Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
****
"San, kamu berani tidak?"
"Apa, Yo?"
"Pacari Si Kusuma. Kira-kira, kamu bisa nggak mencicipi gadis itu?"
"Jangan bercanda ah, bukan apa-apa sih, aku jadi takut kualat kalau nodai cewek sealim dia."
"Justru di situlah letak tantangannya. Ya, kamu bisa gombali dia dulu 'kan?"
"Hmmm, aku pikir dulu deh."
****
Aku tertegun mengingat semua kebodohan di masa lalu. Sudah sepuluh tahun berlalu, kisah itu masih membekas di pikiran ini. Apalagi setelah aku tahu, gadis yang dulu aku nodai kini menjadi tetanggaku. Kami memang belum sempat bertemu, aku hanya tidak sengaja melihat Kusuma di pekarangan rumahnya.
"Bang, besok aku mau periksa di Bidan Kusuma ya." Tiba-tiba Andin membuatku kaget.
"Bi ... Bidan Kusuma?"
"Iya, Bang. Bidan yang baru pindah seminggu yang lalu. Tetangga sebelah loh, Bang." Andin kembali menjelaskan.
Deg! Jantung ini langsung berdetak kencang. Haruskah aku bertemu kembali dengan Kusuma? Setelah apa yang aku lakukan padanya dulu. Wajahku jadi menegang, untung saja Andin sudah pergi. Perasaan bersalah dan gejolak cinta di masa lalu, kembali membuntutiku. Ya, waktu itu aku mulai mencintai Kusuma, setelah dia mengutarakan perasaannya, tetapi aku memutuskan begitu saja.
Tuhan ... Haruskah masalah ini kembali Engkau hadirkan? Aku sudah berusaha melupakan Kusuma, dan memulai hidup baru dengan Andin. Jangan uji aku dengan cobaan seberat ini.
***
Tiga bulan berlalu, aku masih belum berani menemani Andin, setiap dia meminta agar aku ikut dengannya. Aku selalu beralasan, bahwa jarak ke tempat periksa cuma lima langkah, jadi dia bisa sendiri ke sana. Lagi pula, kandungan Andin masih trimester kedua. Andin mencoba mengerti, walaupun sering cemberut.
"Bang, aku nggak mau tahu ya," ujar Andin cemberut.
"Apa, Sayang?"
"Masuk trimester tiga nanti, Abang harus temani aku."
"Iya, mudah-mudahan bisa."
"Harusnya kamu luangkan waktu dong, Bang."
"Iya, Sayang ... Iya."
Aku hanya bisa meyakinkan Andin, walaupun aku tidak tahu apakah aku bisa menepatinya. Untuk saat ini, yang penting Andin tidak cemberut lagi. Aku tidak mau membuatnya stres, bisa membahayakan kandungannya.
Sejauh ini, aku masih belum melihat suami dari Kusuma. Secara diam-diam, aku kadang mencoba mengintip dari balik gorden. Namun, semua itu tidak membuahkan hasil.
Apakah Kusuma belum menikah? Kadang timbul pertanyaan itu dalam benak ini. Sudah sekian bulan lamanya, aku tidak melihat suami ataupun anak dari Kusuma.
-----
Sore ini, aku di rumah sendirian. Andin baru tadi pagi aku antarkan ke rumah ibunya. Wanita berkulit putih itu memang manja, baginya sekali sebulan wajib nginap di rumah ibunya. Ya, sudahlah! Aku tidak mau terlalu membatasi geraknya.
Jam masih menunjukkan pukul 16.00, aku melangkah ke teras melihat cuaca langit sore ini. Langit terlihat sedikit mendung, mungkin akan turun hujan, aku kembali masuk dan mengunci pintu. Baru beberapa saat aku merebahkan tubuh, ketukan pintu membuatku terpaksa kembali ke ruang tamu.
"Assalamu'alaikum." Suara di luar sana terdengar tak asing.