/0/20257/coverorgin.jpg?v=d895fe5a67d001708f299466b8794622&imageMogr2/format/webp)
"Aku nggak bisa melanjutkan hubungan kita, Inda."
Sebaris kalimat via chat WA itu perlahan mengusik. Mata gadis itu terasa panas oleh gumpalan air mata yang siap tumpah. Awalnya, sekuat tenaga dia membendung. Namun, rasa sebak di dada akhirnya meluluhlantakkan pertahanan. Akhirnya, satu per satu bulir bening itu jatuh membasahi kedua pipi. Dia bertanya mengapa selalu berakhir begini? Dan ... sesakit ini?
Sore yang hangat di musim kemarau. Indana memandang ke arah jendela kamar yang terbuka, angin bertiup pelan membuat dedaunan pohon mawar yang tumbuh di taman menari seirama. Indana berjalan mendekat ke sisi jendela. Dia metengadahkan wajah. Di langit, awan putih berarak indah membentuk pola abstrak yang memantik imajinasi bagi sesiapa yang memandang.
Sementara itu, di ufuk barat, sinar jingga senja perlahan memerangkap langit turut menjadi panorama indah di sore hari. Namun, pemandangan yang sangat memikat ini tak lantas membuatnya terkesan. Indana tengah diserang rasa gundah. Sebab, baru saja Furqon, lelaki yang akan mengikat janji dengannya, ia mengabarkan akan datang untuk membicarakan sesuatu tentang hubungan mereka. Sialnya, itu bukan suatu kabar baik.
Ponselnya berdenting. Indana segera mengambil benda pipih itu di meja rias. Ada pesan masuk dari Furqon. Dia mengabarkan bahwa dalam waktu beberapa menit akan tiba di sana. Indana segera menyambar kerudung, memoles sedikit gincu warna nude, lalu bergegas menuju ruang tamu.
Di ruang tamu, ada Papa Surya dan Mama Cahaya yang sudah menunggu dan tengah duduk di sofa. Setelah sebelumnya Indana mengatakan kepada mereka bahwa Furqon akan bertandang.
Indana menghirup udara. Perlahan, menapaki lantai marmer dengan sederet kecamuk di dalam dada. Sesaat, ruang tamu berukuran 10×10 meter persegi dengan cat dinding warna putih bersih ini terasa sempit.
"Duduk, Inda." Suara Mama Cahaya membuyarkan lamunan. Indana tergagap, lalu menoleh ke arah sumber suara. Wanita paruh baya yang mengenakan hijab berwarna broken white itu tersenyum sambil menepuk-nepuk sofa, mengisyaratkan agar sang putri duduk di dekatnya.
Baik mama maupun papanya, belum ada yang tahu perihal maksud kedatangan Furqon. Wajah kedua orang tuanya berseri. Mungkin, mereka mengira akan ada kabar baik tentang kelanjutan hubungan anak semata wayangnya. Indana tidak sanggup mengatakan maksud kedatangan Furqon yang sebenarnya. Biarlah mama dan papa mendengar sendiri penjelasan dari lelaki itu.
Tak lama berselang, suara pintu pagar yang dibuka disusul deru mesin mobil memusatkan perhatian mereka. Mama Cahaya segera memerintahkan ART untuk menyajikan jamuan. Sementara Indana dan Papa Surya menyongsong kedatangan orang yang mereka tunggu di ambang pintu utama.
Sosok lelaki berbadan tegap keluar dari mobil Pajero Sport hitam. Dia melepas kacamata hitam dan tersenyum saat melihat sepasang ayah dan anak. Indana meremas dada. Ada desir halus yang merambat di dalam hati. Indana mengakui, Furqon yang saat itu memakai kemeja yang digulung lengannya memang sangat tampan.
"Assalamu'alaikum, Inda, Om." Furqon menyalami Papa Surya dengan senyum lebar. Begitu juga papa yang tampak bersuka cita menyambut kedatangan Furqon.
"Wa'alaikumsalam. Mari, masuk, Nak Furqon." Indana dan Furqon membiarkan orang tua Indana berjalan terlebih dahulu dan keduanya mengekori langkahnya dari belakang.
Sekilas, pandangan keduanya bertemu. Tanpa senyuman. Kedua manik hitam lelaki itu menatap tajam dengan isyarat yang tak dia mengerti.
Saat pertama kali Furqon datang dan menyatakan kepada kedua orang tua ingin membina hubungan yang serius, Mama Cahaya dan Papa Surya sangat setuju. Itu tak lain karena mereka sudah lama menginginkan Indana menikah dan bisa segera menimang cucu. Ditambah lagi, secara kesiapan finansial, Furqon memenuhi standar. Lelaki ramah itu merupakan seorang pebisnis muda yang sukses.
Ragam kue mewah dan mahal tersaji di meja. Mama Cahaya yang menyiapkan semua.
"Buat calon mantu." Begitu kata Mama Cahaya dengan wajah semringah dan antusias saat Indana tanya mengapa pesan kue sebanyak ini.
"Kami senang sekali dengan kedatangan Nak Furqon. Semoga setelah ini kami bisa segera melihat Indana duduk di pelaminan bersama lelaki yang dicintainya. Bukan begitu, Pa?" Perempuan paruh baya itu memulai obrolan diiringi anggukan kepala sang suami.
/0/20411/coverorgin.jpg?v=20241108151536&imageMogr2/format/webp)
/0/4882/coverorgin.jpg?v=20250121182818&imageMogr2/format/webp)
/0/15455/coverorgin.jpg?v=51467ce54a3752c4ccea58d130ec16d3&imageMogr2/format/webp)
/0/12872/coverorgin.jpg?v=20250608010115&imageMogr2/format/webp)
/0/2358/coverorgin.jpg?v=20250120162253&imageMogr2/format/webp)
/0/13744/coverorgin.jpg?v=9b98406bedb7a8807ec09c446dfbd917&imageMogr2/format/webp)
/0/4319/coverorgin.jpg?v=2d2dbc24418772e1e84fae29a97b16dd&imageMogr2/format/webp)
/0/27596/coverorgin.jpg?v=20251024231423&imageMogr2/format/webp)
/0/16203/coverorgin.jpg?v=20240206184604&imageMogr2/format/webp)
/0/10953/coverorgin.jpg?v=20250122183027&imageMogr2/format/webp)
/0/3272/coverorgin.jpg?v=20250122112650&imageMogr2/format/webp)
/0/23723/coverorgin.jpg?v=20250526182732&imageMogr2/format/webp)
/0/28803/coverorgin.jpg?v=cab87dccf8c2ff24e3c01ccd2cd8fe1c&imageMogr2/format/webp)
/0/18308/coverorgin.jpg?v=bd1b00d94f82c09a380965d2caa7da7b&imageMogr2/format/webp)
/0/19941/coverorgin.jpg?v=66dd937413c31dce02d326289546be7f&imageMogr2/format/webp)
/0/21574/coverorgin.jpg?v=260e08441a1198d9cd3c993822272973&imageMogr2/format/webp)
/0/4194/coverorgin.jpg?v=20250121182252&imageMogr2/format/webp)
/0/8081/coverorgin.jpg?v=20250122152348&imageMogr2/format/webp)
/0/6550/coverorgin.jpg?v=20250122182416&imageMogr2/format/webp)