icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Jangan Rubah Takdirku

Jangan Rubah Takdirku

Pena_aQuina

5.0
Komentar
14K
Penayangan
125
Bab

Surga Duniaku hancur dalam seketika, kebahagiaan masih menyelimuti rumah tangga kami saat suamiku akan berangkat dinas. Hari-hari penuh dengan cinta yang manis kami lalui bersama, setelah kami memutuskan untuk menikah dalam usia muda. Nyaris tidak pernah ada kata pertengkaran yag terucap dari mulut kami berdua meski banyak orang menentangnya. Semua berjalan manis dan sangat membahagiakan. Sampai suamiku berangkat tugas ke negara bagian utara, terjadi ketegangan di perbatasan negara antara penduduk sekitar dengan penduduk negara lain mengharuskannya bertugas selama sebulan. Kerumitan dalam rumah tangga dimulai.. Aku tidak lagi mendengar kabar tentangnya, suamiku tersayang. Sejak aku keluar dari rumah suamiku. Kami berpisah, bahkan dalam pernikahan yang masih mengikat hidup kami. Setahun aku hidup tanpa arah tujuan, nyaris tiada semangat hidup lagi. Kesedihan selalu merundungku. Dalam keterpurukanku aku bertemu satu-satunya keluargaku yang masih tersisa, ternyata aku bukan hidup sebatang kara, seperti yang selalu aku pikirkan saat masih hidup di panti asuhan. Pamanku mengubah kehidupanku, aku menjadi dokter muda setelah mengejar studiku selama 7 tahun, Kehidupanku lebih membaik, perlahan luka dihati juga memudar. Tahun pertama aku kerja di rumah sakit begitu menyenangkan, aku benar-benar merasakan kesuksesan sekarang. Prestasi kerjaku membuahkan hasil, aku menjadi dokter dengan reputasi baik. Siapa sangka, aku bertemu lagi dengan mantan suamiku. Luka lama kembali terkoyak. Pria itu terlihat lebih menggoda, debaran ini masih sama seperti 10 tahun lalu tapi mustahil bagi kami untuk bersama kembali. Dinding yang membatasi hidup kami terlalu terjal. Erik menyalakan kembali api asmara diantara kami yang sempat redup, dia hampir membuatku terbakar asmara kembali. Sikapnya yang dingin membuatku membeku meski dalam kobaran api. Tatapan mata itu masih penuh cinta tapi kenapa sikapnya sedingin kutub utara? Apa dia akan membenciku karena aku lari dari rumah 8 tahun lalu? Apakah dia akan menyalahkanku seperti orang lain? Tidakkah dia bisa menilai jika aku bukan orang yang patut dipersalahkan? Cinta tulus menyatukan Erik dan Azalea kembali. Kerumitan dalam keluarga teratasi, orang tua Erik merestui hubungan putranya dengan Azalea, istri terbaik untuk putranya. Orang tua Erik tidak lagi memaksakan kehendak kepada putranya. Kebahagiaan ditentukan oleh dirinya sendiri, bukan atas pilihan terbaik orang lain.

Bab 1 Keputusan Azalea.

Dokter Azalea duduk di kursi kerjanya, tekun menyelesaikan catatan pada rekam medis pasien yang baru saja dia periksa.

“Pasien selanjutnya.” Suara dokter Azalea memberikan perintah.

Seorang perawat yang menjadi asisten dokter Azalea sore ini mendekatinya tanpa membawa rekam medis. Ini berarti tidak ada pasien yang tersisa untuk sore ini, tugasnya selesai. Dokter Azalea segera menolak kursinya ke belakang dan bersiap untuk bangkit. Perawat Tia segera menghentikannya, dia heran kenapa dokter Azalea terlihat buru-buru. Bahkan Tia belum memberitahukan apa yang ingin disampaikannya kepada dokter cantik di hadapannya itu.

“Tunggu dokter, dokter mau kemana?” Tangan perawat Tia sudah siap berjaga di hadapan dokter Azalea. Takut jika wanita di hadapannya itu akan meninggalkannya begitu saja.

“Apa lagi? Tidak ada pasien lagi kan? Aku ingin cepat pulang.” Raut wajah Dokter Azalea yang sudah mulai lelah itu terlihat bersemangat untuk pulang.

“Kenapa buru-buru pulang? Tidakkah anda ingin bersama kami lebih lama? Teman-teman sudah menyiapkan pesta perpisahan untuk Dokter.” Tia mengingatkan kembali, dia khawatir jika dokter Azalea melupakannya.

“Tidak perlu kalian melakukan semua itu, Aku tahu jika kalian begitu sibuk. Apalagi setelah aku meninggalkan tempatku ini.”

“Tapi dokter?”

“Sudah, lanjutkan saja tugasmu. Aku mau pulang, bye.” Seulas senyum merekah di wajah cantik dokter Azalea. Dokter cantik itu berjalan keluar dari ruang prakteknya dengan langkah anggun. Sepatu bertumit tinggi dan runcing itu menambah indah gerak langkah kakinya.

Azalea menuju ruang pribadinya sebelum memutuskan untuk keluar dari rumah sakit tersebut untuk waktu yang lama. Bukan karena Azalea membuat kesalahan tapi karena prestasi kerjanya yang bagus serta ada tempat kosong di Rumah Sakit cabang, tepatnya di kota Krisan.

Azalea sangat menyukai tempat kerjanya saat ini tapi tawaran di tempat baru membuatnya lebih bersemangat. Azalea selalu memberikan jawaban yang sama, alasanya menerima tawaran tersebut karena ingin merasakan suasana kerja dan pengalaman di tempat baru. Azalea menyembunyikan alasan sebenarnya.

Teman-teman kerja Azalea terkejut, selama ini dokter cantik itu tidak pernah menerima tawaran penempatan di rumah sakit yang lebih bagus karena Azalea sangat menyukai Rumah sakit di ibu kota ini. Keputusannya kali ini membuat semua orang terdekatnya penasaran. Tapi apapun keputusan Azalea, mereka akan mendukungnya karena Azalea merupakan dokter kesayangan mereka. Sikapnya yang baik dan setia kawan membuat orang disekitarnya menyukainya.

Azalea membuka pintu ruangannya, nafasnya tertahan sesaat karena melihat ruangnya telah berubah. Saat ini lebih tepat jika ruangan tersebut bernama gudang hadiah. Banyak sekali kotak kado serta buket bunga, semua berisi ucapan selamat serta doa terbaik untuk Dokter Azalea. Tidak mungkin jika Azalea tidak tersentuh dengan kejutan tersebut, betapa dia merasa sangat dihargai di lingkungan hidupnya saat ini. Semuanya berbanding terbalik dengan kehidupannya delapan tahun lalu.

“Terharu?” Suara lembut dari arah belakang mengejutkan Azalea. Orang tersebut kemudian memeluk Azalea dari belakang. “Aku akan merindukanmu. Andaikan saja Aku bisa ikut denganmu.” Keluhannya membuat Azalea berat untuk meninggalkannya.

Azalea buru–buru menyeka air mata yang sempat berseluncur indah melewati pipinya. Dia perlahan membalikkan tubuhnya lalu menatap sahabatnya itu dengan tegar.

“Cengeng.” celetup Azalea membuat wanita di hadapannya itu seketika menghentikan tangisnya.

“Kau mengejekku? Seharusnya kau terharu, karena aku jarang menangis untuk siapapun. Bahkan suamiku sekalipun.” Bibirnya yang tipis sudah membentuk kerucut, wajah murungnya membuat Azalea sedikit tidak tega.

Dokter Bella adalah sahabat terbaiknya, mereka saling mengenal saat masih di fakultas kedokteran, hanya saja spesialis mereka berbeda, Azalea mengambil spesialis bedah sedangkan Bella spesialis anak. Mereka sudah seperti saudara, suami Bella juga akrab dengan Azalea. Saat sepasang suami istri itu ada acara maka Azalea harus bersiap untuk menjadi babysitter dadakan anak mereka. Azalea sama sekali tidak keberatan karena dia memang menyukai anak-anak.

Bella seringkali menggoda Azalea untuk menikah lagi agar memiliki anak kecil sendiri. Azalea tidak pernah menanggapinya, dia akan tiba-tiba diam dan mengunci seribu kalimatnya rapat-rapat dalam pikirannya jika Bela menyinggung tentang rumah tangga. Pernikahan Azalea telah meninggalkan trauma yang cukup dalam di hatinya. Bahkan kehidupan rumah tangganya itu bagaikan benang kusut yang tiada penyelesaian hingga sekarang. Azalea seperti tergantung tanpa tali.

“Jangan membuatku bimbang, rayuanmu takkan mampu menghentikanku.” Azalea menarik tisu yang ada di atas meja dekat pintu, lalu mengarahkannya ke wajah Bella. “Berhenti menangis, malulah dengan umur. Kita tidak pantas melakukan hal ini lagi.” Azalea menyeka air mata Bella yang sudah membanjiri wajahnya yang mungil itu.

“Apa yang salah dengan umur kita? Sudah berkepala tiga bukanlah hal yang memalukan, kenapa jika kita sudah tidak muda lagi? Apakah air mata hanya milik anak remaja?” Bujukan Azalea selalu berujung ocehan Bella. Dia memang berhenti menangis, tapi Azalea harus mendengar omelan panjang sahabatnya itu.

“Dasar keras kepala. Sudah hentikan, untuk kali ini saja aku sedang tidak ingin mendengarkan ceramahmu. Lebih baik kau bantu aku untuk membereskan barang-barangku. Ayo mulai bekerja, agar aku bisa pulang cepat.” Azalea telah berbalik dan menatap semua hadiah yang berada dalam ruangannya tersebut. Menghela nafas sesaat sebelum akhirnya dia mulai melihat hadiah tersebut satu persatu.

“Hei! untuk apa pulang cepat? Kita masih ada pesta perpisahan dengan teman-teman sampai malam. Aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja.” Protes Bella.

Azalea tidak mempedulikannya lagi, dia sibuk merapikan barang-barangnya. Azalea juga sudah menelpon salah satu office boy untuk membantunya membawa hadiah-hadiah yang memenuhi ruangannya ke mobilnya. Tidak mungkin semuanya bisa dibawa, dia hanya mengambil beberapa saja dan membiarkan yang lainnya untuk tetap menghuni ruangan tersebut. Lagipula dia tidak pergi untuk selamanya. Tugasnya kali ini hanya sementara waktu, tiga bulan untuknya berada di tempat baru dan coba menyelesaikan masa lalunya yang tertunda.

“Hei! Azalea Jovanka! Aku membencimu!” Teriak Bella yang telah ditinggal pergi oleh Azalea. Dokter cantik itu berjalan menjauh sambil membawa buket bunga tulip putih dan empat paper bag berisi hadiah dari teman dekatnya.

“Aku menyayangimu.” Balas Azalea tanpa membalikkan badan.

***

Mobil Azalea memasuki rumah dengan pagar tinggi yang mengelilinginya, dia sudah melewati gerbang dengan penjagaan yang ketat. Dua Satpam bertubuh tinggi besar dengan badan yang kekar membuat penampilan mereka ditakuti, tapi tidak untuk Azalea. Orang-orang di rumah tersebut sangat menghormatinya.

Dua orang pelayan langsung menghampirinya begitu mobil berwarna merah yang dikendarainya terparkir di halaman rumah. Pelayan perempuan menuju bagasi mobil untuk membawa barang-barang Azalea dan seorang lagi pelayan pria masuk ke dalam mobil setelah Azalea keluar, pria tersebut bertugas memarkir mobil ke dalam garasi.

Azalea sudah menikmati kehidupan mewah ini sejak tujuh tahun lalu, dia tidak lagi menderita seperti saat tinggal di rumah mertuanya. Kehidupan Azalea berubah tiga ratus delapan puluh derajat setelah bertemu dengan Tuan David Fredrikson.

Bukan hanya kemewahan yang Azalea dapatkan tapi juga berita tak sedap tentangnya. Azalea tidak peduli dengan semua itu. Dia sudah terbiasa dengan pandangan buruk orang lain.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku