Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
"Ez, tunggu!"
Aku berbalik badan dan menyipitkan kedua mataku dari sinar matahari yang sangat menyilaukan. Chrystal Florencie, atau akrab disapa Chrystal, masih berdiri di halaman kampus. Padahal, kampus sudah mulai sepi. Mungkin hanya tersisa beberapa mahasiswa saja yang sedang mengikuti kegiatan ekskul.
Aku berpaling menatap ponselku. Dengan tatapan sedikit kesal karena orang yang sedari tadi aku hubungi nggak ada kabar. Orang itu adalah Papa, ya, aku tahu kalau Papa sangat sibuk. Tapi aku juga kesal karena dia tidak memperbolehkanku untuk bawa mobil sendiri. Alhasil, aku harus selalu menunggunya.
"Capek, jalannya santai aja kenapa, sih?" Gerutu Chrystal sambil mengejarku. "Eh, tunggu sebentar. Kayaknya aku nginjak sesuatu, deh."
Dia menggesek-gesekkan sepatu putihnya di tanah sembari berjalan menuju halte depan sekolah. "Pegangin tas aku sebentar, dong," pinta Chrystal, berusaha mengoper tasnya yang besar kepadaku.
"Dih, what's the magic word?" Sahutku dengan satu alis terangkat. Kadang anak ini sangat tidak sopan dengan caranya yang suka menyuruh seenaknya seperti ini.
Sebenarnya, aku mau saja membawa tas itu. Tapi mengingat isinya yang lumayan banyak, aku jadi malas untuk membawanya. Ntah apa yang Chrystal bawa, aku juga tidak peduli, dia selalu membawa barang yang seharusnya tidak dibutuhkan. Sungguh penting, bukan?
Ia mendengus pelan sembari kesusahan dengan barang bawaannya itu, "huh, nggak usah. Makasih!" ucapnya kesal.
Kami berhenti di halte dan duduk di salah satu kursi panjang yang tersedia, sementara aku merogoh saku-ku kembali untuk mengambil ponsel. "Lama banget, sih, mana panas begini." Ujarku.
Aku memandang ke atas langit, awan mulai terbagi dan saling berjauhan diatas sana. Membentuk suatu gumpalan yang sangat lucu, seperti permen kapas. Sangat lucu sekali.
Tentu saja mataku langsung berair.
Bukan karena nangis! Tapi karena aku tidak terlalu tahan menatap sinar matahari secara langsung, terkadang tidak hanya mata berair. Bisa juga pusing dan bahkan sampai aku jatuh pingsan. Karena itu aku selalu sedia botol obat tetes mata dan juga segepok tisu. Untuk berjaga-jaga.
"Nah, loh, kan! Jangan terlalu lama natap langitnya!" Tegur Chrystal, setengah panik. Kalau lagi kambuh seperti ini, dia lah orang yang paling siap siaga membantuku.
"Ma.... Makasih," aku menerima tisu dan mengusap air mataku sendiri, sebelum mengalir lebih deras lagi.
TIN...TIN...TIN..!
Tidak lama kemudian terdengar suara klakson mobil yang sangat familiar, siapa lagi kalau bukan Papa. Orang yang sedaritadi aku tunggu-tunggu. Mobilnya berhenti tepat di depan kami, lalu ia menurunkan kaca jendelanya, " Udah lama ya?" tanya-nya.
"Menurut ngana?!" Pekikku dalam hati. Tentu saja aku tidak berani mengatakan hal itu secara langsung, bisa saja aku langsung dikutuk pada saat itu juga. Aku mengatur nafas dan juga mimik wajahku untuk terlihat sesantai mungkin. "Iya," jawabku, singkat.
"Hai, Papi!" Chrystal melambaikan tangan ke arahnya sambil tersenyum. "Kasian, Pi. Ezielle udah nunggu lama, nih. Daritadi dia nge-gerutu terus nggak ada habisnya!" ujar Chrystal dengan tampang watadosnya.
Papa tertawa kecil, sedangkan aku mencoba untuk tidak berkata kasar dan sedang mengontrol diri untuk tidak mendaratkan kepalan tangan kananku ke dahi Chrystal. Tak lama setelah itu, aku beranjak dari kursi. "Aku duluan, ya?" Pamitku ke Chrystal, ia mengangguk pelan sambil tersenyum.
Dan kemudian aku masuk ke dalam mobil, sudah pasti hening menyelimuti keberadaan kami. Habisnya, aku tidak tau mau membicarakan apa dengan Papa. Aku memang dekat dengannya, tapi kalau seperti ini, pasti akan canggung juga.
"Gimana kuliahnya hari ini, aman? Ada yang menarik?" Tanya Papa, ia tau keadaan semakin canggung. Untungnya ia sangat peka, hahaha.
"Hmmm," aku berdeham pelan. "Same as usual, nothing special." Jawabku kemudian dengan nada pelan.