Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pendekar Petualang Cinta

Pendekar Petualang Cinta

Arjunandar

5.0
Komentar
993
Penayangan
49
Bab

Anjasmara, seorang putra selir di kerajaan Galuh yang diperintahkan oleh ibunya untuk mencari pendamping hidup dengan cara terjun dunia rakyat jelata menjadi sesosok pendekar muda gagah dan tampan. Apabila ada gadis yang ditemuinya dan susah untuk disentuh, maka itulah jodoh sejatinya. Namun, karena ketampanannya itu membuat setiap perempuan tergila-gila kepadanya. Di sisi lain sebagai pendekar, dia harus berurusan dengan masalah dunia persilatan yang membahayakan nyawanya. Namun, di sinilah dia dapat meningkatkan kemampuannya. Bagaimanakah Anjasmara menemukan belahan jiwanya dan mengatasi segala persoalan di jagat kaum pendekar? Ikuti kisahnya dalam Pendekar Petualang Cinta.

Bab 1 Gadis Persembahan

Di suatu siang, Anjasmara tampak berada di sebuah kedai untuk mengisi perut. Pemuda berusia dua puluh tahun ini berbaur dengan pengunjung lain.

Ketika sedang menikmati santapannya, tiba-tiba terdengar gumaman pengunjung kedai lain. Bisik-bisik dengan nada penuh ketakutan. Sepertinya mereka tidak berani bersuara keras.

Si pemuda segera mencari tahu apa yang terjadi. Anjasmara memutar bola mata ke sana kemari tanpa memalingkan kepala.

Tak lama kemudian di jalan depan kedai tampak lewat satu rombongan orang. Rupanya ini yang dibicarakan orang-orang.

Anjasmara melihat seorang gadis yang diikat seluruh badannya, diusung di atas tandu yang dipikul oleh empat lelaki berbadan kekar.

Di belakangnya ada belasan orang berjalan mengikuti. Setelah lewat jauh, Anjasmara baru menanyakan hal tadi kepada pemilik kedai.

Si pemilik kedai tampak ragu untuk menjawab. Seolah takut terdengar oleh rombongan yang lewat tadi. Sampai-sampai keringat kecil menetes di dahinya.

"Tenang saja, Pak. Mereka sudah jauh, katakan saja!" bujuk Anjasmara.

"Itu gadis persembahan untuk Dewi Gedeng Permoni!" Suara si pemilik kedai sedikit berbisik, tapi masih terdengar jelas ke telinga Anjasmara.

"Persembahan?" Anjasmara kerutkan dahi. Mencari jawaban lain.

Kemudian Si pemilik kedai agak mengeraskan suara dari sebelumnya. Merasa keterangan ini harus disampaikan kepada tamunya.

"Desa ini dikuasai oleh wanita setengah siluman Dewi Gedeng Permoni yang setiap purnama meminta gadis persembahan. Karena kalau tidak menuruti permintaannya, maka desa ini akan selalu dilanda bencana,"

"Tidak masuk akal!" gumam Anjasmara. "Terus sudah berapa gadis yang dikorbankan?" tanyanya kemudian.

"Ini yang ke dua belas!"

"Waduh!" umpat Anjasmara.

Lagi-lagi kening Anjasmara semakin mengkerut. Dia harus tahu lebih banyak tentang hal ini, dia harus ikut campur masalah ini. Desa ini harus dibebaskan dari penipuan yang dilakukan Dewi Gedeng Permoni.

"Ini pasti cuma akal-akalan. Ada apa dibalik semua ini?" gumam Anjasmara.

Setelah beres makan dan membayar, Anjasmara segera keluar dari kedai. Dia diam-diam mengikuti rombongan yang membawa gadis persembahan.

Tidak susah untuk mengejar rombongan itu karena menggunakan ilmu meringankan tubuh yang dia miliki. Apalagi rombongan tersebut berjalan biasa saja.

Rombongan pembawa Gadis Persembahan itu kini sedang menaiki sebuah bukit kecil yang pepohonannya begitu rapat bagaikan di hutan.

Suasana di sana juga tampak mencekam seolah-olah di balik semak yang tersembunyi sudah ada makhluk mengerikan yang siap memangsa. Namun, Anjasmara tidak merasa gentar sedikit pun.

Anjasmara terus menguntit tanpa mengeluarkan suara. Dia ingin tahu seperti apa tempat yang akan menjadikan gadis di atas tandu itu sebagai persembahan.

Rombongan pembawa Gadis Persembahan sampai di puncak bukit yang tanahnya datar dan cukup luas seperti lapangan yang sisi-sisinya dipagari pepohonan.

Sementara Anjasmara sudah menemukan tempat untuk bersembunyi dengan aman. Keberadaannya tidak akan terendus oleh orang-orang itu.

Di tengah-tengah lapangan itu ada sebuah lubang besar seperti sumur yang dikelilingi batu-batu ukuran sedang yang disusun melingkar. Lubang ini dijaga empat lelaki bertubuh kekar.

Gadis yang diusung tandu diletakan di dekat lubang sumur. Lalu entah dari mana asalnya tiba-tiba berkelebat satu sosok dan mendarat tepat di depan Gadis Persembahan. Seorang wanita berpakaian seperti putri bangsawan.

Wanita berumur sekitar tiga puluh tahun. Wajahnya dewasa, tapi cukup menarik karena terbantu bentuk tubuh sintal padat menggoda kaum lelaki.

Di kepalanya terpasang sebuah mahkota kecil. Sorot matanya tajam. Pakaiannya begitu ketat sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Dada Anjasmara berdesir melihat tubuh wanita ini.

"Sembah untuk Dewi Gedeng Permoni!"

Belasan lelaki yang membawa Gadis Persembahan membungkuk dalam termasuk empat penjaga sumur.

"Berdiri!"

Semuanya kompak berdiri lagi. Dewi Gedeng Permoni memandang semua pengikutnya. Tatapannya tajam dan tegas. Aura kepemimpinan memancar kuat dari wajahnya yang tegas.

"Terima kasih atas Gadis Persembahan untuk purnama kali ini. Seperti biasa antarkan sedikit imbalan ini kepada orang tuanya!"

Salah satu penjaga sumur mengeluarkan buntalan kain yang berisi perhiasan emas. Salah seorang pengantar menerimanya.

"Lemparkan persembahan!" perintah Dewi Gedeng Permoni.

Dua orang penjaga melepaskan gadis persembahan yang diikat di tandu. Kemudian diangkat dan dilemparkan ke dalam sumur. Tidak terdengar suara apapun saat si gadis melayang masuk ke lubang sumur.

Setelah upacara persembahan yang hanya melemparkan tumbal ke dalam sumur, Dewi Gedeng Permoni berkelebat lenyap lagi. Para pengantar langsung menuruni bukit.

Pada saat Gadis Persembahan dilemparkan, Anjasmara sudah melesat ke dalam sumur. Ingin tahu apa yang ada di dalamnya.

Gerakan si pemuda tidak terlihat oleh mata kasar orang-orang yang berada di sana karena saking cepat, ringan dan tidak menimbulkan suara ilmu ringan tubuhnya.

Ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna. Didapat dari gemblengan kakeknya.

Ternyata lubang kecil hanya di atas saja. Setelah menembus satu tombak, ruangan di dalamnya cukup besar seperti ruangan dalam goa.

Tubuh si gadis yang jatuh melayang itu ditangkap oleh seseorang yang sudah siap menunggu di bawah.

Tap!

Begitu tertangkap, si gadis langsung diturunkan lagi. Kemudian orang ini menggiringnya ke sebuah lorong yang lebarnya hanya menampung satu orang saja. Si gadis berjalan di depan.

Sosok Anjasmara yang laksana angin berputar-putar sangat cepat mengikuti dari belakang.

Lorong itu cukup panjang dan gelap. Karena ingin tahu lebih cepat, Anjasmara melesat mendahului.

Setelah diselidiki ternyata lorong ini menuju sebuah rumah agak besar yang berdiri di lereng bukit.

Tersembunyi di antara pohon-pohon yang menjulang tinggi. Tempat ini sepertinya tidak banyak orang tahu, terutama warga sekitar bukit ini.

Segera saja Anjasmara mencari tempat sembunyi lagi di antara pohon-pohon yang rindang itu. Kemudian mengintai rumah tersebut. Pandangan dan pendengarannya ditajamkan.

Di dalam rumah itu, Dewi Gedeng Permoni sudah menunggu bersama tiga orang lelaki yang berpakaian mewah seperti pejabat kerajaan.

Si Gadis Persembahan sudah sampai di sana. Dia disuruh duduk di depan tiga lelaki yang langsung meleletkan lidah melihat paras dan bentuk tubuh yang menggiurkan.

"Bagaimana?" tanya Dewi Gedeng Permoni meminta pendapat mengenai gadis itu.

Si gadis hanya diam pasrah sambil menundukkan wajah. Dia sama sekali tidak tahu akan seperti apa nasibnya setelah ini.

Dia hanya menyangka akan dijadikan tumbal untuk Dewi Gedeng Permoni wanita yang dianggap setengah siluman itu.

Dalam pikiran si gadis dia akan dimakan mentah-mentah oleh wanita yang berdandan seperti dewi itu, mengingat teman-teman yang sebelumnya dijadikan persembahan tidak pernah kembali lagi.

"Siapa namamu?" tanya salah satu lelaki.

"Wuni," jawab si gadis tak berani mengangkat kepala.

"Wuni, kau akan ikut mereka ke suatu tempat. Ketahuilah kau bukan jadi tumbal persembahan, tapi sebenarnya kau akan menerima kehidupan yang lebih menyenangkan daripada sebelumnya. Asalkan kau harus mematuhi perintah mereka!" Dewi Gedeng Permoni menjelaskan.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku