkan dahinya. "Sejak kapan dia bekerja? Apa kamu sebagai suami tidak mampu menafkahi kebutuhan istrimu?"

"Bukan begitu, Bu. Alisha ketanya jenuh di rumah, dia bilang mau mencari suasana baru di luar makanya dia memutuskan untuk bekerja," jelas Rehan mengarang.

"Terus kamu membiarkan istri kamu bekerja? Dimana harga dirimu sebagai suami? Tempat ternyaman seorang istri itu dinrumah. Sejatinya, istri itu tidak akan keluar rumah kalau dia merasa nyaman di tempat tinggalnya sendiri. Kamu pasti sudah bikin menantu Ibu nggak Yaman kan?," Cecar Bu Anis selidik.

Rehan langsung menggelengkan kepalanya, "Bukan begitu, Bu. Alisha memang jenuh di rumah. Jadi, ya biarin aja kalau dia mau mencari suasana baru di luar sana," jawab Rehan enteng.

"Kalau sampai istrimu ke pincut pria di luar sana, baru tau rasa kamu,"

Rehan tertawa keras, "memangnya siapa yang suka dengan wanita yang mirip dengan K

Karung beras, Bu? Ada-ada saja Ibu ini,"

Bu Anis menggelengkan kepalanya, "Nah, ini nih, kamu pasti sering menghina Alisha kan, makanya dia memutuskan untuk bekerja. Ingat ya Rehan, istri yang kamu bilang mirip dengan karung besar itu, kalau sudah beraksi, biaya mati pun akan kembali hidup. Saat dia sudah merubah dirinya kembali, maka kamu alam sangat menyesal karena telah mengatakannya seperti itu," ucap Bu Anis sedikit kecewa dengan ucapan putranya.

"Ingat ya, Bapakmu yang berengsek itu, dia juga dulu berselingkuh saat Ibu belum bisa berdandan, dan saat itu juga Ibu berubah menjadi lebih cantik, Bapakmu setengah Mampun mengejar Ibu kembali, dan karena Ibu sudah terlanjur sakit hati, maka Ibu juga tidak Sudi belikan lagi dengan pria tukang selingkuh itu," tekan Bu Anis memperingatkan.

Saat tengah berbicara dengan putranya tiba-tiba saja bel pintu kembali berbunyi. "Rehan buka pintu dulu, Bu,"

Bu Anis mengangguk, dan Rehan segera keluar untuk melihat siapa yang datang. Namun, Rehan terlihat kaget saat melihat siapa yang datang.

Rossa datang dan saat itu juga wanita itu sudah bersiap ingin memeluk Rehan karena ia sangat merindukan kekasihnya itu. Namun, dengan cepat ia mengurungkan niatnya saat Bu Anis tiba-tiba saja muncul dengan tatapan sinis padanya

"Kamu siapa?," Tanya Bu Anis ketus.

"Sa-saya sekretarisnya Mas Rehan, Bu," jawab Rossa memperkenalkan diri dengan ingin menjabat tangan Bu Anis, tapi Bu Anis langsung menepis tangan Rossa dengan kasar

"Sekretaris mana yang berani memanggil atasnya dengan sebutan Mas?," Tanya Bu Anis tak habis pikir.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Mirip Pembantu2 Bab 2 Kepergian Alisha3 Bab 3 Mencari Pekerjaan4 Bab 4 Pria Menyebalkan5 Bab 5 Curiga6 Bab 6 Sekretaris Terpilih 7 Bab 7 Suami dan Selingkuhan 8 Bab 8 Ulah Alisha9 Bab 9 Dimana Alisha 10 Bab 10 Tidak Suka Kegelapan 11 Bab 11 Mode Iblis12 Bab 12 Diamnya Alisha13 Bab 13 Gaji Pertama 14 Bab 14 Acara Tahunan15 Bab 15 Kebaikan Sang Bos16 Bab 16 Hadiah17 Bab 17 Lari pagi18 Bab 18 Keributan di Gym19 Bab 19 Mendekati kakaknya20 Bab 20 Dicampakkan21 Bab 21 Alergi22 Bab 22 Menginap dirumah Alvaro23 Bab 23 Mama untuk Melodi24 Bab 24 Hasil Tespeck25 Bab 25 Pesan dari Rehan26 Bab 26 Tinggal Bersama27 Bab 27 Penampilan Baru28 Bab 28 Kehebohan di kantor29 Bab 29 Kabar Pernikahan Rehan dan Rossa30 Bab 30 Kemarahan Mertua31 Bab 31 Hasrat yang hilang 32 Bab 32 Perawatan untuk Alisha 33 Bab 33 Kejutan untuk pengantin baru34 Bab 34 Malam Pertama di Penjara35 Bab 35 Mengambil Revina36 Bab 36 Makan Malam37 Bab 37 Bujukan Mertua38 Bab 38 Tawaran Alisha39 Bab 39 Masalah silih berganti40 Bab 40 Karma41 Bab 41 Mencari Keberadaan Alisha42 Bab 42 Kehilangan Pekerjaan43 Bab 43 Keributan di depan kantor44 Bab 44 Mengobati45 Bab 45 Maafkan Aku46 Bab 46 Hak Alisha47 Bab 47 Menantu Pemalas48 Bab 48 Dibandingkan Terus49 Bab 49 Di goda50 Bab 50 Berkelahi Terus51 Bab 51 Rehan membawa Revina52 Bab 52 Tetap Tidak Ingin Bercerai53 Bab 53 Kesepakatan dari Alisha54 Bab 54 Obsesi55 Bab 55 Resmi Bercerai56 Bab 56 Tidak Biasanya57 Bab 57 Dimana Alisha sebenarnya 58 Bab 58 Menemukan Alisha59 Bab 59 Minta Maaf dan Berlutut 60 Bab 60 Kesempatan Kedua61 Bab 61 Dijemput Dadakan62 Bab 62 Minta Tolong63 Bab 63 Alvaro Bertindak64 Bab 64 Pelukan Hangat65 Bab 65 Hanya Mimpi66 Bab 66 Perasaan Apa ini 67 Bab 67 Memperjelas Semuanya68 Bab 68 Menginap di rumah Alisa69 Bab 69 Permen untuk Revina70 Bab 70 Menjadi Mata Mata71 Bab 71 Semua Karena Alvaro72 Bab 72 Kesepakatan73 Bab 73 Kalah74 Bab 74 Menikah Denganku!75 Bab 75 Keromantisan Alvaro dan Calon Istri76 Bab 76 Kebodohan Alvaro77 Bab 77 Mencintai Sekretarisku78 Bab 78 Membatalkan Perjodohan79 Bab 79 Kemarahan Bu Weni80 Bab 80 Perkara Ponsel Mahal81 Bab 81 Maaf, Aku Mencintai Wanita Lain!82 Bab 82 Pasangan Mesum Harus Menikah83 Bab 83 Terpaksa Menikah84 Bab 84 Menikahlah dengan Humaira!85 Bab 85 Beri Aku Waktu86 Bab 86 Janda Semakin di Depan87 Bab 87 Ngambek88 Bab 88 Tidak Fokus Berkendara89 Bab 89 Hanya Pernikahan Terpaksa90 Bab 90 Wanita Dalam Ruangan Alvaro91 Bab 91 Masalah Rumah Tangga Baru92 Bab 92 Berikan Aku Ciuman93 Bab 93 Suntikan Tenaga94 Bab 94 Kapan Hak ku Diberikan 95 Bab 95 Alisha Bukan Baby Sitter96 Bab 96 Sikap Alisha Berbeda97 Bab 97 Pesta Pernikahan Untuk Alvaro dan Humaira98 Bab 98 Istriku Adalah Alisha99 Bab 99 Aku Milikmu Seutuhnya100 Bab 100 Siapa yang lebih memuaskan