/0/26469/coverorgin.jpg?v=fc1ceb5883144d608f870aadd772a8c4&imageMogr2/format/webp)
Dalam keheningan, darah segar mengalir di dahi seorang wanita. Rasa nyeri menjalar di sekujur tubuhnya, serpihan kaca lembut menancap di kulit yang putih mulus, terlihat kabin mobil yang hancur di depannya.
Kaca yang semula berfungsi sebagai pelindung dari bahaya kini menjadi bumerang melukai tubuhnya. Dengan penglihatan kabur dia melihat kekasihnya yang bersimbah darah di kursi kemudi. Ia terkejut mendapati kepala orang itu tertancap di setir mobil. Degup jantungnya terasa begitu hebat, badannya merinding sekaligus nyeri ketika melihat darah. Tubuh pun menjadi kaku dan sulit digerakkan. Dengan penglihatan yang buram, wanita itu melihat bibir kekasihnya tersenyum tipis.
“Apakah ini ajal kita?” tanya wanita itu lirih pada kekasihnya. Ia benar-benar merutuki nasibnya.
Seseorang datang menghampiri mereka, “Semoga kalian tenang di neraka. Dea...”
Padangan wanita itu menjadi gelap total setelah mendengar perkataan itu.
“Siapa dia?”
“TOLONG SELAMATKAN AKU!!!”
____________________
____________________
Seorang wanita berjalan menuju ruang pertemuan, semua orang menatapnya dengan senyum semringah. Tampak sangat tulus hingga membuatnya curiga. Apa yang sedang terjadi?
Rasa penasaran menyeruak di dalam tubuh Dea, ia dipaksa Mamanya untuk menghadiri pertemuan ini.
“Sini Sayang,” panggil Ayahnya.
Dea segera menghampiri Wijaya, dan duduk di sampingnya.
Dahinya berkerut, dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi di sini. Ada beberapa orang asing di ruangan ini.
“Perkenalkan, ini Dea. Putri sulung saya,” Wijaya memperkenalkannya di depan semua orang.
“Sangat cantik Pak,” ucap wanita tua. Dea hanya tersenyum mendengar pujian itu.
“Ini ada apa ya ?” tanya Dea pada ayahnya. Hatinya benar-benar tergelitik melihat pertemuan yang aneh ini.
“Kami akan menjodohkanmu Kak. Laki-laki itu yang akan menjadi suamimu,” jelas Wijaya dan menunjuk seorang pria yang seumuran dengannya.
Mata Dea melebar tak percaya.
“Apa!?” pekiknya. Dea menoleh ke Ayahnya tak percaya. Ia tak berpikir akan dijodohkan dengan seorang pria setelah mengalami kejadian tragis beberapa waktu lalu. Tidak, tepatnya tiga tahun lalu.
Mungkin terdengar waktu yang lama, namun bagi Dea itu sangatlah singkat.
“Tidak Ayah, aku belum siap,” lirih Dea. Ia sudah malu mengeluarkan teriakannya tadi. Kini semua orang sedang fokus ke arahnya.
“Ini sudah waktunya Sayang, sampai kapan kamu akan hidup sendiri,” bisik Wijaya. “Lakukan perjodohan ini, nanti kamu akan mendapatkan imbalan yang sangat luar biasa dari ayah. Okey cantik?”
“Ayah...”
“SSssttttt...” desis Wijaya pada putrinya, tak lupa kedipan genit.
Dea hanya bisa menghela napasnya pasrah. Kali ini ayahnya tidak bisa diajak bernegoisasi.
Semua orang membicarakan perjodohan ini dengan gembira. Kecuali Dea dan lelaki yang berada di depannya, Aiden.
Pria bertubuh tegap, yang memiliki manik cokelat indah, sedang menatapnya datar. Jambang halus di dagunya tak mengurangi garis rahang yang tegas. Bibir tipis, hidung mancung, dan alis tebal menampilkan seorang Aiden yang menawan.
Ia cukup rupawan untuk seorang pria, namun Dea sama sekali tak tertarik dengan lelaki itu.
