Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
CEO Yang Terbuang
5.0
Komentar
3
Penayangan
1
Bab

Senja Guntara, seorang gadis remaja yang baru memasuki SMA. Dia duduk sebangku dengan Adhitama, teman barunya yang diam bagai kutub. Meski Senja mencoba akrab, tapi Adhitama selalu menghindar. Hingga saat Senja kesal baru ia tahu alasan kenapa teman sebangkunya sangat menutup diri. Sejak saat itu, Senja berusaha membantu Adhi untuk lebih terbuka dengan teman yang lain. Dan semakin lama, Senja tertarik dalam kehidupan Adhi yang rumit. Kedekatan keduanya membuat Adhi memiliki perasaan yang lebih, tapi sayang Senja tidak peka. Adhi pun tidak berani mengungkapkan perasaannya karena minder dengan status sosialnya yang berbeda jauh dari Senja. Bagaimana kisah cinta mereka? Nantikan terus melanjutkannya.

Bab 1 Pertemuan

Sejak pagi gadis itu sangat bersemangat karena akan memasuki SMA. Semalam Senja sudah mempersiapkan semua untuk sekolah barunya.

Senja memilih sekolah swasta ternama di kota. Beda dengan Lily, sang adik yang memilih sekolah negeri. Usia mereka beda dua setengah tahun. Sekarang gadis yang memiliki nama lengkap Lily Guntara kelas dua SMP.

Jika Senja adalah duplikat ayahnya sedangkan Lily adalah fotocopy sang ibu. Raut wajah yang sama persis dengan Kirana. Sifatnya juga beda-beda tipis, Lily jauh lebih pendiam.

"Kamu sudah menyiapkan semua perlengkapan untuk MOS?" tanya Kirana pada sang putri.

Senja yang akan membalik piring, mendongak menatap sang ibu.

"Sudah dong, Ma," jawab gadis itu dengan riang.

"Pagi, Mama, Papa, Kakak!" sapa Lily yang baru turun.

"Pagi, Sayang. Cepat makan, lihat kakakmu sudah tidak sabar untuk menjadi murid SMA," ucap Kirana

"Iya dong. Katanya kan SMA masa-masa paling indah," sahut Senja. Sang adik hanya terkekeh melihat kakaknya. Dia segera menarik kursi dan segera duduk.

Sekarang Kirana tinggal bersama keluarga kecilnya. Sang nenek yang merawatnya telah meninggal dunia. Nenek Sarti meninggal saat Senja berusia lima tahun. Lalu setahun yang lalu Bu Suci dan Keenan juga pindah. Keenan sudah menikah, sang ibu tidak tega meninggalkan putranya itu.

Meski dengan keterbatasan, Keenan sudah sangat mandiri. Kadang mereka berkunjung karena Abraham mencarikan tempat tinggal yang tidak jauh dari rumah keluarga kecilnya.

Ada art yang membantu di sana lalu seorang supir pribadi yang disuruh Pak Robert untuk mengantar jemput kedua cucunya. Karena saat pagi mereka berangkat bersama sang ayah.

Sebenarnya Senja dan Lily tidak ingin dijemput supir. Mereka memilih memesan ojek online saja, tapi sang kakek melarang hal itu. Katanya sih demi keselamatan dan keamanan.

"Perlengkapan sekolahmu sudah lengkap semua, Dek?" tanya Kirana pada putri keduanya. Mereka selesai sarapan dan bersiap berangkat.

"Sudah kok, Ma," jawab Lily sambil mencium tangan sang ibu.

Abraham menunggu dua putrinya keluar dulu. Dia selalu pamit paling belakangan agar bisa merayu sang istri. Meski tidak lagi muda, Abraham masih tetap bersikap romantis seperti dulu.

"Papa ayo!" teriak kedua putrinya saat Abraham hendak mencium sang istri. Pria itu mendengus sambil menjauhkan kepalanya yang tadi mendekat ke wajah Kirana.

"Jangan manyun gitu. Diprotes anak-anak nanti," ucap Kirana sambil menggandeng tangan suaminya seraya berjalan menuju depan.

Kirana tersenyum sambil melambaikan tangan saat mobil yang membawa tiga orang yang dia cintai perlahan menjauh.

**

Saat mengikuti upacara, Senja melihat seorang anak yang datang terlambat. Mungkin dia juga murid baru karena memakai atribut MOS seperti yang lain. Tapi bajunya terlihat lusuh dan warnanya sudah pudar.

Siswa itu mengendap-endap lalu langsung berdiri di barisan paling belakang. Dia juga asal saat berbaris entah itu di kelompoknya atau bukan.

Sejak awal pandangan mata Senja dan murid itu beradu. Sorot matanya sangat tajam. Wajahnya pun terlihat ketus tak bersahabat. Meski tampan, tapi sangat menakutkan jika menatap matanya.

Saat masa orientasi siswa selesai, ternyata laki-laki itu teman sekelas Senja. Bahkan mereka duduk sebangku. Ada alasan yang mendasari hal itu.

Siswa itu bernama Adhitama, sejak awal dia memang selalu terlambat masuk sekolah. Tapi hari ini dia tidak sendiri. Senja juga terlambat karena tadi sang adik lupa membawa tugas hingga akhirnya sang ayah pulang lagi. Mereka harus kembali untuk mengambil tugas Lily.

Setelah keruangan BK mengambil poin pelanggaran, keduanya berjalan beriringan untuk memasuki kelas. Sebelumnya Senja dan Adhitama tidak tahu jika mereka satu kelas.

Sesampainya di kelas yang dituju, keduanya saling berpandangan. Tak ada kata yang terucap meski sedari tadi mereka jalan berdua.

"Ternyata kita teman sekelas ya?" ucap Senja mencoba akrab dengan kawan barunya.

"Aku Senja," lanjut gadis itu sambil mengulurkan tangan.

Adhitama segera melengos tanpa merespon apapun ucapan putri Abraham. Dia langsung mengetuk pintu kelas yang tertutup.

Senja yang diperlakukan seperti itu mendengus kesal. Dia ingin marah pada teman barunya, tapi pintu sudah dibuka.

"Kalian berdua terlambat?" tanya sang guru ketika membuka pintu.

Adhitama langsung memberikan kartu yang berisi poin pelanggaran. Dia sudah hafal dengan itu semua. Senja tertunduk takut. Dia menyerahkan kartu yang sama sambil mengucap maaf.

"Kalian perkenalkan diri dulu!" ucap Bu guru yang belum diketahui namanya oleh Senja.

"Kamu dulu!" lanjut sang guru sambil menunjuk kakak Lily.

Gadis itu langsung maju melewati Adhitama. Dia berdiri di depan kelas lalu memperkenalkan diri. Banyak anak laki-laki yang menanggapi perkenalan diri Senja. Dia anak yang cantik dan selalu ceria.

Senja diperbolehkan duduk setelah memperkenalkan diri. Saat putri pertama Kirana berjalan menuju bangkunya, Adhitama ganti berdiri di depan kelas untuk memperkenalkan diri. Tak ada tanggapan meriah seperti saat Senja tadi. Bahkan terdengar nada ejekan dari teman sekelas lainnya.

Sekolah tersebut memang memiliki nama dan prestasi yang selalu membanggakan. Sebagian besar muridnya adalah orang dari golongan menengah ke atas. Tadi dengan jelas Adhitama mengatakan jika dia masuk karena beasiswa.

Selain itu, dari penampilannya pun sudah terlihat jika pemuda itu bukan dari kalangan orang kaya.

Sejak saat itu, meski mereka duduk sebangku, Senja tidak pernah berbicara dengan Adhitama. Anaknya terlalu pendiam. Sering Senja berinisiatif untuk mengajak bicara dulu, tapi Adhitama selalu mengabaikan.

Adhitama anak yang pandai. Dia dengan mudah memahami apa yang diterangkan oleh guru. Saat ujian pun dia selalu selesai dulu. Dia juga selalu mendapat nilai tertinggi di kelas.

Kebiasaan Adhitama yang paling mencolok, dia selalu datang terlambat. Pulang sekolah pun dia bergegas pergi. Biasanya banyak anak yang akan berbincang dulu dengan kawan lain, tapi Adhitama langsung melesat meninggalkan sekolah.

Pria itu berbicara saat menjawab pertanyaan dari guru. Dia juga terlalu menutup diri untuk teman yang lain. Saat istirahat, jika teman yang lain pergi ke kantin, Adhitama memilih ke perpustakaan atau halaman belakang sekolah.

Sepertinya pemuda itu tidak memiliki uang untuk membeli sesuatu seperti teman yang lain. Jika ada teman yang menawari, Adhitama langsung pergi. Entah malu atau apapun alasannya.

Hari ini Senja mendatangi perpustakaan. Dia tidak menguntit Adhitama. Dia sedang bosan saja menghabiskan waktu istirahat di kantin bersama beberapa temannya.

Senja melihat teman sebangkunya duduk manis dengan menghadap buku. Adhitama terlihat serius, setiap hari juga begitu. Niat mau mendekat, tapi Senja urungkan. Nanti juga mendapat respon yang diabaikan seperti biasa.

Putri sulung Abraham memang mempunyai hobi membaca. Tapi hanya membaca komik atau novel. Dia tidak tertarik dengan buku ilmiah. Di perpustakaan itu, gadis berusia 17 tahun itu mengelilingi rak buku. Tentu saja dia mencari buku favoritnya.

Meski menemukan rak buku yang berisi novel, tapi Senja tidak tertarik dengan novel-novel yang ada di sana. Dia terus berjalan menyamping sambil membaca judul buku di rak.

Tanpa sadar gadis itu menabrak murid lain yang sedang membawa tumpukan buku. Murid itu pun tidak melihat Senja yang ada di depannya.

"Maaf!" ucap keduanya bersamaan. Keduanya pun berjongkok secara bersama. Senja memunguti buku-buku yang berserakan.

"Maaf, aku tidak sengaja," ucap Senja sambil menyerahkan buku yang berhasil dia kumpulkan.

"Iya, tidak apa-apa. Aku juga minta maaf karena tidak melihat mu," ucap murid tersebut sambil menerima buku dari Senja.

Murid tersebut terdiam sambil memilah buku-buku tadi. Dia juga terlihat cemas. Senja tetap berdiri di depan murid tadi. Dia memperhatikan apa yang dilakukan murid laki-laki berkacamata itu .

"Apa aku bisa membantumu?" tanya gadis muda itu.

Murid itu mendongak, "Tak perlu, aku bisa menyelesaikan sendiri ," ucapnya dengan ramah.

"Aku bisa bantu. Bukankah karena aku juga kamu jadi repot seperti ini," ucap Senja.

Siswa itu terdiam, tapi Senja sudah terlebih dahulu mengambil buku dan bertanya apa yang harus dilakukan. Karena paksaan dari Senja, murid tersebut pun menjelaskan apa yang mesti dilakukan.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Shahinaz Quibele

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku