Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Asisten Pribadi CEO yang Terlalu Mempesona

Asisten Pribadi CEO yang Terlalu Mempesona

Ujung Pena

5.0
Komentar
23
Penayangan
5
Bab

"Sentuhan loe bener-bener membuat candu. Gue nggak akan ngebiarin loe berpaling sedetik pun dari gue, Wilona," bisik Marten sambil menekan tubuh gadis itu ke dinding. *** Wilona Anastasia harus rela menjadi Asisten Pribadi seorang Marten Dewangga Yanuardi. Seorang CEO muda nan tampan, tapi memiliki sifat arogan dan keras kepala. Wilona yang tak ingin mengecewakan sahabatnya yang sudah membantu membiayai penyembuhan anaknya yang sakit-sakitan memilih untuk tetap bertahan dengan pekerjaannya. Namun, siapa sangka. Kecantikan dan perhatian Wilona mampu merubah sikap kekanakan pada Marten. Apakah Marten benar-benar jatuh cinta pada Wilona? Bagaimana sikapnya saat mengetahui bahwa Wilona adalah Janda beranak satu?

Bab 1 Diantara Derasnya Hujan

Siang itu langit di atas kota Jakarta ditutupi awan tebal Kumulonimbus. Sampai-sampai sinar matahari saja tak bisa menembus awan yang membuat hujan lebat beserta petir yang menggelegar itu. Tentu saja hal ini membuat sebagian besar masyarakat kota Metropolitan malas menapakkan kakinya keluar rumah. Walaupun perut keroncongan meminta jatah makanan, tapi tetap saja mereka enggan berbasah-basah ria di jalanan dan lebih memilih jasa pengantar makanan sebagai sarana untuk mendapatkan makanan yang mereka inginkan.

Dan demi lembaran rupiah yang akan memenuhi kebutuhan hidupnya. Para pengantar makanan yang bekerja di bawah naungan sebuah aplikasi modern berbasis jasa mobilitas pun dengan penuh tanggung jawab melaksanakan tugasnya. Salah satu diantaranya bernama Wilona Anastasia. Atau akrab disapa Lona.

Dengan penuh tanggung jawab wanita berusia dua puluh delapan tahun itu melajukan sepeda motor matic yang diberikan bosnya untuk menerjang hujan. Ia tak lagi memperdulikan dinginnya air yang mengguyur seluruh badan membawa hawa sejuk yang berhasil menembus tulangnya. Meskipun ia sudah menggunakan mantel hujan sebagai pelindung.

Tepat di depan sebuah lobi kantor Lona menghentikan laju motornya. Ia pun membuka kaca helmnya. Kemudian meraih ponsel pintar yang tersimpan di dalam saku celana jeansnya. Lona pun memencet beberapa kali layar datar itu. Sebelum akhirnya ia menempelkan gadget itu ke telinga kanannya.

"Hallo, Mbak. Saya sudah sampai lobi kantor Putra Perkasa," ucap Lona pada salah satu pelanggannya hari ini.

"Oh, iya Mbak. Saya kesana sekarang," balas wanita itu.

"Baik, Mbak. Saya tunggu." Tut. Hubungan pun terputus.

Lona memasukkan Smartphonenya kembali ke dalam saku bagian dalam jaket hijau kebanggaan. Lalu ia pun melepas sarung tangan basah yang melapisi kulit tangannya yang mulai berkerut. Huft. Huft. Huft. Beberapa kali Lona meniup kedua telapak tangannya sebelum ia gosok-gosokan dengan cukup cepat. Rasa hangat pun langsung terasa menjalar begitu saja.

"Mbak Lona ya?" ucap seseorang dari belakang Lona. Wanita yang masih berada di atas motor matic itu langsung menoleh.

"Oh, iya. Dengan Mbak Safira?" tanya Lona balik. Sambil menstandarkan motornya. Lalu ia segera turun dari motor itu.

"Benar," jawabnya singkat.

"Ini, Mbak. Pesanannya. Dua bakso bakar ekstra pedas dan tiga bakso cumi goreng kranci ekstra saus Padangnya," kata Lona dengan mulut yang berbusa. Rasanya ia ingin meneteskan air liur saat mengatakan makanan yang pastinya akan enak jika dimakan saat hujan-hujan begini. Apalagi di saat perut sedang meronta-ronta meminta jatah makanan seperti perut Lona.

'Hems.... Pasti enak sekali rasanya,' batin Lona sambil menyerahkan lima boks makanan itu dengan berat hati.

"Iya. Makasih ya, Mbak. Oh, ya. Aku udah bayar lewat aplikasi," sahut wanita itu kemudian melenggang pergi.

"Iya, Mbak," balas Lona setengah bergumam. Senyum Lona pun meredup. Huft. Lalu ia menghembuskan nafas beratnya.

'Padahal, andai dia bayar uang cash. Mau aku beliin makanan untuk Karen,' batinnya nelangsa. Sambil memandangi punggung pelanggannya yang kian menjauh.

Lagi-lagi Lona hanya bisa menghembuskan nafas berat dengan tatapan penuh kekecewaan tergambar di wajahnya. Dengan tak bersemangat ia pun segera naik ke atas motor yang terparkir di sampingnya. Ia ingin segera pulang dan bertemu dengan putri kesayangannya. Namun, sebelum itu Lona harus kembali ke kantor untuk mengembalikan penyimpan makanan yang dipasang di jok belakang motornya.

Motor matic berwarna hijau daun yang dipakai Lona itu pun sebenarnya pemberian Bos Lona secara cuma-cuma. Alasannya sih karena Lona gabung sebagai anggota ke seribu di Growber. Jadi, dia berhak mendapatkan hadiah berupa motor matic itu. Tetapi, entah kenapa sikap lelaki paruh baya itu terlampau baik pada Lona. Padahal bukan hanya Lona anggota baru di sana, tapi perhatian lelaki tua itu pada Lona sangat berbeda dengan sikapnya pada ojol yang lain. Apalagi pada anggota lama. Makanya tidak satu dua orang yang iri sama Lona bahkan sampai ada yang menggosipkan kedekatan mereka berdua. Sebenarnya, Lona juga merasa risih karena selalu digibahkan menjalin hubungan terlarang dengan lelaki berperut buncit itu. Namun, apa mau dikata. Lona masih membutuhkan pekerjaan ini untuk menyambung hidup.

Klunting. Baru sampai setengah perjalanan tiba-tiba ponsel pintar Lona berbunyi. Mau tidak mau Lona pun menepikan laju motornya. Karena ia tidak mau melewatkan orderan yang beberapa bulan ini sudah menghidupi Lona dan juga Karen, putri semata wayangnya. Lona pun terpaksa berhenti di pinggir jalan yang cukup lapang, sebab ia tidak menemukan tempat berteduh di sekitar sana. Untung saja ponsel pintarnya sudah dilapisi kantong khusus yang tahan air. Jadi, benda elektronik itu aman walau terkena siraman air hujan yang begitu deras seperti ini.

Lona pun memencet beberapa kali layar datar itu. Lalu seketika keningnya pun berkerut.

"Duh, gue ambil nggak ya orderan ini? Mana tempatnya jauh lagi. Bisa pulang malem ntar. Kasian juga Karen di rumah sendirian. Tapi, bayarannya lumayan. Kalau gue nggak ambil sayang juga bonusnya," gumam Lona sambil terus menatap layar gawainya. "Gue ambil aja deh. Lagian di deket sana kayaknya ada warung makan murah. Gue bisa beliin Karen makan malam. Seharian ini kan dia cuma makan mie instan. Itu pun kalau dia nggak nungguin gue," lanjut Lona sambil memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku tadi. Lalu ia segera menstarter mesin motornya.

Lona memang hidup berdua dengan putri tercintanya, Karen Aleana Zulfikar. Setelah satu setengah tahun yang lalu proses perceraiannya dengan sang mantan suami selesai. Ia pun pergi berdua bersama sang anak lalu memutuskan tinggal di salah satu kosan sederhana yang harganya memang tepat di kantong Lona.

Sedangkan sang mantan suami yang notabene adalah ayah kandung Karen. Sudah mencampakkan mereka berdua begitu saja. Bahkan, dengan tega ia tak memberikan sepeserpun uang untuk bekal hidup mereka di saat Lona pergi saat itu. Apalagi sampai memberikan kewajibannya untuk menafkahi Karena yang jelas-jelas anak kandungnya.

'Sungguh dia memang manusia tidak berperasaan,' batin Lona tiap kali mengingatnya. 'Andai semua itu tidak terjadi. Gue yakin hidup Karen tidak semenderita ini,' batin Lona sambil terus mengemudikan motor maticnya diantara derasnya guyuran hujan. 'Maafkan, Bunda ya Nak. Gara-gara Bunda tidak bisa membahagiakan kamu. Kamu jadi harus mengalami hidup susah seperti ini,' tambah Lona. Tak terasa air matanya pun meleleh berbarengan dengan tetesan air hujan yang membasahi mantel yang menutupi seluruh tubuhnya.

Pikiran Lona semakin melanglang buana di dalam pengalaman-pengalaman pahit yang menerpa hidupnya. Sampai-sampai ia pun mengendarai motornya dengan tidak fokus. Saking asyiknya melamun, Lona sampai tidak sadar dengan keadaan jalanan di depannya. Saat mobil di depan Lona tiba-tiba mengerem. Akhirnya....

Brak!!!

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ujung Pena

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku