/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
“Min, kapan anakmu lahir?” tanya Suratman saudara kembar
Suratmin dengan nada mengejek.
“Alhamdulilah, Mas, kata bidan sih tinggal menghitung
hari saja paling tidak tiga atau lima hari lagi,” jawab Suratmin dengan santai
sembari membuat meja kecil dari kayu untuk di dapurnya.
“Berarti istri kamu melahirkan nanti di bidan dong?”
“Iya, nggak apa-apa, lagian nggak ada uang juga kalau harus
di rumah sakit, bayarannya mahal, nggak sanggup aku,” kilahnya merendah diri.
“Iya sih kamu kan jadi OB di warung makan kecil, gajimu berapa
di sana, Min?”
“Nggak cukuplah pastinya, kalaupun ngutang nanti susah
bayarnya, apalagi sama saudara nanti pura-pura amnesia kalau ditagih, lebih
baik yang sesuai kemampuan saja, nggak usah neko-neko!” hardiknya sembari
mengejek dengan jelas.
“Iya, Mas, makanya disesuaikan
dengan kemampuan kami.” Suratmin tersenyum walaupun di dalam hatinya sangat
sakit dengan perkataan saudara kembarnya itu.
“Bagus deh tahu diri juga kamu. jadi nggak menyusahkan aku,
soalnya istriku rencananya sih mau lahiran di rumah sakit kalau perlu operasi
secar biasalah mau cari tanggal yang
hoki gitu,” jelasnya bersemangat.
“Ngapain operasi secar Mas, kalau masih bisa normal, kecuali
kalau memang harus jalan operasi ya mau nggak mau,” tandas Suratmin menjelaskan.
“Itukan menurutmu, Min, kalau aku bedalah orang kaya itu harus
terlihat kayanya dong, jangan kayak orang miskin!” sahutnya tak mau kalah.
Senyum yang dipaksakan selalu dia lakukan lantaran agar
tidak menyinggung perasaan Suratman yang lebih kaya dari Suratmin.
Sudah sering kali Suratman merendahkan Suratmin lantaran menjadi
orang miskin baginya.
Perbincangan di hari minggu itu membuat Susi istri dari
Suratmin menitikkan air matanya ketika mendengar percakapan mereka.
Namun buru-buru dia usap air matanya dengan daster panjang
yang terlihat kusam dan banyak tambalan di mana-mana, agar tidak ketahuan oleh Suratmin kalau dia
baru saja menangis.
Susi kembali ke dapur
untuk memasak makan siang. Hanya goreng tempe, sambal terasi dan tumis kangkung
membuat aroma masakan yang dibuat oleh Susi menyeruak sampai keluar.
Penciuman hidung Suratman sangat tajam sampai tak terkendalikan
sehingga perutnya selalu berbunyi. Di saat itu juga istri Suratman yaitu Siska
ikut datang ke rumah kontrakan kecil milik Suratmin.
Sudah hal lumrah untuk pasangan suami istri ini yang mereka
bilang orang kaya itu setiap hari selain hari Jum’at mereka akan datang entah
pagi, siang ataupun malam ke rumah kontrakan
Suratmin.
Apalagi kalau bukan minta makan, padahal Suratmin juga dalam kekurangan bahkan tidak pernah dia meminta
apapun, tetapi Suratman dan istrinya tetap tidak peka dengan keadaan.
“Assalamu’alaikum!”
“Wa’alaikumsalam!”
“Eh Mbak Siska, mau jemput Mas Suratman ya?” tanya Suratmin tersenyum renyah ketika selesai membuatkan meja kayu untuk istrinya.
“Biasalah, hari Minggu main-main ke rumah saudara, nggak
apa-apa kan?” balasnya dengan santai.
“Berarti aku juga bisa main-main ke rumah sampean toh?”
tanya Suratmin semringah.
“Ngapain ke rumah nggak ada apa-apa di sana, lagian kalau di
sini kan ada makanan, tuh sepertinya istrimu sudah selesai masak, ayuk kita
makan,” ajak Suratman dan langsung masuk ke dalam tanpa di suruh.
“Ayuk, Mbak silakan masuk!” ajak Suratmin tersenyum yang
dipaksakan.
“Wah dengan senang hati, dong,” jawabnya dan langsung
menyelonong ke dalam.
Sampai di dapur, Susi yang selesai masak pun langsung menghidangkan
makanan diatas dipan yang terbuat dari kayu.
Nasi yang masih panas mengepul dengan baunya yang wangi,
ditambah sambal terasi yang menggugah selera.
Mereka pun sudah duduk menghadap makanan yang disajikan
Susi.
“Loh, Mas dan Mbak mau numpang makan lagi, kenapa nggak makan di rumah?” tanya Susi yang mulai kesal dengan tingkah mereka.
/0/12398/coverorgin.jpg?v=d8390975dc2dab8507b1af21483c6d78&imageMogr2/format/webp)
/0/10207/coverorgin.jpg?v=4ac57fc539ea6cc5f0b42d1ee095a5da&imageMogr2/format/webp)
/0/28636/coverorgin.jpg?v=20251106165850&imageMogr2/format/webp)
/0/24866/coverorgin.jpg?v=20250703083016&imageMogr2/format/webp)
/0/18360/coverorgin.jpg?v=0b2e1603fbce88128ccb2ce7e9ed3e5d&imageMogr2/format/webp)
/0/4708/coverorgin.jpg?v=219e2c0e9c5e3ce4008f3fc909e31b5d&imageMogr2/format/webp)
/0/4283/coverorgin.jpg?v=20b81958f3c769953e53d59299eac0b2&imageMogr2/format/webp)
/0/14548/coverorgin.jpg?v=e6a1a6f742bb7ed4d3737279bb279f16&imageMogr2/format/webp)
/0/20911/coverorgin.jpg?v=20250508184900&imageMogr2/format/webp)
/0/17951/coverorgin.jpg?v=826938fa2d6147a359ff89b8580da6c0&imageMogr2/format/webp)
/0/14562/coverorgin.jpg?v=e2ff56d992c0745ecf9692a1ea900313&imageMogr2/format/webp)
/0/13466/coverorgin.jpg?v=81e65921a2deae8529f27d361223e649&imageMogr2/format/webp)
/0/23830/coverorgin.jpg?v=f6c400d446c191c6b21160edd80e9314&imageMogr2/format/webp)
/0/29153/coverorgin.jpg?v=25932d412c156f3501bea1c1af134c39&imageMogr2/format/webp)
/0/12906/coverorgin.jpg?v=1b33352383fc7da5c274fa9d922a261b&imageMogr2/format/webp)
/0/23734/coverorgin.jpg?v=8961011faf1f1bae30485d78f261141e&imageMogr2/format/webp)
/0/28876/coverorgin.jpg?v=09731113ad696b94b92efb22936e56d0&imageMogr2/format/webp)