Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Hari masih gelap, udara dingin terasa begitu menusuk sampai ke tulang. Namun seolah tak merasakan hal itu, seorang pemuda justru sedang mencuci mobil di garasi yang berada di samping kiri sebuah rumah besar. Dia begitu telaten membersihkan mobil jenis BMW keluaran terbaru di hadapannya.
Siapa pemuda perawakan tinggi berwajah lumayan itu? Apakah mobil yang sedang dicuci adalah mobilnya? Tentu saja bukan. Mobil mewah tersebut milik tuan besar di rumah itu, sementara pemuda di sana adalah seorang sopir yang sedang melakukan rutinitasnya saja.
Sean Palmer, nama pemuda tersebut. Dia sudah tinggal di rumah besar itu sejak usianya sepuluh tahun. Tak hanya dirinya, ayah dan ibunya pun tinggal dan bekerja di rumah itu sebagai pelayan. Sementara sang pemilik rumah bernama Damian Hernandez.
Tuan Hernandez terkenal sebagai pembisnis kaya raya di kotanya. Semua orang memanggilnya presdir, sebagai kehormatan yang tinggi daripada jabatannya di perusahaan. Ia memiliki seorang putri bernama Xavia. Usianya baru 22 tahun, dia sangat cantik dan merupakan gadis populer di kampusnya.
Suatu hari Tuan Hernandez tak sengaja menabrak seorang anak sewaktu meninjau cabang kantornya di pelosok kota. Anak laki-laki itu berusia sepuluh tahun. Dia berasal dari keluarga teramat miskin.
Setelah membiayayai pengobatan sang anak sampai kembali sehat, Tuan Hernandez pun mengajak mereka ke rumahnya untuk bekerja di sana sebagai pelayan. Tuan Hernandez memperkenalkan Xavia kecil dengan Sean, anak laki-laki yang ditabraknya. Tak hanya itu, ia juga menyekolahkan Sean satu sekolah dengan Xavia. Sementara ibu Sean bekerja sebagai pelayan dan ayahnya sebagai tukang kebun.
Kebaikan Tuan Hernandez membuat orang tua Sean sangat bersyukur. Namun, Nyonya Hernandez yang merupakan istri dari Tuan Hernandez tidak suka dengan cara suaminya yang begitu baik pada orang tua Sean. Baginya pelayan tetaplah pelayan.
Dia tidak suka Sean bersekolah dengan Xavia. Akibat rasa bencinya pada Sean dan orang tuanya, Nyonya Hernandez jadi sering bertengkar mulut dengan Tuan Hernandez.
"Ayam jantan saja belum berkokok, tapi kamu sudah terjaga."
Suara bass itu membuat punggung Sean langsung memutar. Dilihatnya seorang pria yang sedang berdiri sambil menenteng tas kerjanya. Stelan jas hitam membuatnya terlihat sangat gagah dan berkharisma. Bibirnya segera menyunggingkan senyum ramah menyambutnya.
"Selamat pagi, Presdir. Saya dengar Anda akan berangkat ke luar kota pagi ini. Oleh karena itu saya mencuci mobil Anda lebih dulu sebelum berangkat," ucap pemuda itu dengan tubuh sedikit dibungkukan. Baginya pria di hadapannya tak hanya tuannya saja, tapi juga sosok malaikat. Dia sangat menghormati Tuan Hernandez.
"Aku percaya suatu hari kamu pasti akan menjadi pria yang sukses, Sean. Hari ini kamu tak perlu mengantarku. Aku ingin kamu fokus dengan kuliahmu." Tuan Hernandez tersenyum bangga sambil menepuk satu bahu pemuda sederhana berwajah tampan di hadapannya.
Sean menjawab dengan anggukan sopan. Kemudian ia bergegas membukakan pintu mobil BMW hitam itu untuk tuannya. Pria di dalam mobil tersenyum padanya sebelum melaju meninggalkan rumah besar itu. Senyum penuh kagum tersemat pada bibir Sean akan sosok Tuan Hernandez. Dia ingin suatu hari bisa seperti pria hebat itu.
"Hei, Kutu Busuk! Sedang apa kamu di sana?! Di rumah ini masih banyak pekerjaan yang harus kamu kerjakan, tapi kamu malah bersantai di situ seperti Tuan Muda!"
Seketika tubuh Sean bergetar mendengar suara itu. Dia segera memutar tubuhnya menghadap pada sosok yang sedang berdiri di belakangnya saat ini. Wanita berusia sekitar 47 tahun sedang menatapnya sinis. Kedua tangannya dilipat di bawah dada dengan memasang wajah angkuhnya. Sean segera menurunkan pandangan dari tatapan tajam wanita di sana. Nyonya Hernandez, dia hanya bagai kutu busuk di hadapannya, seperti sebutan wanita itu padanya.
"Why? Kenapa diam seperti bongkahan batu? Cepat bersihkan kandang Bobby! Setelah itu beri dia makan dan mandikan dia dengan air hangat. Cepat lakukan!" Nyonya Hernandez berkata dengan suara lantangnya. Seolah lawan bicaranya berjarak sangat jauh darinya. Kenyataannya Sean berdiri di hadapannya saat ini. Indera pendengarannya pun masih berfungsi dengan baik, tak seharusnya wanita itu berkata dengan nada meninggi.
"Baik, Nyonya." Dengan penuh kesopanan Sean segera mundur dari hadapan wanita itu.