/0/28876/coverbig.jpg?v=09731113ad696b94b92efb22936e56d0&imageMogr2/format/webp)
Sementara pengantin pria sebenarnya, ARKAN RAVENDRA MAHESA, harus menelan kenyataan pahit pengantin wanitanya justru bersanding dengan pria lain akibat kelalaiannya sendiri. Kini, Arkan bersumpah akan merebut kembali Nayara, meski harus mengorbankan siapa pun yang menghalangi. Di sisi lain, istri sah dari DARRYL ADRAYA KESUMA - LARAS ANINDYA, merasa dikhianati ketika mengetahui suaminya diam-diam menikah siri. Namun, seiring waktu, Laras malah terjebak dalam hubungan gelap dengan pria yang mampu memberinya perhatian yang selama ini hilang dari Darryl. Lalu bagaimana nasib NAYARA ELYA RAMADHANI, gadis sederhana yang harus menikah siri dengan orang yang sama sekali tidak ia cintai? Ia dijodohkan dengan DARRYL ADRAYA KESUMA, putra pemilik konglomerasi besar di bidang energi dan perkebunan, yang dikirim oleh ayahnya untuk mengurus proyek tambang batu bara di Kalimantan. Pernikahan itu terjadi bukan karena cinta-melainkan karena kesalahan dan penebusan hutang. Kini Nayara terjebak di antara dua dunia: antara keluarga Arkan yang tak rela melepasnya, dan keluarga Darryl yang memandangnya rendah. Apakah cinta bisa tumbuh dari pernikahan yang lahir dari keterpaksaan? Atau justru semuanya akan berakhir ketika masa lalu menuntut balas?
Hujan turun dengan derasnya malam itu, menimbulkan suara ritmis di atas genting rumah tua yang berada di pinggir kota. Di balik tirai jendela besar, Nayara Elya Ramadhani menatap ke luar, matanya berkaca-kaca, menahan gejolak hati yang bercampur aduk. Hatinya terasa berat, seolah ribuan batu dilemparkan ke dalam dada. Malam ini, hidupnya berubah selamanya.
"Sudah siap?" suara seorang pria terdengar dari luar, ringan namun tegas.
Nayara menoleh. Pria itu-Darryl Adraya Kesuma-berdiri di sana, jas hitamnya basah karena hujan, rambut hitamnya menempel di dahi. Matanya menatap tajam, namun ada ketidakpastian yang samar dalam sorot matanya.
"Siap... maksudmu?" Nayara menelan ludah, suara seraknya nyaris tak terdengar di atas hujan.
"Untuk... pernikahan kita." Darryl mengangkat alis, nada suaranya datar. Ia terlihat kaku, seperti robot yang hanya menjalankan perintah.
Nayara menunduk, jemarinya saling menggenggam. Hatinya dipenuhi rasa bimbang. Ia tahu, ini bukan pernikahan yang ia inginkan. Bukan cinta yang menuntunnya ke sini. Semua ini terjadi karena sebuah kesalahan yang dibuat ayahnya-kesalahan yang harus dibayar dengan pengorbanan dirinya.
Di sisi lain, jauh di kota, Arkan Ravendra Mahesa duduk di ruang tamu rumah keluarganya, menatap foto-foto lama yang terpajang di dinding. Foto-foto yang menampilkan dirinya dan Nayara, yang pernah tersenyum bahagia tanpa beban.
Hatinya terasa perih. Tujuh tahun ia membangun hubungan itu, penuh kepercayaan dan harapan. Dan malam ini, wanita yang ia cintai-wanita yang dijanjikan akan menjadi istrinya-justru menikah dengan orang lain. Orang yang bahkan tak ia kenal sebelumnya.
"Arkan... kau harus tenang," suara ibunya terdengar dari belakang. Ia menoleh. Ibunya, seorang wanita anggun namun tegas, menatapnya dengan campuran simpati dan kekhawatiran.
"Aku tidak bisa tenang, Bu," Arkan berkata dengan suara serak. "Dia menikah... dengan pria lain. Dan aku tidak bisa melakukan apa pun."
Ibunya menarik nafas panjang, kemudian duduk di sampingnya. "Hidup memang kadang tidak adil, Nak. Tapi jangan biarkan kemarahanmu menguasai dirimu. Kau harus berpikir... bagaimana caramu mendapatkannya kembali tanpa merusak hidupmu sendiri."
Arkan menunduk, menatap tangannya yang mengepal. "Aku akan mendapatkannya kembali, Bu. Aku berjanji."
Sementara itu, di vila mewah milik Darryl, Laras Anindya duduk di balkon, menatap ke arah taman yang basah oleh hujan. Ia tersenyum kecil ketika ponselnya bergetar. Pesan masuk dari pria lain yang selama beberapa minggu terakhir membuat hatinya berdebar: seseorang yang memberinya perhatian dan kehangatan yang selama ini tidak ia rasakan dari Darryl.
Laras menahan tawa kecil. Ia tahu, apa yang ia lakukan salah. Ia menikah dengan Darryl secara sah, tapi hatinya kini tertambat pada pria lain. Perasaan ini membuatnya terbuai, sekaligus merasa bersalah.
Di sisi lain kota, Nayara mengenakan gaun putih sederhana, rambutnya disisir rapi namun ada ketegangan yang jelas terlihat pada wajahnya. Ia menatap cermin, mencoba menenangkan diri.
"Nayara, kamu harus kuat," bisiknya pada dirinya sendiri. "Ini hanya satu malam. Setelah ini, aku harus menghadapi kenyataan. Dan mungkin... mungkin ada jalan lain untukku."
Langit malam itu semakin gelap, petir menyambar di kejauhan. Hujan masih deras. Nayara berjalan menuju altar yang telah disiapkan di halaman rumah. Darryl sudah berdiri di sana, menunggu dengan wajah datar, mata tak pernah lepas dari dirinya.
Ketika Nayara melangkah maju, langkahnya berat, seolah setiap tarikan kakinya adalah perjuangan melawan takdir. Ia melihat sekeliling-tamu yang hadir sebagian besar adalah keluarga Darryl, beberapa teman dekat, dan tentu saja, orang-orang yang terlibat dalam perjanjian pengorbanan ini.
Namun, di antara semua itu, ada sosok yang tak terlihat oleh orang lain-Arkan. Ia berdiri di ujung taman, basah kuyup karena hujan, matanya tajam menatap Nayara. Hatinya hancur, namun tekadnya semakin kuat. Ia berjanji, tidak peduli apa pun rintangan, ia akan membawa Nayara kembali ke sisinya.
Nayara melangkah ke depan, dan ketika jarak antara dia dan Darryl semakin dekat, hatinya berdebar kencang. Ia merasakan konflik yang membakar jiwanya. Ia tahu, ia tidak mencintai pria di depannya. Tapi ia juga tidak punya pilihan lain. Ini pernikahan untuk menebus hutang-untuk melindungi keluarganya dari kehancuran yang lebih besar.
Darryl mengulurkan tangannya, memegang tangan Nayara dengan lembut. "Nayara, aku tahu ini semua bukan karena cinta. Tapi aku akan memastikan... aku tidak akan menyakitimu."
Nayara menelan ludah. Kata-kata itu terdengar seperti racun sekaligus obat. Racun karena ia tahu hatinya tidak berada di sisi Darryl. Obat karena setidaknya, Darryl terlihat menahan diri, bukan pria yang suka menyakiti tanpa alasan.
Sementara itu, Arkan menggeram pelan, melihat kedekatan mereka. Ia tahu, malam ini, permainan baru dimulai. Bukan sekadar pernikahan siri-ini adalah awal dari pertarungan yang panjang antara cinta, kesalahan, dan dendam.
Pernikahan itu pun dimulai. Imam membacakan doa, suara hujan mengiringi setiap kata yang diucapkan. Nayara menunduk, menahan tangis yang hampir tumpah. Darryl menatapnya, wajahnya tetap tenang. Tapi Arkan, dari kejauhan, merasakan sesuatu dalam hatinya-rasa sakit yang membakar dan tekad yang menegaskan satu hal: ia tidak akan membiarkan wanita yang dicintainya hidup dalam pernikahan yang salah.
Saat akad nikah selesai, dan Darryl menandatangani dokumen pernikahan, Nayara merasa seolah dunia runtuh di sekelilingnya. Ia sah menjadi istri Darryl... tapi hatinya tetap milik Arkan.
Malam itu, setelah pesta selesai, Nayara duduk sendiri di kamar. Hujan telah reda, namun hatinya masih badai. Ia menarik napas panjang, mencoba menerima kenyataan.
"Aku harus kuat," bisiknya, matanya menatap foto keluarga yang tergantung di dinding. "Untuk keluargaku... untuk diriku sendiri... dan mungkin, untuk suatu hari nanti, aku bisa memilih cintaku sendiri."
Di saat yang sama, Arkan kembali ke rumahnya. Ia membuka lemari dan mengambil sebuah kotak kecil berisi surat-surat lama, foto-foto mereka berdua, dan cincin yang pernah ia rencanakan untuk diberikan pada Nayara. Ia menatap semuanya, merasakan campuran antara penyesalan, kemarahan, dan tekad.
"Aku akan mendapatkannya kembali, Nayara. Tidak peduli apa yang harus kulakukan," gumamnya, menatap kosong ke luar jendela, di mana hujan yang baru reda meninggalkan aroma tanah basah yang segar.
Pagi itu, sinar matahari menembus tirai kamar Nayara dengan lembut, namun hatinya masih terasa berat seperti malam sebelumnya. Ia duduk di tepi tempat tidur, menatap gaun pengantinnya yang masih tergantung rapi di lemari. Sisa-sisa malam pernikahan siri itu masih terasa, seperti luka yang belum mengering sepenuhnya.
Pikirannya dipenuhi nama-nama yang seolah tak bisa ia lepaskan: Darryl, yang kini resmi menjadi suaminya, dan Arkan, yang selama ini selalu hadir dalam setiap langkah hidupnya.
Dengan langkah pelan, Nayara berjalan menuju balkon. Kota masih basah oleh hujan semalam, udara pagi terasa sejuk namun membawa rasa kesepian yang menusuk. Ia menunduk, membiarkan pikirannya melayang pada semua hal yang tak diinginkan tapi harus ia jalani.
Tiba-tiba, suara ponselnya berdering. Ia mengangkatnya dengan malas.
"Nayara?" suara seorang pria terdengar di ujung sana. Suara itu lembut, penuh kehangatan, dan membuat hatinya bergetar tanpa bisa ia kendalikan.
"Arkan..." bisiknya, suara seraknya terdengar lemah.
"Aku tahu... aku tidak seharusnya meneleponmu. Tapi aku... tidak bisa diam melihat semua ini terjadi begitu saja," Arkan melanjutkan, nada suaranya menahan amarah sekaligus kepedihan.
Nayara menggigit bibirnya. "Arkan, aku... aku tidak bisa membicarakannya sekarang. Aku harus... menyesuaikan diri."
"Apa pun yang terjadi, Nayara. Aku akan menunggu. Dan aku akan berjuang untukmu. Jangan lupa itu," kata Arkan, suaranya bergetar.
Nayara menunduk, menahan air mata. "Aku... aku tahu."
Setelah menutup telepon, ia duduk di kursi balkon, membiarkan udara pagi menyapu wajahnya. Hatinya bercampur antara rasa bersalah, takut, dan bingung. Ia sah menjadi istri Darryl, tapi hatinya tetap untuk Arkan.
Sementara itu, di rumah Darryl, suasana jauh berbeda. Darryl duduk di ruang kerjanya, menatap dokumen-dokumen penting yang tersebar di meja. Wajahnya tetap tenang, tapi matanya menyingkap sedikit kekhawatiran. Ia tahu, pernikahan ini bukan karena cinta. Ia juga sadar, ada sesuatu dalam diri Nayara yang membuatnya ragu-perasaan yang jelas untuk orang lain.
Laras, di sisi lain, menatap dirinya sendiri di cermin. Ia menyisir rambut panjangnya, mencoba menenangkan diri. Namun pikirannya melayang pada pria yang selama ini membuatnya tergila-gila, dan pada suaminya, Darryl, yang resmi menikahinya secara sah, tetapi hatinya kini tak sepenuhnya milik Laras.
"Apakah aku salah?" Laras bertanya pada dirinya sendiri, suaranya nyaris tak terdengar. "Atau ini hanya... kesepakatan yang terlalu rumit?"
Di luar kota, Arkan menyiapkan strategi. Ia berdiri di depan cermin, mengenakan jas hitam favoritnya, namun wajahnya serius. Ia tahu malam pernikahan siri itu hanyalah awal dari perang panjang yang harus ia jalani.
"Aku tidak akan membiarkan mereka mengambilnya begitu saja," gumam Arkan, mengepalkan tangan. "Aku akan membawa Nayara kembali ke sisiku. Tidak peduli apa pun yang harus kulakukan."
Hari itu, Nayara dipanggil oleh ayahnya, Rachman Ramadhani. Ayahnya duduk di ruang tamu rumah besar mereka, wajahnya tampak serius, matanya menatap Nayara dengan campuran kekhawatiran dan ketegasan.
"Nayara, aku tahu pernikahan ini... bukan pilihanmu. Tapi kau harus mengerti, ini untuk keluarga kita," ucap ayahnya.
"Bapak... aku mengerti, tapi... hatiku..." Nayara berhenti, menelan ludah. "Aku tidak mencintainya."
Ayahnya menunduk sejenak, kemudian menghela napas panjang. "Aku tahu. Tapi kadang hidup tidak adil. Kau harus berpikir lebih dari sekadar perasaanmu sendiri. Ini juga soal tanggung jawab keluarga."
Nayara menunduk, menahan emosi. Ia tahu kata-kata ayahnya benar, tapi hatinya tetap memberontak.
Di sisi lain, Darryl tengah menyiapkan kunjungan ke perkebunan kelapa sawit yang ditugaskan oleh ayahnya. Ia harus mengawasi proyek besar yang menjadi sumber pendapatan keluarga. Dalam hati, Darryl berpikir tentang Nayara-istri sirinya yang kini resmi menjadi bagian dari hidupnya. Ia tahu, perasaan mereka belum tentu sejalan, tapi ia bertekad untuk menjaga dan tidak menyakiti Nayara.
Namun kehidupan tidak pernah sesederhana itu. Malam itu, Arkan muncul di depan rumah Nayara, hujan turun deras, menimbulkan aroma tanah basah yang familiar. Ia membawa sekotak bunga yang basah kuyup, tetapi matanya tetap tegas, penuh tekad.
"Nayara..." Arkan memanggil, suaranya serak tapi tegas.
Nayara yang melihatnya dari jendela, terdiam. Ia tahu kehadiran Arkan berarti masalah besar. Tapi hatinya tak bisa bohong; melihat Arkan membuatnya terenyuh, sekaligus takut.
"Aku tidak bisa meninggalkanmu seperti ini," Arkan melanjutkan, menatap Nayara dari kejauhan. "Aku tahu kau sudah menikah... tapi aku tidak peduli. Aku akan mendapatkanmu kembali."
Nayara menunduk, air matanya jatuh pelan. Ia tahu kata-kata itu adalah racun sekaligus obat. Racun karena ia tahu sulit untuk melawan aturan dan keluarga. Obat karena ada seseorang yang masih memperhatikannya, mencintainya tanpa syarat.
Di lain sisi, Laras menatap layar ponselnya, menahan napas. Ia tahu hubungan gelapnya mulai terlalu dekat dengan bahaya. Namun ia tidak bisa mengabaikan perasaannya sendiri-perasaan yang membuatnya terjebak antara kesalahan dan cinta.
Hari-hari berikutnya, dinamika semakin rumit. Nayara belajar menyesuaikan diri dengan pernikahan sirinya, menghadapi Darryl yang tenang namun penuh ketegangan. Ia juga harus menghadapi Arkan, yang selalu hadir di sisi lain kehidupannya, menunggu kesempatan untuk merebut kembali cinta mereka.
Konflik keluarga pun mulai muncul. Keluarga Arkan tidak rela Nayara menikah dengan orang lain. Mereka menganggap ini penghinaan, sekaligus tantangan yang harus dilawan. Keluarga Darryl, di sisi lain, menuntut Nayara menyesuaikan diri dengan status barunya.
Di tengah semua ini, Nayara mulai merasakan perasaan yang aneh terhadap Darryl. Ia mulai melihat sisi lembut pria itu, sisi yang peduli dan bertanggung jawab, meskipun hatinya tetap untuk Arkan. Perasaan ini membingungkan Nayara, antara cinta, rasa bersalah, dan tanggung jawab keluarga.
Sementara Arkan, di balik segala tekad dan amarahnya, mulai merasakan tekanan. Ia tahu, perjuangan untuk mendapatkan Nayara kembali tidak akan mudah. Tidak hanya ia harus menghadapi Darryl, tetapi juga keluarga mereka, aturan sosial, dan risiko yang bisa menghancurkan hidupnya sendiri.
Namun Arkan bersumpah, sekeras apapun rintangan itu, ia tidak akan menyerah. "Aku akan mendapatkanmu kembali, Nayara. Suatu hari, kau akan melihat... hatimu selalu milikku," gumamnya, menatap bintang-bintang yang mulai muncul di langit malam.
Malam itu, Nayara duduk sendiri di kamarnya, menatap langit gelap yang bertabur bintang. Hujan telah reda, tetapi hatinya masih badai. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Ia tahu, jalan yang harus ia tempuh penuh dengan rintangan. Namun hatinya, meskipun bingung dan rapuh, tetap memikirkan Arkan-cinta pertamanya yang tak pernah hilang.
Di tempat lain, Darryl menatap meja kerjanya yang penuh dokumen, memikirkan strategi bisnis sekaligus hubungan pribadinya. Ia sadar, pernikahan siri ini bukan sekadar formalitas. Ia harus menjaga Nayara, memahami hatinya, dan memastikan semuanya tetap aman.
Sementara itu, Laras menatap cermin, menyisir rambutnya, dan bertanya pada diri sendiri: "Apakah aku masih bisa memilih kebahagiaanku sendiri, atau aku terjebak dalam kesalahan yang tak berujung?"
Nayara berada di tengah konflik hati dan tanggung jawab; Arkan bersumpah untuk merebut cinta yang hilang; Darryl mencoba memahami dan menjaga pernikahan siri mereka; dan Laras, istri sah Darryl, semakin terperangkap dalam cinta terlarangnya.
Dunia mereka kini berubah. Tidak ada yang pasti, kecuali satu hal: perjuangan cinta dan konflik keluarga yang akan menentukan nasib mereka semua.
Bab 1 Hatinya terasa perih
22/10/2025
Bab 2 pernikahan siri
22/10/2025
Bab 3 jalan yang sesuai harapan keluarga
22/10/2025
Bab 4 Pikirannya kacau
22/10/2025
Bab 5 Laras silih berganti hadir dalam pikirannya
22/10/2025
Bab 6 Masih ada rintangan yang lebih besar
22/10/2025
Bab 7 Seminggu terakhir telah menguras emosinya
22/10/2025
Bab 8 telah membuktikan keberanian
22/10/2025
Bab 9 Tekanan keluarga Arkan semakin intens
22/10/2025
Bab 10 Aku yakin kita bisa melewati
22/10/2025
Bab 11 belum pulang semalaman
22/10/2025
Bab 12 melindungi dirinya
22/10/2025
Bab 13 gudang yang hancur
22/10/2025
Bab 14 masa lalu terus mengintai
22/10/2025
Bab 15 mencoba menenangkan diri
22/10/2025
Bab 16 menegaskan bahwa vila ini sangat aman
22/10/2025
Bab 17 menunggu apa yang akan terjadi
22/10/2025
Bab 18 Dia tidak akan berhenti
22/10/2025
Bab 19 Dia ingin membuat kita saling mencurigai
22/10/2025
Bab 20 terasa menakutkan
22/10/2025
Bab 21 kerusakan bisa tak terbayangkan
22/10/2025
Bab 22 ancaman baru muncul
22/10/2025
Bab 23 komunikasi
22/10/2025
Bab 24 Ada sesuatu yang berubah
22/10/2025
Bab 25 lebih agresif
22/10/2025
Buku lain oleh Nurafifah
Selebihnya