CEO YANG MENKUJGKIRBALIKKAN DUNIAKU

CEO YANG MENKUJGKIRBALIKKAN DUNIAKU

THEANA

5.0
Komentar
33
Penayangan
23
Bab

Delia, mahasiswi miskin yang hidup dari beasiswa dan kerja part time, tak pernah menyangka akan menjalin kisah cinta dengan Arkan - pewaris perusahaan raksasa. Namun, kisah indah yang baru dimulai itu hancur saat seorang wanita muncul dan mengaku sebagai tunangan Arkan. Di depan banyak orang, Delia dipermalukan. Yang paling menyakitkan? Arkan hanya diam, lalu pergi tanpa membela. Empat tahun berlalu. Saat luka lama hampir sembuh, takdir mempertemukan mereka kembali. Arkan kini menjadi CEO di perusahaan tempat Delia bekerja! Berhenti? Bertahan? Atau membalas dendam? Temukan jawabannya dalam kisah penuh emosi dan kejutan - di Bakisah

Bab 1 PART 1

"Arkan, ke aula yuk, lihat anak-anak baru yang lagi orientasi. Ajak Seno sekalian," ajak seorang teman.

"Malas ah," sahutku sambil menguap.

"Palingan muka-muka gitu lagi, bosan."

"Eh, ayolah, siapa tahu ada yang nyantol di hati," Seno memaksa sambil menyikut lenganku.

Dengan berat hati, aku akhirnya mengikuti Seno menuju aula. Setibanya di sana, seperti biasa, saat aku melangkah masuk ke dalam ruangan, suasana yang semula riuh mendadak hening. Sudah sering aku mengalami ini-kehadiranku memang selalu berhasil menarik perhatian.

Namun, di tengah keheningan itu, satu suara terdengar jelas. Sepertinya dia sedang bercanda dengan temannya, tidak menyadari situasi sekitar.

"Kata siapa?" katanya dengan lantang.

Aku langsung menoleh ke arah suara itu. Mataku tertumbuk pada seorang gadis dengan dahi lebar, rambut panjang yang diikat tinggi dengan karet rambut berwarna merah, dan mengenakan kaus merah terang.

Sekilas, aku mengerutkan kening. "Norak banget," gerutuku dalam hati. "Jangan-jangan sepatunya juga merah."

Iseng, aku berkata dengan suara galak, "Siapa itu yang masih bicara saat saya datang? Maju ke depan!"

Semua orang di aula saling menoleh kebingungan, mencari siapa yang baru saja bersuara. Termasuk si empunya suara yang terlihat heran sambil menatap sekeliling.

"Kamu, yang baju merah!" seruku, menunjuk langsung.

Tanpa ragu, dia berdiri. Dengan langkah santai, ia berjalan mendekat ke arahku di depan aula. Dan benar saja, tebakanku tadi tidak meleset. Sepatunya merah, celananya hitam gelap, bahkan jam tangannya pun merah.

Yang paling mencolok adalah bagian depan sepatunya yang melengkung ke atas seperti sepatu Aladdin. Aku hampir tidak bisa menahan tawa.

"Nekat banget sih ini orang," pikirku.

Namun, ada sesuatu dalam caranya berjalan-percaya diri, tanpa rasa takut-yang tiba-tiba menarik perhatianku lebih dalam. Bukan karena noraknya, tapi karena keberaniannya.

Di saat semua orang menunduk takut-takut, dia malah berdiri dengan tegak, menatap lurus ke arahku. Seno yang berdiri di sampingku berbisik pelan, "Nah, kan, gue bilang juga apa. Siapa tahu ada yang nyantol."

Aku pura-pura melotot padanya, tapi dalam hati, aku mulai penasaran dengan si gadis merah ini.

"Siapa namamu?" tanyaku dengan suara keras, masih menjaga wibawa di depan para peserta orientasi.

"Delia, Pak," jawabnya sedikit gugup.

"Sejak kapan aku menikah dengan ibumu sampai kamu panggil aku 'bapak'?" lanjutku, tak kalah galak.

"Maaf, Kak," katanya cepat, menatapku lurus tanpa ragu.

Aku sedikit terkejut. Gadis ini berani sekali. Biasanya, kalau berhadapan denganku, para gadis akan menunduk malu-malu, bahkan tak berani menatap wajahku. Tapi Delia berbeda.

Dari dekat, aku bisa melihat dengan jelas-kulitnya putih bersih, matanya sipit namun tajam, menunjukkan kecerdasan. Alisnya jarang tapi membentuk lengkungan alami yang indah di keningnya yang lebar, hidungnya bangir, dan bibirnya mungil sempurna. Rambut hitam legamnya terikat tinggi, menambah kesan enerjik.

"Hei Arkan, sejak kapan kamu terpukau sama gadis?" ejek hatiku sendiri.

"Darimana asalmu?" tanyaku lagi, berusaha tetap galak.

"Pelabuhan Ratu, Kak," jawabnya mantap, tanpa sedikit pun gentar.

"Maksudmu tadi apa, 'kata siapa'?" tanyaku tetap dengan nada galak.

"Oh, tadi aku lagi ngobrol sama teman, Kak," jawabnya santai.

"Kamu tahu nggak, kalau saya masuk ruangan, semua harus diam?" lanjutku, nada suara makin ditekan.

"Kata siapa?" tanyanya polos, tampak benar-benar heran.

"Kataku barusan! Kamu budek ya?" sentakku.

"Oh..." sahutnya pendek.

"Kamu nggak tahu siapa saya?" aku bertanya lagi, mulai sedikit kesal.

"Memang siapa?" balasnya enteng.

Aku sampai melongo. "Beneran nggak tahu?" tanyaku lagi, setengah tak percaya.

Dia hanya melongo, seolah berpikir keras.

"Jidat gede doang, nggak ada isinya," gerutuku. "Kamu saya hukum!"

"Lho, salah saya apa?" protesnya.

"Banyak! Kamu bicara saat saya datang, kamu nggak tahu siapa saya, dan kamu buang-buang waktu saya!"

"Memangnya Kakak siapa, sampai bisa menghukum saya?" balasnya santai.

"Ya karena saya bisa!" jawabku cepat.

Dia hanya diam, menatapku dengan mata menantang. Senyumnya tipis, sinis, seolah berkata 'apa hebatnya kamu'.

Dasar cewek kurang ajar, nggak pernah diajarin sopan santun kalau berhadapan sama Arkan pikirku geram.

"Cium tangan saya," perintahku.

"Gak mau!" sahutnya tegas.

"Kalau nggak mau, saya yang cium kamu!" balasku iseng.

"Ogah!" Dia melotot, wajahnya memerah.

"Eh, cewek lain ngantri mau saya cium, kamu malah nolak. Kamu cewek beneran bukan sih?" godaku.

"Cewek lah!" jawabnya sengit.

"Kalau cewek, harusnya tertarik sama saya. Jangan-jangan kamu ada kelainan."

"Idih, nuduh sembarangan!" serunya, mendengus kesal.

"Cium tangan saya. Kalau nggak, kita berdiri di sini sampai besok, dan teman-temanmu juga nggak boleh pulang."

Wajahnya memerah karena malu dan jengkel. Dengan mendengus kesal, Delia akhirnya mendekat. Tapi bukannya mencium tanganku, dia malah menggigit jariku dengan cukup keras!

"Aww!" aku meringis.

Tawa langsung meledak di aula, membuatku melongo kaget dan menahan sakit sambil mengibas-ngibaskan tangan.

"Kurang ajar!" desisku dalam hati. "Awas kamu, Delia. Rasakan pembalasanku nanti!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku