Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Suara derap langkah memenuhi ruangan itu, setiap pijakan yang pria itu ambil terdengar tegas dan penuh wibawa. Bahkan hanya dari suara sepatu yang menghantam marmer itu, seisi mansion bisa tahu siapa yang sedang berjalan tidak jauh dari mereka.
Matheo Nagawa Johanson, jawabannya.
Tatapan tajam, tubuh tegap yang tinggi, rahang yang tegas, bahu yang lebar dan dada yang bidak. Ia adalah gambaran bentuk dari sebuah kesempurnaan. Tidak hanya sebatas penampilan saja tapi ia juga memiliki kemampuan bela diri yang luar biasa, dengan IQ 180 ia mampu memimpin dua perusahaan sekaligus dan jangan lupakan kemampuannya dalam menyusun taktik serta menghancurkan orang lain.
Hanya saja di balik kesempurnaan itu ia juga memiliki kecacatan dan kelemahan yang sudah pasti dimiliki oleh setiap orang. Sikap malas, suka meremehkan, dan tidak ingin terlibat dengan banyak hal membuatnya malah terjebak di dalam sebuah masalah yang tidak ada akhirnya.
Perebutan harta warisan dan tahta penerus perusahaan membuat keluarganya terpecah kedalam dua kubu, kubu Istri Pertama dan kubu Istri Kedua. Hal ini membuktikan jika keputusan ayahnya untuk menikah dua kali bukannya mendapatkan keberkahan melainkan sebuah petaka bagi seluruh keluarga Johanson.
Masalah itu tidak hanya selesai dalam kurun waktu beberapa hari atau bulan karena perebutan tahta yang melibatkan banyak pihak dengan beragam siasat itu menjadi sebuah pertempuran yang cukup sengit. Tapi berkat masalah itu Theo yang selalu menganggap enteng semua hal dan bersikap malas jadi berubah. Pria itu menunjukkan siapa dia yang sebenarnya.
Ia yang awalnya terlalu malas untuk terlibat dalam masalah perebutan kursi Direktur Utama Perusahaan, akhirnya terlibat juga setelah nyawanya hampir hilang. Tidak hanya dirinya tapi sebagai putra tunggal dari istri pertama ayahnya, sang ibu yang sudah sakit-sakitan juga terancam.
Bahkan, kabar jika kedua saudara tirinya memperlakukan ibunya dengan buruk sudah menyebar seperti tumor di dalam perusahaan Johanson Company. Tidak terima dengan sikap mena-mena kedua kakak dan ibu tirinya membuat Theo akhirnya bergerak juga. Beragam rencana diluncurkannya, hingga akhirnya hari itu tiba juga.
Theo melangkah dengan cepat memasuki kamar tidurnya untuk menemui wanita yang sudah menunggu sejak tadi. Senyum hangat terpatri di wajahnya melihat wanita itu sedang diam menatap rembulan dari balik jendela.
"Apa yang sedang kau pikirkan sekarang?" tanyanya membuat wanita itu sedikit berjengit kaget.
"Seperti biasa ya kau selalu membuatku kaget, bagaimana dengan persiapanmu?" tanya wanita itu mengalihkan pandangannya untuk menatap wajah Theo.
Theo mendekat dan menaruh kepalanya di pundak kecil itu, "Lyra," gumamnya pelan memanggil nama wanita yang telah resmi menyandang gelar sebagai istrinya itu sejak setahun yang lalu.
"Tak apa, aku yakin kau sudah mempersiapkan semuanya dengan baik," Lyra menepuk punggung Theo pelan.
"Aku hanya sedikit takut sekarang, bagaimanapun juga mereka anggota keluargaku Lyra, jika aku mengakhiri hidup mereka sekarang apa itu hal yang wajar?"
"Aku juga sama takutnya sepertimu, aku juga tidak akan sanggup melakukan hal seperti itu. Sedari tadi yang aku pikirkan bukan lah membunuh kedua kakakmu, tapi memberikan mereka pelajaran yang jelas."
"Maksudmu?" Theo mengurai pelukan itu, ia menatap wajah Lyra yang tampak sangat cantik saat terkena cahaya rembulan.
"Bukankah mereka tergila-gila dengan kekuasaan dan uang?, maka rebut semua hal itu dari mereka berdua. Buat mereka tidak dapat merasakan sedikitpun kekuasaan dan uang, dengan demikian mereka akan tetap hidup tapi tidak lebih dari sebuah neraka."
"Tapi, kita sudah bergerak sejauh ini, hanya perlu satu langkah untuk menghabisi mereka."
Semua sudah sesuai dengan rencananya, kedua kakaknya juga sudah masuk ke dalam perangkap. Ia sangat yakin jika sekarang kedua orang itu sedang tidur nyenyak, karena berpikir telah berhasil mengelabui dan membodohinya.
Saat ini yang Theo perlu lakukan hanya lah membunuh kedua kakaknya yang sedang berada di wilayah selatan kota, kedua orang itu terlalu gegabah sehingga tidak menyadari jika sudah masuk ke dalam perangkap. Terlebih lagi tingkat pengamanan kedua kakaknya sangat rendah dibandingkan saat mereka berada di pusat kota.
"Aku tahu itu," ujar Lyra menatap sendu suaminya, "Setelah semua yang mereka lakukan kepadamu dan ibumu, tentu saja pilihan untuk membunuh mereka adalah yang terbaik. Namun, jika kau menyerang mereka sekarang kau hanya akan dikenal sebagai seorang pembunuh."
Theo diam mendengar apa yang Lyra katakan, ia bisa merasakan pelukan hangat dari istrinya, "Aku tidak ingin kau dikenal sebagai seorang pembunuh dengan alasan harta warisan karena itu terlalu konyol, aku ingin kau dikenal sebagai penyelamat keluarga dan perusahaan Johanson."
Mendengar itu membuat Theo berbalik dan membalas pelukan Lyra, "Apa yang harus aku lakukan?"
Lyra menyunggingkan senyumnya, Theo tidak dapat memahami raut wajah wanita itu. Ia hanya bisa ikut saat tangannya ditarik menuju ke ruangan kerja yang berada di sebelah kamarnya. Kini ia ikut tersenyum saat mendapati Mark sudah siap menunggu kedatangannya disana.