/0/27596/coverbig.jpg?v=4471e759215adf59b69875154e88690d&imageMogr2/format/webp)
Olivia tak pernah menyangka hidupnya bisa ditukar dengan angka-satu miliar rupiah, sebagai harga dirinya. Dijual oleh keluarganya sendiri, Olivia terjebak dalam kesepakatan gelap dengan Arga, pria dingin berhati batu yang mengaku membeli bukan sekadar tubuhnya... tapi seluruh hidupnya. Kemewahan, apartemen megah, dan segala fasilitas yang hanya bisa ia lihat di mimpi-semua itu kini ada di genggamannya. Tapi di balik kilau emas, ada jeruji yang tak kasat mata. Olivia hanyalah burung kecil di dalam sangkar, tanpa sayap untuk terbang. Mampukah ia bertahan menghadapi lelaki yang menguasai segalanya, bahkan nafasnya? Atau justru perlahan ia akan hancur... hingga lupa bagaimana rasanya menjadi manusia bebas?
Langit malam itu tak berbulan. Gelap menelan pekarangan rumah reyot di pinggir kota, seakan ikut menyembunyikan rahasia kelam yang bersemayam di dalamnya. Dinding rumah Olivia retak, catnya terkelupas, dan bau lembap bercampur asap rokok menguar dari ruang tamu. Lampu kuning tua berkelip, nyaris padam, membuat setiap sudut rumah terasa seperti lorong yang siap menelan siapa saja yang melangkah.
Di tengah ruang yang sempit, Olivia duduk di kursi kayu lapuk, kepalanya tertunduk. Jemari kurusnya meremas kain rok lusuh yang melekat di tubuhnya. Detak jantungnya berlari tak beraturan, seolah tubuhnya tahu malam ini akan mengubah segalanya.
"Jangan duduk diam saja seperti mayat!" suara kasar itu memecah kesunyian.
Ayah tirinya, Pram, berjalan gontai dari dapur dengan botol bir di tangan. Tubuhnya tambun, wajahnya merah, dan matanya menyipit karena mabuk. Bau alkohol yang menyengat membuat Olivia ingin muntah. Ia selalu membenci lelaki itu-bukan hanya karena kebiasaannya menenggak minuman murahan, tapi karena tatapan rakusnya yang tak pernah menyembunyikan kebencian.
"Ayah..." suara Olivia gemetar, lidahnya kelu. "Aku... aku tidak bisa-"
Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya sebelum kalimat itu selesai.
"Diam!" Pram menggeram, bibirnya basah oleh busa minuman. "Kau pikir kami masih punya pilihan? Utang ibumu itu-sudah menumpuk. Kalau bukan karena aku, kau dan dia sudah dilempar ke jalanan oleh rentenir itu."
Sosok lain muncul dari balik tirai kusam. Seorang perempuan dengan wajah penuh bedak murahan dan bibir merah menyala. Ibu tirinya, Ratna. Tatapannya menusuk tajam, penuh perhitungan, tapi juga dingin.
"Kau harus belajar berterima kasih, Olivia," katanya sinis. "Dengan tubuhmu, kau bisa menyelamatkan keluarga ini. Bukankah itu lebih baik daripada kami mati kelaparan atau diburu seperti anjing?"
"Tubuhku bukan barang dagangan," Olivia membalas, suaranya lirih tapi bergetar. Pipinya masih perih. "Aku bukan budak kalian."
Ratna tertawa pelan, getir. "Sayang sekali, malam ini kau akan belajar bahwa kehormatan itu cuma ilusi bagi orang miskin. Harga diri tidak bisa membeli beras, tidak bisa melunasi utang."
Olivia merasakan perutnya mengeras. Nafasnya tercekat. Ia ingin berlari, ingin melompat keluar jendela reyot itu dan kabur sejauh mungkin. Tapi dua pasang mata itu mengurungnya, seperti predator yang menunggu mangsanya lemah.
Pram mendekat, mencengkeram dagu Olivia dengan kasar. "Dengar, bocah. Ada pria kaya yang mau membayar mahal untukmu. Malam ini, kau hanya perlu diam, lakukan apa yang diperintahkan, dan setelah itu urusan selesai."
Air mata menggenang di sudut mata Olivia. Ia ingin berteriak, tapi tenggorokannya kering. "Kalau aku menolak?"
Cengkeraman itu makin kuat, kukunya hampir menembus kulit. "Kalau kau menolak, aku sendiri yang akan menyeretmu ke sana. Kau pikir kau punya pilihan?"
Ratna menyilangkan tangan di dada, tatapannya penuh kejijikan. "Sudah cukup drama. Mobil itu sebentar lagi sampai. Jangan membuat malu kami."
Suasana rumah semakin mencekam. Jam dinding berdetak keras, seakan menghitung mundur ke detik penyerahan. Olivia meremas rok lusuhnya lebih erat, tubuhnya gemetar. Kenangan masa kecilnya yang singkat-tawa kecil, cahaya hangat matahari-terasa jauh, seolah milik orang lain.
Tiba-tiba suara klakson terdengar dari luar. Panjang, berat, memecah kesunyian. Olivia terlonjak. Pram menegakkan tubuhnya, wajahnya menyeringai puas.
"Itu dia," katanya pelan, seperti iblis yang baru saja membuka pintu neraka.
Ratna melangkah ke jendela, menyingkap tirai sedikit. Matanya berbinar. "Mereka datang."
Olivia berdiri spontan, tapi tangannya segera diraih kasar. Pram menyeretnya keluar kamar, langkahnya berat tapi penuh kuasa. Olivia meronta, "Lepaskan! Aku tidak mau! Aku bukan milik kalian!"
"Diam, pelacur kecil!" Pram menggeram, mendorong tubuh Olivia hingga hampir tersungkur di lantai berdebu. Ratna menutup pintu rumah dengan cepat, lalu menyusul, wajahnya dingin tanpa rasa iba.
Udara malam menusuk kulit Olivia saat mereka mendorongnya keluar. Di depan rumah berdiri sebuah mobil hitam mengkilap-terlalu mewah untuk lingkungan kumuh ini. Kaca jendelanya gelap, seperti mata iblis yang menatap. Mesin masih menyala, suara bergetar rendah seperti hembusan napas predator.
Olivia terhuyung saat Pram mendorongnya mendekat. Pintu mobil terbuka perlahan dari dalam.
"Masuk," suara Ratna terdengar dingin, tanpa keraguan sedikit pun.
"Aku tidak mau! Tolong... jangan!" Olivia berteriak, suaranya pecah. Tapi jeritan itu tertelan keheningan gang sepi. Tak ada tetangga yang berani peduli. Tak ada yang mau melawan uang.
Pram meraih lengannya lebih keras, menyeretnya hingga ia jatuh menubruk kursi kulit di dalam mobil. Nafas Olivia tersengal, tubuhnya bergetar. Ia merasakan udara di dalam mobil jauh lebih dingin, penuh aroma wangi asing yang menusuk hidungnya.
Pintu menutup dengan bunyi dentum berat. Gelap menyelimuti.
Dengan gemetar, Olivia menoleh ke kursi belakang. Di balik bayangan lampu jalan yang redup, ia melihat sosok seorang pria tua duduk tegak, wajahnya tak sepenuhnya terlihat, tapi rambutnya memutih, tubuhnya besar, dan tatapannya terasa menusuk.
Darah Olivia membeku.
Bab 1 Malam Penyerahan
02/09/2025
Bab 2 Perjalanan Sunyi dan Menakutkan
02/09/2025
Bab 3 Milik Siapa Aku
02/09/2025
Bab 4 Malam Tak Berperasaan
02/09/2025
Bab 5 Harga Sebuah Jiwa
02/09/2025
Bab 6 Jeritan yang Terkubur
02/09/2025
Bab 7 Tanda Tangan yang Membunuh
02/09/2025
Bab 8 Sangkar Emas
02/09/2025
Bab 9 Sangkar Tanpa Jalan Keluar
02/09/2025
Bab 10 Aturan Malam Pertama
02/09/2025
Bab 11 Malam yang Direnggut
02/09/2025
Bab 12 Mainan Baru
02/09/2025
Bab 13 Trofi di Pundak Arga
02/09/2025
Bab 14 Uang yang Mempermalukan
02/09/2025
Bab 15 Sarang Naga
02/09/2025
Bab 16 Luka yang Disengaja
02/09/2025
Bab 17 Ujian dalam Diam
02/09/2025
Bab 18 Boneka di Balik Kilau
02/09/2025
Bab 19 Bayangan yang Menyesakkan
03/09/2025
Bab 20 Kunci yang Mengurung
03/09/2025
Bab 21 Luka yang Tak Terlihat
03/09/2025
Bab 22 Bayangan dalam Bingkai
03/09/2025
Bab 23 Nada yang Terkekang
03/09/2025
Bab 24 Pintu Rahasia
03/09/2025
Bab 25 Luka yang Terungkap
03/09/2025
Bab 26 Rahasia di Balik Tato Naga
03/09/2025
Bab 27 Sketsa Sang Naga
03/09/2025
Bab 28 Surat yang Mengguncang
15/09/2025
Bab 29 Rahasia yang Terbongkar
16/09/2025
Bab 30 Sangkar Emas
17/09/2025
Bab 31 Surat di Meja
19/09/2025
Bab 32 Mata yang Mengintai
19/09/2025
Bab 33 Bayangan Ancaman
20/09/2025
Bab 34 Jejak Utang
21/09/2025
Bab 35 Jejak Darah yang Tersembunyi
22/09/2025
Bab 36 Luka yang Terbuka
30/09/2025
Bab 37 Tato Rahasia
30/09/2025
Bab 38 Bayangan di Balik Jendela
01/10/2025
Bab 39 Sinyal dalam Kegelapan
03/10/2025
Bab 40 Api yang Membakar
04/10/2025
Buku lain oleh Sinta Devi
Selebihnya