/0/23599/coverorgin.jpg?v=ed918f85207337f1a3fe2e5fd61a4091&imageMogr2/format/webp)
"Rose, cepat ganti bajumu lalu memasak makan siang. Aku sudah kelaparan," seru Chloe.
Gadis manja itu bertumpu pada satu tangan sambil menyandarkan kepalanya di sofa. Ia meraih bungkus potato chips dari meja lalu merobeknya sembarangan.
"Sebentar lagi, Chloe. Aku mau ganti baju," jawab Rose hendak berlalu ke kemarnya.
Siang itu hujan turun dengan deras di luar. Rose yang selalu pulang sekolah dengan berjalan kaki terpaksa menerobos hujan. Payung usang yang dibawanya tidak dapat menahan terjangan air, sehingga seragam sekolahnya basah kuyup.
Lily yang baru keluar dari dapur langsung mencengkeram tangan Rose.
"Jangan membantah. Lakukan apa yang Chloe perintahkan. Jika tidak aku tidak akan memberimu makan hari ini," kata Lily melotot.
"Tapi, aku basah, Auntie. Aku perlu menjemur sepatu dan mengganti baju sebelum memasak. Jika tidak, aku akan mengotori dapur."
Lily memandangi kondisi keponakan suaminya yang tampak menyedihkan itu. Tidak ada rasa kasihan sama sekali, tetapi ia justru merasa jijik.
"Benar juga. Cepat sana mandi, baumu membuatku ingin muntah. Tapi ingat, aku hanya memberimu waktu lima belas menit. Setelah itu cepat ke dapur!"
"Baik, Auntie," jawab Rose buru-buru menyingkir. Ia takut bibinya akan berubah pikiran.
Lily memutar tubuhnya. Ia berjalan menghampiri Chloe, putri semata wayangnya yang bertubuh tambun.
"Mom, kenapa membiarkan Rose mandi? Apa sekarang Mommy mulai menyayangi Rose lebih daripada aku?" tanya Chloe sambil mengunyah chips di dalam mulutnya.
"Tidak mungkin, Honey. Sampai kapan pun Mommy tetap membenci Rose. Dia adalah benalu di keluarga kita. Jika bukan karena ayahmu bersikeras mengajaknya tinggal disini, Mommy tidak akan mengizinkannya," ucap Lily berapi-api.
"Rose terkena air hujan. Kalau dia tidak membersihkan badan, nanti kita akan sakit perut saat memakan masakannya," sambung Lily mengemukakan alasannya.
"Oh, begitu. Tapi Mom, ada gunanya juga Rose berada di rumah kita. Paling tidak kita memiliki pembantu yang bisa disuruh-suruh. Nanti malam aku juga akan memaksa Rose mengerjakan tugas Sains dari Mr. Taylor."
Setengah berlari, Rose menuju ke belakang rumah lalu menjemur sepatunya yang basah. Itu adalah sepatu satu-satunya yang ia miliki. Bila besok pagi belum kering, mungkin ia tidak dapat berangkat ke sekolah.
Rose mandi dengan cepat lalu merendam seragam sekolahnya dengan air sabun. Ia masih punya banyak pekerjaan rumah tangga yang harus diselesaikan. Pertama memasak makan siang, kedua mencuci seragam, dan ketiga membersihkan kamar tidur bibinya dan Chloe. Setiap menit yang berlalu akan sangat berharga bagi Rose.
Tangan terampil Rose sudah terbiasa meracik bumbu dan bahan. Karenanya tidak butuh waktu lama, Rose berhasil menyelesaikan masakannya.
"Auntie, Gwen, makan siangnya sudah siap," kata Rose menghidangkan sup jamur dan ikan tuna di atas meja.
Lily dan Gwen bergerak dengan malas dari ruang tengah. Rose menarik dua buah kursi untuk ibu dan anak itu. Dengan santainya, Lily dan Gwen duduk di meja makan sambil menikmati hidangan yang menggugah selera. Sungguh mereka bagaikan Nyonya dan Nona Besar yang memiliki pelayan setia. Mereka tidak mempedulikan Rose yang berdiri di pojokan sambul menelan salivanya.
Perut Rose sudah keroncongan minta diisi. Namun seperti biasa ia harus menunggu sampai bibi dan sepupunya selesai makan. Ia hanya diperbolehkan menyentuh makanan sisa, kecuali saat pamannya ada di rumah.
"Hmmmm, aku kenyang. Aku mau ke kamar untuk istirahat," kata Chloe beranjak pergi.
Lily menghabiskan minumannya lalu menatap Rose dengan tajam.
"Kamu boleh makan. Jangan lupa cuci piring dan bersihkan meja makan."
Rose mengangguk. Dengan patuh, gadis itu melakukan titah bibinya. Ia tidak keberatan diperlakukan sebagai pembantu karena ia memang hidup menumpang di rumah pamannya. Barangkali hanya dengan cara ini, ia bisa membalas budi baik mereka.
Perlahan Rose duduk di kursi, mengambil sendok untuk mencicipi sup jamur buatannya. Rasanya sungguh gurih dan lezat, mirip dengan sup jamur buatan mendiang ibunya.
Yah, Rose sangat merindukan ibunya yang telah tiada. Dahulu ia menghabiskan hari demi hari yang bahagia bersama sang ibu meskipun kehidupan mereka sederhana. Sehari-hari ibunya bekerja sebagai juru masak di restoran kecil demi membiayai kehidupan mereka. Sedangkan untuk ayah kandungnya, Rose tidak pernah mengetahui identitasnya. Toh itu tidak terlalu penting. Bagi Rose memiliki seorang ibu saja sudah lebih dari cukup. Bahkan ia tidak ambil pusing dengan ejekan teman-teman sekolahnya yang menyebutnya sebagai anak haram.
Sayang sekali kebahagiaannya terenggut pada hari ulang tahunnya yang kesembilan. Ketika itu wajah ibunya mendadak pucat dan mengeluh sakit di bagian dada. Tak lama kemudian, ibunya jatuh pingsan sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. Karena peristiwa pahit itu, Rose tidak mau merayakan hari ulang tahunnya lagi.
Tak terasa bulir air mata jatuh ke pipi Rose. Mengingat kenangan lama membuat hati Rose berdesir hebat. Ia menghabiskan supnya lalu membereskan meja makan. Menyibukkan diri adalah jalan terbaik untuk bisa melupakan kesedihannya.
Selesai dengan pekerjaan rumah tangga, Rose membuka pintu kamarnya. Ruangan berbentuk bujur sangkar itu lebih mirip bilik seorang pelayan daripada kamar anak gadis. Tapi tidak mengapa. Yang terpenting ia masih memiliki tempat untuk bermalam.
Rose berjalan menuju laci meja. Tangannya meraba-raba untuk mencari sesuatu. Sebuah benda berwarna keperakan diambil oleh Rose dari dalam laci. Dengan hati-hati, Rose menimang benda itu di telapak tangannya. Seuntai kalung perak dengan liontin mawar hitam yang unik. Kalung itu adalah pemberian ibunya sesaat sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.
Rose masih ingat bagaimana sang ibu meminta padanya untuk menyimpan kalung tersebut.
"Kalung apa ini, Mom?" tanya Rose kecil terkejut.
"Ini adalah kalung black rose pemberian ayahmu. Namamu diambil dari nama kalung ini. Mommy tidak pernah memberitahumu mengenai siapa ayah kandungmu. Tapi kalung inilah yang akan membawamu kepadanya."
Rose kecil menggeleng, pertanda tidak mengerti apa yang dimaksud oleh ibunya.
"Nanti pada saatnya kamu akan mengerti, Rose. Simpan kalung ini baik-baik."
Semenjak itulah, Rose selalu menyimpan kalung peninggalan ibunya. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat kalung tersebut termasuk pamannya.
/0/5576/coverorgin.jpg?v=3e56756f6c3993bdab128f99df40e224&imageMogr2/format/webp)
/0/29163/coverorgin.jpg?v=c354ec2c6aed2db5390990818807a52d&imageMogr2/format/webp)
/0/19904/coverorgin.jpg?v=71b4823e6464f0a53b75e59966fb04bc&imageMogr2/format/webp)
/0/12582/coverorgin.jpg?v=e2c8b63100f6ad00f1948e208eb42dea&imageMogr2/format/webp)
/0/12929/coverorgin.jpg?v=8fc930e08fa8208b7abe919f831ece4a&imageMogr2/format/webp)
/0/29140/coverorgin.jpg?v=a28f8d7bc5500498029d1455505c0216&imageMogr2/format/webp)
/0/30956/coverorgin.jpg?v=f31449b3f14f7ea99b414ebc450c0f72&imageMogr2/format/webp)
/0/26231/coverorgin.jpg?v=66b37eb8b1c7502e6e58caeab2c07925&imageMogr2/format/webp)
/0/16724/coverorgin.jpg?v=5fb38b63b4c120ac74d1d6de5fb0ff3c&imageMogr2/format/webp)
/0/29535/coverorgin.jpg?v=8245052ec40bfed6c217618f092beb8a&imageMogr2/format/webp)
/0/23706/coverorgin.jpg?v=a9e0ee62cd54e38e7293f9d954e1df4a&imageMogr2/format/webp)
/0/29602/coverorgin.jpg?v=71621e3b74f1d78a00b625f787ef191e&imageMogr2/format/webp)
/0/21018/coverorgin.jpg?v=1558ab24add277f91f48e470fcf5a1e9&imageMogr2/format/webp)
/0/19289/coverorgin.jpg?v=3d880f1d47282afc4c4c87084933c4ff&imageMogr2/format/webp)
/0/22491/coverorgin.jpg?v=b226bf8c8c8eb75f83759b3311dca1bb&imageMogr2/format/webp)
/0/27973/coverorgin.jpg?v=8cc48e3966444d2a6e2a67893bae7d2f&imageMogr2/format/webp)
/0/29605/coverorgin.jpg?v=5cd06dbce145c08841abadbc718cc0b5&imageMogr2/format/webp)
/0/12886/coverorgin.jpg?v=317e7d246b47c0397da1e96dda29d196&imageMogr2/format/webp)
/0/27200/coverorgin.jpg?v=b250a528e180dbffa54c6e5df87dedc1&imageMogr2/format/webp)