icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kebencian Naga
4.8
Komentar
786
Penayangan
1
Bab

Ascal Linch harus menerima kematian dengan cara paling memalukan.

Bab 1 Kematian

Nafas naga itu memburu, seolah mengartikan akhir dari kehidupannya. Setiap inci dari tubuh bergetar hebat setiap kali merasakan niat membunuh dari musuh. Raga terus memaksa untuk lari dari sana, tetapi hati menolak, menuntut agar ia tetap di sana, mempertahankan kehormatan dari ras Naga Hitam yang selama ini ia jaga. Tatapan tajam dari musuh-musuhnya selalu berhasil menunjukkan intimidasi yang intens.

Hentakan kuat dari sang naga—Ascal Linch—telah berhasil membuat gelombang kejut yang meratakan hutan sekitarnya. Dalam radius 3 kilometer dari tempat ia berada, hutan telah menjadi dataran tandus yang gersang dan tak memiliki tanda-tanda kehidupan.

Senyuman dari mulut yang dipenuhi oleh gigi-gigi tajam dan rapat tersungging sangat mengerikan. Sedikit puas. Ia berharap jika musuh-musuhnya telah terkalahkan, tetapi sayang, serangan itu gagal untuk menyingkirkan lawan yang membuatnya bergetar ketakutan seperti anak-anak yang melihat hantu. Gertakan gigi terdengar cukup keras.

“Manusia angkuh!”

Lingkaran cahaya memenuhi angkasa. Energi mana pekat telah meneror—tidak pernah Ascal rasakan kekuatan sebesar ini. Merasa dalam bahaya, kobaran api panas menguar dari nafas yang membara. Membakar tanah sekitar hingga menghitam legam.

Tidak menyerah, Ascal menambahkan kepakan sayapnya bersamaan, menciptakan kobaran api yang jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya dan memunculkan ombak api pemusnahan. Angin puyuh terbentuk dari kipasan yang dilakukan, membakar sekitar dan dengan cepat menyebar.

Ia tidak lagi dipenuhi oleh harapan, tubuhnya semakin terguncang saat mengetahui sebuah pelindung besar berwarna kekuningan berada di sekitar pahlawan. Rangkaian sihir suci telah melindungi manusia-manusia itu dari kematian yang Ascal harapkan.

“Menyerahlah, ini adalah akhir dari ras Naga Hitam, Ascal Linch! Kesombongan yang kamu miliki seharusnya ditebus dengan kematian!” seru salah satu pahlawan dari kejauhan. Suaranya tegas dan berwibawa. Bergema di udara dan memberikan ancaman nyata. Ia berkata penuh percaya diri, seolah mampu untuk membinasakannya kapan pun.

“Tidak akan pernah! Aku tidak akan membiarkan manusia berdiri di puncak. Kalian adalah makhluk tamak yang hanya akan membawa kehancuran pada dunia yang kotor ini. Ras Naga Hitam sudah seharusnya memimpin,” tolak Ascal. Ketakutan memang dirasakan, tetapi dari nada bicara Ascal, tidak pernah terlihat keraguan sedikit pun.

“Kalau memang itu keputusanmu, bersiaplah menerima ajalmu!”

Pahlawan itu berlari. Kecepatan yang ia miliki benar-benar berada di level yang berbeda. Hanya dalam sekejap mata, kehadirannya sudah berada di depan mata Ascal, mencoba untuk menancapkan ujung pedang, berakhir terpental kembali ke tanah. Kilauan emas mengelilinginya dan memberikan penyembuhan dari sang dewi. Pahlawan kemudian berputar di udara untuk meminimalkan dampak serangan, lantas kembali berdiri dengan tegap dan mempersiapkan ancang-ancang.

Mana mulai berkumpul dalam satu wilayah, memenuhi pedang suci yang pahlawan gunakan. Ascal tidak membiarkan hal itu berlangsung, menembakkan serangan laser dari dalam mulutnya yang menganga. Sebelum serangan berdampak buruk bagi sang pahlawan, seseorang dengan tameng yang besar berdiri di depan. Melindungi dari serangan mematikan dan memantulkannya kembali pada penembak.

Ascal gagal menghindar dari serangan balik tersebut. Ia menerima goresan sebagai dampak kelalaian. Persiapan pahlawan dalam mengumpulkan dan memadatkan mana di pedangnya telah mengubah udara sekitar menjadi dingin dan hangat secara bersamaan. Awan mengepul dan berkerumun, guntur mulai menyambar berulang-ulang, menunjukkan ketakutan nyata dari sebuah kematian. Intimidasi dan suasana mencekam telah membawa Ascal pada kecemasan dan ketakutan akan kematian.

Insting buas memberitahu serangan yang akan dilanjutkan dapat merebut nyawanya, segera ia mengangkat badan dengan kepakan sayap kuat. Ia mengapung di udara, terombang-ambing perlahan. Sayapnya tidak pernah berhenti bergetar, tidak pernah pula berhenti memberitahu untuk segera kabur dari sana.

Ia tidak boleh menyerah! Bukan demi diri sendiri, tetapi juga seluruh ras Naga Hitam. Kehormatan selama ribuan tahun tidak boleh dinodai. Ascal tidak akan mencoreng nama para pendiri. Tidak akan pernah! Ia menetapkan hati, bersumpah akan tetap melangkah maju sekalipun harus kehilangan nyawa. Melaksanakan janji dan tanggung jawab sebagai pemimpin. Sekali lagi, ia menegaskan pada dirinya bahwa ia tidak sudi melihat manusia berdiri di puncak!

Setelah tebasan pertama dari serangan pedang, sebuah bilah cahaya berukuran raksasa terbentuk, terlihat tepat di depan mata. Bergulir dengan cepat mengarah ke tubuh. Ia juga merespons, namun sebagai balasan, sayapnya terpenggal. Ascal jatuh dari ketinggian. Kawah besar terbentuk dengan tubuh besar dari seekor naga sebagai cetakan. Secara otomatis terisi oleh air, menjadi danau yang dengan tiba-tiba muncul dalam semalam.

Lima orang berada tepat di hadapan naga itu. Ascal mencoba mengeluarkan semburan api, namun tanpa kekuatan yang cukup, mustahil ia bisa melukai mereka.

Seseorang dari mereka bergerak maju. Berdiri paling depan dan mengeluarkan rantai emas yang mengekang erat. Mencekik di leher dan sekujur tubuhnya. Ascal merasa tubuhnya akan terbagi menjadi beberapa bagian jika kekangan diperkuat lebih dari ini. Ia merintih dan meraung kesakitan. Tidak ada tempat untuk mengadu. Kekuatan yang ia miliki semakin cepat dikuras. Lemas, kehilangan seluruh tenaga. Belum lagi dengan darah yang terus keluar tiada henti-hentinya. Ia akan mati!

‘Aku tidak ingin terbunuh! Aku tidak ingin dikalahkan oleh manusia lemah! Tidak boleh dan tidak akan pernah!’ Ascal membatin.

Berharap sebuah keajaiban. Ia berdoa pada Dewa Kematian, mengharapkannya untuk menunda ajalnya guna mempersiapkan diri untuk melawan para bajingan ini. Sesaat, ia tertawa di dalam hati, menatap penuh dengki pada kelima orang tersebut.

“Manusia, kalian akan menyesali penghinaan ini.”

“Ren, bagaimana menurutmu? Kekangan ini akan bertahan lebih lama, tetapi kita harus segera menyelesaikannya, ‘kan? Pak Tua itu akan menceramahi kita ribuan jam lamanya jika ini tetap berlangsung,” tanya wanita barusan, seseorang yang telah memberikan kekangan pada Ascal dengan cara merantainya.

“Mari dengarkan kata-kata terakhirnya. Anggap saja sebagai bentuk penghormatan.” Pria bernama Sarenim itu memberi jawaban dengan ramah ramah. Berbanding terbalik dengan yang ia tunjukkan pada Ascal sebelumnya.

Di antara mereka semua, Sarenim yang paling menakutkan. Energi sihir yang melekat di tubuhnya benar-benar berbeda dari manusia yang pernah Ascal temui. Level mereka berada di tingkatan lain, puluhan kali lipat lebih dari dirinya sendiri. Bagaimana manusia seperti mereka bisa ada di dunia ini? Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ascal harus memusnahkan ancaman umat manusia yang sesungguhnya!

“Katakan itu, Ascal Linch. Seorang mantan kaisar Naga Hitam yang sekarang telah runtuh.”