Cukup lama ia duduk dalam diam di samping ayahnya. Merasa gerah dan bosan mendengar ocehan semua orang, Dea memilih mengundurkan diri dan berjalan menuju taman.
“Sial!” rutuk Dea. Ia sangat menyesal datang ke pertemuan ini. Bagaimana bisa ayahnya melakukan perjodohan tanpa persetujuannya. Rasanya ia ingin marah kepada mereka, tapi tak bisa.
Tiba-tiba terdengar derap langkah seseorang. Mata wanita itu langsung menjelajahi seluruh taman, mencari sosok yang mendekat. Sosok itu mulai terlihat, pria berbadan tinggi kurus dan berotot itu mendekat.
Tatapan elang siap menghunus siapa saja yang melihatnya. Kedua tangan lelaki itu tersilang di depan dadanya dengan bibir yang terkatup rapat terkesan sombong. Dea hanya menatap dingin lelaki itu.
“Apa kamu setuju dengan perjodohan ini?” tanya Aiden. Ya, pria itu adalah lelaki yang akan dijodohkan padanya. Bukannya melakukan perkenalan sebagai basa-basi. Aiden langsung to the point membahas perjodohan itu.
Butuh seperkian detik untuk Dea berpikir.
“Apa kamu masih perlu menanyakan itu?” tanya Dea sinis. Dia sebenarnya tak setuju, tapi tak bisa menolak.
Melihat respon Dea yang dingin membuat Aiden tersenyum licik. Mata itu menggeranyangi seluruh tubuh Dea tanpa terkecuali membuat lawannya risih.
/0/16583/coverorgin.jpg?v=d079e452856b2395bb926554570624b0&imageMogr2/format/webp)
/0/28729/coverorgin.jpg?v=c633ef4c6b3b70c6acc2ffdbdfbb1bfa&imageMogr2/format/webp)
/0/2422/coverorgin.jpg?v=c83a8546a26814221803f9f1aad1082a&imageMogr2/format/webp)
/0/3767/coverorgin.jpg?v=e122681d29ba31b9ab1160fc720c919a&imageMogr2/format/webp)
/0/2430/coverorgin.jpg?v=e353dc5146b63e5655e8e2db2ce9267e&imageMogr2/format/webp)
/0/4187/coverorgin.jpg?v=1982cfaa3ae7e80165fa084f1e6f7162&imageMogr2/format/webp)
/0/4599/coverorgin.jpg?v=1390a900c498ce0f9bbe603ecbcfa4e8&imageMogr2/format/webp)
/0/21070/coverorgin.jpg?v=dc91ba231520bcd3f36d4b77d584145c&imageMogr2/format/webp)
/0/5276/coverorgin.jpg?v=9d7b7edf31c869aa93e67a31ae552da1&imageMogr2/format/webp)
/0/7507/coverorgin.jpg?v=28a159aa22e6bde8fb61b07f4ac871ba&imageMogr2/format/webp)
/0/24320/coverorgin.jpg?v=6612b8d21f5a079b19ddfea8f24edd3f&imageMogr2/format/webp)
/0/2915/coverorgin.jpg?v=20250120143104&imageMogr2/format/webp)
/0/2733/coverorgin.jpg?v=8157491f1803fa9e41c636cf17b2a8d0&imageMogr2/format/webp)
/0/2763/coverorgin.jpg?v=c13d98027b5c9cb99c3bf8ee58e4bfd6&imageMogr2/format/webp)
/0/9167/coverorgin.jpg?v=965521dfb5b05ce718f15ca57c47db2f&imageMogr2/format/webp)
/0/6521/coverorgin.jpg?v=0dc886fcefd9b9ebecbf37d72dfccdf5&imageMogr2/format/webp)
/0/19772/coverorgin.jpg?v=8f5b1cec967d49189cb61877cfcec29e&imageMogr2/format/webp)
/0/2872/coverorgin.jpg?v=de7d46b623f5fc6685fc4f62d64d648c&imageMogr2/format/webp)