Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
“Mas ... aku mohon tetaplah di sini, lihat anak kita, lihatlah aku, Mas .... Terserah jika Mas mau menikah lagi dengannya, aku rela. Asalkan Mas tetap bersama kami. Melani butuh kamu, Melani butuh kita, aku mo---hon, Mas ---,” tangisan Tsani bak pengemis 1 tahun yang lalu masih terekam jelas dalam memorinya. Sangat menyayat.
💙💙💙
“Melani ... mainnya jangan jauh-jauh ya, Nak,” teriak Tsani dari dapur yang sedang berkutat dengan basrengnya.
“Iya, Mah.” Anak 2 tahun berambut keriting itu bermain dengan teman sebayanya di halaman rumah Tsani yang penuh dengan bunga anggrek.
Rumah berukuran kecil, yang hanya terdapat 1 kamar tidur, kamar mandi yang sempit berjejer dengan dapur dan ruang tamu adalah rumah peninggalan orang tua Tsani. Rumah yang menjadi hunian ternyaman Tsani dan putrinya, Melani saat ini. Setelah terpaksa ke luar dari rumah Bimo, satu tahun yang lalu walaupun sudah di tahan oleh mertuanya untuk tetap tinggal di sana.
“Alhamdulillah pesanan basreng hari ini lumayan banyak, bisa buat beli token listrik dan beli beras buat makan besok,” gumam Tsani sembari mengusap keringat di keningnya. Bibir tipisnya mengulas senyum bahagia. Tsani bersyukur sekali walaupun dengan pendapatan minim wanita yang sekarang berstatus janda atau bukan, tidak sampai memiliki hutang di warung. Kehidupannya sangat prihatin.
Semenjak kepergian Bimo yang menyisakan luka trauma, dan kebencian satu tahun lalu, di mana Melani baru berusia 12 bulan. Wanita yatim piatu itu ditinggalkan tanpa ada ucapan talak dari Bimo. Status pernikahannya kini mengambang tiada kejelasan. Namun, kehidupan ini akan terus berjalan dengan ada atau tidaknya Bimo dalam hidup Tsani. Ia harus menghidupi buah hatinya dengan menjual basreng yang dititipkan ke warung tetangga dan penjual jajanan pagi di pinggiran jalan. Tsani sengaja memilih basreng untuk menyambung hidup mereka karena makanan itu bisa tahan dalam beberapa hari.
Bukan tanpa alasan Bimo meninggalkan istri dan darah dagingnya, melainkan karena wanita yang dianggap Bimo lebih lihai dalam urusan ranjang. Padahal, usia wanita jalang itu masih 20 tahun. Jauh dari Tsani yang berusia 28 tahun waktu itu. Namun, keahlian Dini merebut suami orang sangatlah handal.
“Ante ... Ante Ani, ada penghahat mau ulik Meyani.” Mita, teman bermain Melani lari terbirit-birit ke arah dapur dan menunjuk ke halaman rumah.
“Mah ... olong Meyani, Mah,” teriakan gadis berusia 2 tahun itu membuat Tsani berlari kocar-kacir menghampiri sumber suara.
“Astaghfirullah, kamu di sini saja ya, Mit. Jangan ikut keluar!” perintah Tsani dan berlari cepat.
Ternyata betul, seorang laki-laki dengan tangan kiri yang menggendong bayi, berpakaian kumal dengan wajah tak terawat sedang memeluk Melani.
“Lepaskan putriku!” bentak Tsani dari ambang pintu lalu berlari dan bergegas meraih anak semata wayangnya.
“Mamah ... Meyani atut ...,” tangis Melani pecah dalam gendongan Tsani.
“Tenang sayang sudah ada Mamah di sini, ayo kita masuk.” Tsani melangkah mundur dan berbalik arah menuju rumah dan segera mengunci pintu.
“Tsani ...,” lelaki itu menyebut nama Tsani dengan suara parau.
Tsani tak menggubrisnya karena takut dan merasa tak mengenali lelaki itu.Tidak gentar dengan bentakan wanita berkulit kuning langsat itu, lelaki tersebut malah mendekat ke rumah dan mengetuk pintu rumah Tsani.
“Tsan ... Tsani, izinkan aku masuk. Aku ingin memeluk Melani.”
“Mas Bimo ...,” Tsani bergeming di dalam hati. Suara itu, suara di balik pintu itu sangat Tsani kenali. Seketika badan Tsani longsor ke lantai, duduk bersender di tembok..
“Owe ... owe ...” suara tangisan bayi di luar sana.