Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Di sebuah gedung besar dengan hiruk pikuk para penonton berseragam dari berbagai sekolah. Perlombaan cerdas cermat fisika tingkat nasional tengah berlangsung hikmat dan cukup menegangkan. Hanya selisih seratus poin untuk bisa memenangkan pertandingan final dan menjadi juara selanjutnya, ini berlaku untuk sekolah negeri satu dan sekolah swasta Mentari Senja. Regu A dan regu C.
"Suatu benda mempunyai massa satu koma lima kilogram. Berada pada ketinggian tiga puluh meter diatas permukaan tanah. Energi potensial yang dimiliki benda tersebut adalah?"
Kecepatan menjadi kunci kemenangan dari perlombaan ini. Setelah juri membacakan soal, para peserta dengan cepat mengukir pena mereka di atas kertas.
Titttt......., tidak sampai sedetik. Gadis berambut sebahu dari regu A menekan tombol lebih dulu. Para peserta yang lain sampai dibuat berhenti mengukir, mereka fokus melihat ke arah gadis itu dengan perasaan tegang. Berharap apa yang ia jawab salah dan poinnya berkurang.
"Cepat sekali!" suara bisikan para penonton yang kagum, terdengar sampai ke telinga gadis itu. Senyum lebar di wajahnya diperlihatkan jelas.
"Regu A." Juri mempersilahkan.
Dengan penuh percaya diri, gadis itu menjawab soalnya tanpa melihat kertas putih yang belum selesai ia coret.
"Empat ratus lima puluh joule."
"Yah benar. Seratus untuk regu A!"
Suara tepuk tangan dari masyarakat berseragam putih abu bertuliskan SMA Negeri 1 itu berhasil mengalahkan suara auman tiga sekolah swasta internasional yang menjadi lawan mereka.
"Selamat untuk SMA Negeri 1 berhasil memenangkan juara satu dengan sekor tertinggi 1500 poin!"
_Yah, aku sudah mulai terbiasa mendengar tepuk tangan meriah kemenangan atas keberhasilanku. Semua tak asing lagi untukku. Ini kedua kalinya aku berhasil membawa kemenangan untuk sekolahku._
---
"Ok. Untuk rapat hari ini cukup sampai di sini. Proposal mentahnya serahkan besok ke aku!"
"Ok," jawab semua anggota OSIS. Bubar, meninggalkan tempat duduk mereka.
_Selain menjadi anak berprestasi aku juga menjabat sebagai ketua OSIS. Tidak gampang untuk ku berada di posisi ini. Ini semua berkat usahaku sendiri._
Gadis berambut sebahu itu keluar dari ruangan diikuti dua temannya yang sesama anggota Osis. Langkahnya yang pasti, tegas, dan anggun menjadi pertanda untuk para siswa-siswi yang ada di sana, untuk melihat ke arahnya.
"Selamat! Sekarang kamu jadi tambah populer!" puji dua temannya dengan senyum tulus di wajahnya. Berhasil membawa sekolah menjadi juara berturut-turut dalam lomba nasional menjadikan gadis itu sebagai role model sekolahnya. Wajahnya terpampang jelas di pintu utama sekolah dan berbagai tempat ramai sebagai anak berprestasi.
"Populer apa? Aku tidak sepopuler itu," balas gadis itu dengan senyuman pula.
_Menjadi rendah diri adalah salah satu caraku. Tak perlu menyombongkan diri karena mereka tidak akan menyukai itu._
"Selain cantik, pintar, Kak Keira juga baik ya?" bisik anak-anak yang lain saat gadis bernama Keira itu berjalan melewati lorong menuju kelasnya.
_Aku cukup populer di sekolah. Aku tahu itu. Aku sudah banyak merangkak untuk bisa berdiri tegak sendiri dengan kakiku sendiri. Aku harus menciptakan image luar biasa untuk membungkam mulut mereka semua agar tidak mengulik bayanganku yang gelap. Terkadang, ini juga yang menjadi ketakutanku. Tidak semua dari mereka yang memuji, menyukaiku._
"Kamu belum tahu aja bagaimana dia sebenarnya!" sahut seorang gadis berambut panjang. Melengos pergi setelah melihat Keira di depannya. Dia juga cukup terkenal di sekolah, terkenal karena tidak menyukai Keira.
"Gebi kenapa sih?"
Berbeda diantara tumpukan jerami membuatmu akan terasingkan. Begitulah Gebi, apapun yang ia katakan tentang Keira. Entah itu benar atau salah. Tetap saja semuanya salah di mata pemuja Keira.
_Aku harus hati-hati dengannya!_
Keira merasakan lirikan tajam Gebi yang tertuju padanya sebelum masuk ke kelasnya tadi. Namun ia tidak terlalu peduli untuk itu, karena dia tahu, semua orang akan berada di pihaknya.
---
"Selamat ya Keira. Ibu sangat bangga jadi wali kelasmu. Selain itu, kelas kita juga berhasil menempati posisi pertama untuk nilai rata-rata kelas dari kelas yang lain!" Senyum cerah sang guru membangkitkan suara riuh siswa-siswinya yang bertepuk tangan atas keberhasilan mereka bersama. Dengan posisi kelas mereka, mereka akan mendapatkan reward khusus dari pihak sekolah dan mereka harus berterima kasih pada Keira yang sudah membantu mereka berturut-turut menikmati fasilitas khusus yang disiapkan untuk mereka.
"Terima kasih Keira cantik," puji mereka dengan sangat senang, yang sebagian besar dari teman ceweknya. Beda dengan teman-teman cowoknya yang meminta sebaliknya.
"Belajar terus ya! Jangan sampai lelah!" guyon kaum lelaki dengan wajah bahagia mereka.
_Aku senang melihat mereka bahagia. Walau sebenarnya kesenangan itu muncul karena berhasil memanfaatkan aku._
"Sama-sama," balas Keira tersenyum lebar.
_Aku harus mempertahankan ini dan tidak boleh menghancurkannya._
"Karena kalian sudah bekerja keras. Sebagai hadiahnya ibu akan traktir kalian semua makan di kantin!"
"Yang benar Bu?"
"Tentu saja!"
_Syukurlah, aku berhasil menghemat uang lagi. Kali ini aku harus menabung lebih banyak lagi untuk membeli obat Ayah._
"Ya sudah. Kalau begitu Ibu bisa mulai pelajarannya?" suara ramah dari guru seperti Ibu Vita berhasil membuat suasana kelas menjadi asyik.
"Bisa Bu," seru mereka semua. Serempak mengeluarkan buku pelajaran mereka walau tak semuanya langsung menurut dan bermain-main dulu sebelum akhirnya Bu Vita menegur mereka.
"Aldo!"
"Ya Bu,"
Pelajaran di mulai dan Keira fokus mendengarkan. Tak satupun dari kata-kata Ibu Vita yang sedang menerangkan keluar tanpa ia simpan di memori otaknya. Keira mencatat setiap kata yang menjadi kunci dari pelajaran yang diterangkan, mata pelajaran biologi.
"Kei! Kei! Kamu sudah tahu guru fisika dari kelas sebelah?" bisik Angel, teman duduk Keira yang juga anggota Osis. Bisa dibilang sahabat Keira.
"Tidak tahu," balas Keira tanpa melihat ke arah Angel karena dia fokus melihat ke papan tulis.
"Katanya Pak Guru itu ganteng sekali. Beda sama Pak Santo. Kalau diajarkan dia, aku mungkin jadi suka sama pelajaran fisika!" celoteh Angel dengan senyum malu-malunya.
"Apa hubungannya wajah pak guru sama kamu yang gak bisa fisika?" ledek Keira dengan tawa kecil di wajahnya.
"Ck," decak Angel kesal, menyikut siku Keira sampai alat tulis yang ada di samping Keira tak sengaja ikut tergeser oleh sikunya.
Brukkkk,
Suara kotak pensil yang terjatuh berhasil menjadi pusat perhatian Ibu Vita yang berhenti menerangkan.
"Ada apa Kei?" tanya Ibu Vita dengan lembut.