Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Cepat, Istriku, kapal sudah hendak berlayar!" seru seorang lelaki berparas tampan berusia sekitar dua puluh tujuh tahun. Di pundaknya tergantung sebilah pedang dan di tangannya sebuah kotak kayu berukuran sedang dibawanya sambil berlari.
Di sampingnya, sesosok wanita cantik berambut panjang sepunggung dan kurang lebih baru berusia dua puluh tiga tahun, tampak berlari ketakutan sambil menggendong seorang bayi mungil yang baru beberapa bulan terlahir ke dunia.
Keduanya tampak panik dan berekspresi sama seperti penumpang lain yang berlarian ketika kapal hendak berlayar. Sesekali si suami menoleh ke belakang ketakutan. Tidak ada satupun yang peduli dengan kepanikan keduanya, sebab kepanikan seperti itu adalah sesuatu yang biasa terlihat.
Dalam jarak cukup jauh di belakang, puluhan prajurit bergerak memasuki wilayah pelabuhan yang hari itu cukup ramai. Sorot mata mereka semua tertuju tajam kepada seluruh orang yang ada di pelabuhan.
"Itu mereka berdua! Cepat kejar dan tangkap atau kalian yang akan mendapat hukuman jika gagal!" teriak seorang prajurit kepala yang terlihat berat menggerakkan badannya untuk berlari.
Geladak kayu yang digunakan untuk naik ke badan kapal sudah mulai diangkat pekerja pelabuhan. Melihat itu sang suami pun berteriak sekeras mungkin agar para pekerja itu menunggu mereka berdua naik terlebih dahulu, Tunggu, kami ikut!"
"Cepat, Kisanak, Nisanak, kapal sudah harus berangkat!" seru pekerja yang melihat sepasang suami istri tersebut.
"Nilam, ayo cepat naiklah ke atas!" kata lelaki berwajah tampan itu kepada Istrinya.
Tanpa berpikir panjang wanita berwajah cantik jelita itu meniti geladak diikuti si suami dari belakang. Setelah mereka berdua sudah berada di atas kapal, si suami meletakkan peti yang dibawanya. Dilihatnya prajurit sudah berjarak kurang dari seratus meter.
Pekerja pelabuhan langsung menarik geladak ke atas kapal dan perlahan kapal pun mulai bergerak.
"Berhenti!" teriak para prajurit yang melihat kapal tersebut mulai meninggalkan pelabuhan. Kepanikan turut melanda pikiran mereka yang jika gagal menangkap sepasang suami istri tersebut bakal mendapat hukuman.
"Sialan, jaraknya terlalu dekat!" keluh lelaki tampan itu dalam hati. Lirikan matanya tertuju kepada Istrinya yang duduk bersandar dengan mata terpejam menahan lelah.
"Duh, Gusti Maha Agung, berilah keselamatan kepada kami berdua dari kejaran para prajurit itu." Wanita cantik yang matanya terpejam itu tak berhenti untuk terus berdoa di dalam hati
Sekitar tiga puluh meter kapal meninggalkan pelabuhan, puluhan prajurit tersebut baru tiba di pinggir pantai.
"Sial, kita gagal lagi menangkap mereka berdua! Kalian memang tidak bisa diandalkan!" teriak keras prajurit kepala penuh emosi kepada bawahannya.
"Kita kejar saja mereka, Tuan!" Seorang prajurit memberi usulan.
Mendengar usulan tersebut, Prajurit kepala mendekati prajurit yang baru saja berbicara, tanpa banyak kata prajurit tersebut langsung dipegangnya dan dilemparkan ke laut. "Cepat kejar mereka dengan berenang!"
Para prajurit hanya bisa mengulum senyum geli melihat temannya diceburkan ke laut. Sementara belasan prajurit lainnya bahkan sampai mengeluarkan suara tawa.
"Apa yang kalian tertawakan? Sudah gagal melaksanakan tugas masih saja kalian bisa tertawa!" bentak prajurit kepala penuh emosi. Pandangannya tajam mengintimidasi puluhan bawahannya
Seketika puluhan prajurit itu menutup mulutnya rapat-rapat, mereka tak berani sedikitpun bersuara dan hanya bisa menunduk ketakutan.
Prajurit kepala itu membalikkan badannya dan menatap kapal yang perlahan menjauh mengarungi lautan. Setelah itu dia berjalan mendekati pekerja pelabuhan yang sedang menggulung tali tambang seukuran lengan terbuat dari serat pohon Sisal.