Ascal memaksakan senyuman. Kepala terjatuh menyentuh tanah rapat-rapat. Tidak dibiarkan untuk berbicara sedikit pun. Mereka mempermalukannya! Seekor naga terhormat yang disegani semua orang dibuat menggapai titik terendah dan mencium tanah. Penghinaan ini terlalu memalukan. Ia ingin melepaskan diri dan mencabik-cabik mereka, melemparkannya ke dalam kolampenu asam, dan membiarkan mereka menderita jauh lebih dari kejahatan ini, tetapi mustahil. Ascal tidak akan pernah dapat melakukannya. Ia kehilangan harapan yang berharga bagi dirinya sendiri.

“Ah, baiklah, aku tahu akan sulit untuk berbicara dengan mulut tertutup, jadi aku akan membantumu membukanya.”

Wanita tadi kembali berkata dengan tatapan tajam yang jahat. Rantai yang mengekang mulutnya telah meregang, mengalir ke empat titik berbeda, dan menancap dengan cara paling menyakitkan. Rantai ditarik sangat kuat. Ascal hingga merasa kulit dan dagingnya akan robek jika dilakukan lebih kuat lagi.

“Aku sangat penasaran dengan kerongkongannya. Bagaimana jika kita masuk? Sebuah dungeon mungkin saja ada di sana.” Stella, pemegang rantai, memberikan saran pada rekan-rekannya yang ditanggapi dengan tawa.

“Stella memang anak nakal. Hentikan itu dan biarkan dia berbicara.” Seorang wanita kembali muncul ke depan, memukul Stella dengan kuat. Ia memiliki warna mata yang indah dan rambut biru yang dikuncir. Pandangan lembut, terlihat sangat berkebalikan dengan sifatnya yang terkesan barbar dalam memegang belati yang dipenuhi darah.

“Kapten, lihatlah dia! Facalla selalu menganggu kesenanganku!” adu Stella pada kapten mereka, Serenim, yang memiliki panggilan Ren.

“Hentikan. Kita biarkan naga ini mengatakan kalimat terakhirnya.”

Ada perintah langsung, segera Stella melepaskan rantai. Ia memberi sedikit ruang bagi Ascal untuk bernafas, merenungi mulutnya yang mungkin sebentar lagi akan patah, dan kehilangan energi untuk berkata.

“Ma ... nusia ... kali ... an ... akan menerima ... balasannya ....”

Walaupun memakan waktu yang tidak sebentar, Ascal berhasil mengakhiri kalimat. Ia lihatkan senyuman terpaksa yang tidak tergambar di wajahnya, membiarkan kelima orang itu tetap menatapnya penuh makna sambil terdiam. Serenim mulai bereaksi dan membuka mulut.

“Jangan bodoh. Lingkaran sihir reinkarnasi yang kamu gunakan tidak akan bekerja.”

Segera, mata Ascal terbuka sangat lebar. Jantung seperti telah lama berhenti berdetak begitu ia tertangkap menyiapkan sihir reinkarnasi. Bajingan sialan itu! Ia gagal mengumpat, juga menyelamatkan dirinya sendiri.

“Facalla, selesaikan dia dan batalkan lingkaran reinkarnasi.”

“Sesuai perintahmu, Kapten.” Facalla menerima penghormatan penuh untuk menghabisi naga di hadapannya. Ia mengeluarkan aura membunuh yang begitu menekan. Seketika tubuh Ascal beraksi dan bergetar dengan hebat. Kekangan yang diberikan tidak dapat menggambarkan seberapa takutnya ia saat ini.

'Aku pastikan untuk membalaskan dendamku. Ingatlah itu!'

Sinar cerah memenuhi sekitar. Perlahan gelembung-gelembung kecil memenuhi angkasa dan diiringi oleh gemerlap. Cahaya mulai menyinari malam yang kelam, diikuti oleh raungan penuh penderitaan yang memekakkan telinga. Ascal tidak menyangka meregang nyawa akan sebegitu menyakitkannya. Jika saja ia tahu, ia akan menghabiskan seluruh hidupnya untuk mencari cara kehilangan nyawa tanpa rasa sakit.

Ketika mana mulai mengembang menjadi satu, sebuah kerucut pencabut nyawa telah berada di atasnya, lengkap dengan lingkaran sihir manipulasi gravitasi yang mengelilinginya. Merapatkan tubuh lekat-lekat di tanah tanpa dapat bergerak sedikit pun.

“Manusia telah mencapai puncak kejayaan dengan mengalahkanmu, Naga Bencana dari ras Naga Hitam. Namamu akan tetap dikenang bersama dengan kehancuran yang kamu bawa,” tutup Sarenim

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku