Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Suasana area persawahan di pagi. Matahari bersinar cerah. Di sebuah jalanan perkampungan, Khanza berjalan sambil melamun. Mukanya murung. Seorang ibu paruh baya, tetangga Khanza, lewat berpapasan.
"Assalamualaikum Mbak Khanza, mau ke mana ini?"
Tidak digubris. Ibu itu keheranan. Khanza lanjut jalan. Di tangan Khanza, ada cincin pernikahan dengan Roman, mantan suaminya, satu tahun lalu. Ia pandangi cincin itu. Ia teringat masa lalu.
***
Pagi hari di rumah Khanza buru-buru mau berangkat kuliah. Roman datang dengan muka tidak senang menahannya.
"Saya permisi berangkat kerja dulu, Mas."
"Udah berapa kali aku bilang kalau aku gak suka kamu kerja, Khanza. Aku mau kamu di rumah aja ...."
"Kok Mas gitu? Jadi dokter Itu cita-cita Khanza dari kecil, Mas. Dokter juga profesi mulia kan, Mas?"
"Jadi begitu? Sekarang yang salah aku? Kamu berani ngelawan sama aku? Oke. Kalau gitu sekalian, kita nggak usah ketemuan seterusnya. Kita pisah!"
Roman pergi meninggalkan Khanza yang terpukul atas reaksinya.
***
Ibu-ibu gemuk berdaster berjalan membawa belanjaan sayur. Khanza yang melamun menyenggolnya. Cincin Khanza jatuh menggelinding, Khanza mengejarnya.
Cincin dikejar Khanza sampe ke tengah jalan raya.Khanza meleng tak sadar sepeda motor melaju cepat ke arahnya.
"Awas mbak!" seru pengendara motor histeris.
Sementara itu Keenan lagi foto-foto memakai Smarthphone baru, melihat perempuan mengejarnya sesuatu ke tengah jalan raya. Tak sadar motor melaju kencang kearahnya. Dengan sigap, Keenan melompat menyelamatkan tubuh si perempuan. Perempuan itu selamat.
"Mbak nggak apa-apa? Ada yang luka?" tanya Keenan cemas.
Khanza sambil membersihkan bajunya mengangguk. "Nggak apa-apa, kok, Mas. Terima kasih Mas udah nolongin saya."Sekilas Khanza memandang wajah tampan Keenan. Kulit lelaki itu putih bersih, matanya sedikit sipit, dan ada lesung pipi di salah satu pipinya, tepatnya pipi kanan. "Nggak apa-apa, kok, Mas. Terima kasih Mas udah nolongin saya." Khanza langsung membuang pandangan malu.
Keenan membantu Khanza berdiri. Pengendara motor memarkir motornya ke pinggir. Mendekat ke lokasi Khanza jatuh.
"Saya Keenan, Mbak. Rumah Mbak di mana? Biar saya antar Mbak pulang."
"Saya Khanza. Gak apa-apa. Saya bisa pulang sendiri kok, Mas. Sekali lagi terima kasih Mas Keenan sudah nolongin saya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam warohmatullah ...."
Khanza berlalu. Keenan memandangi punggung wanita berhijab itu.
***
Keenan sedang kerja mengoperasikan mesin tenun sarung di pabrik. Tiba-tiba ada telepon masuk dari Hani, adiknya.
"Assalamuaikum. Halo, Dek."
Terdengar suara Hani yang panik. "Halo, Mas Keenan. Mas ... Ibu, Mas ... Ibu ...."
Keenan jadi cemas. "Ibu? Ibu kenapa? Kamu ngomong yang jelas dong, Dek."
Hani seperti mengatur napasnya lalu mulai menjelaskan dengan suara hampir menangis. "Ibu masuk rumah sakit, Mas. Mas cepet ke sini."
"Astaghfirullah ... oke. Kamu tenang, ya. Istighfar. Mas segera ke sana."
Keenan panik meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Rekan kerjanya pada bingung. Keenan lari ke kantor HRD. Di lorong, Ia berpapasan dengan Roman, teman sekaligus bosnya.
"Loh? Bro, mau ke mana kok lari-lari?"
"Saya mau izin pulang, Rom. Ibu masuk rumah sakit."
"Ya udah kamu langsung pulang aja gak apa-apa, Keenan. Kamu cepet lihat ibumu ke rumah sakit.
"Thanks, ya. Aku pergi dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Keenan buru-buru pergi.
***
Sesampainya di rumah sakit, Keenan lari ke bangku tunggu pasien. Ada Hani yang langsung berhambur memeluk.
Keenan langsung masuk ruangan. Hani terlambat bilang kalo tidak boleh ada yang masuk dulu.
"Ibu!" seru Keenan panik.
Beberapa suster dan seorang dokter wanita menoleh. Dokter wanita itu terkesiap dan mendekat. Ia kenal pria ini.
"Jadi ibu ini ibunya Mas Keenan?" tanya dokter wanita yang tak lain adalah Khanza.
Keenan mengingat-ingat sosok itu. Ternyata dia perempuan yang ditolongnya tempo hari.
Keenan agak tergagap. "B-Benar, Dokter. Bagaimana keadaan ibu saya?"
"Mas Keenan tenang dulu, ya. Kami sedang mengupayakan yang terbaik untuk kesembuhan ibu . Mas Keenan dan keluarga berdoa sama Allah biar semuanya lancar. Sekarang Mas silakan tunggu di luar dulu."
Keenan keluar ruangan. Mukanya cemas. Ia duduk di bangku tunggu. Hani ikut duduk.
"Kata dokter, Ibu terkena serangan jantung dan harus segera dilakukan operasi Bypass Arteri Koroner. Biayanya 100 juta, Mas?"
Keenan kaget. "100 juta, Dek?"
"Iya, Mas. Uang dari mana kita sebanyak itu?"
Keenan menyandar ke tembok, bingung. Matanya menatap langit-langit rumah sakit. Tak lama, dokter Khanza keluar ruangan, mengajak Keenan dan Hani bicara.
Bersamaan saat itu Roman hendak ke ruangan tempat ibu Keenan dirawat. Ia menenteng keranjang buah. Langkahnya terhenti waktu melihat seorang dokter berhijab abu-abu sedang ngobrol sama Keenan dan adiknya. Roman terpesona, tak percaya sosok itu adalah Khanza mantan istrinya.