Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pendekar Pedang Terhebat

Pendekar Pedang Terhebat

Rendi OP

5.0
Komentar
2.7K
Penayangan
120
Bab

Zero selalu jadi bahan olok-olok teman-teman karena dia begitu yakin, bahwa suatu hari dia akan menjadi seorang Pendekar Pedang Terhebat. Mereka tidak percaya, karena kemampuan pedang bocah 10 tahun itu sangat buruk. Tak hanya itu, bahkan identitas Zero yang dicap tak jelas asal usulnya pun turut menjadi bahan perundungan. Dia yang hanyalah yatim piatu, tetapi diasuh oleh seorang Master Pedang membuat teman-temannya iri diam-diam. Suatu hari, Zero dikagetkan dengan identitas ayahnya yang ternyata merupakan salah satu Pendekar Pedang Terhebat. Motivasi dan semangat Zero untuk bisa menyabet gelar tersebut semakin kuat. Namun, untuk menjadi seorang Pendekar Pedang Terhebat tersebut, Zero harus mampu menghadapi berbagai rintangan. Lantas, apakah bocah yang dicap memiliki kemampuan buruk itu sanggup melewati setiap rintangan? Lalu, apakah dia benar-benar akan berakhir menjadi Pendekar Pedang Terhebat?

Bab 1 Kitab dua pedang

Prak!

Bruk!

"Argh...! Sial!" Terdengar seorang bocah berumur sepuluh tahun mengumpat bernama Koziki Zero.

"Hahaha." Setelahnya, terdengar banyak suara orang-orang yang tertawa.

Lagi-lagi, ketika berlatih Zero mengalami kekalahan. Ini sudah yang kesekian puluh kalinya Zero dikalahkan oleh lawan berlatihnya.

"Lihatlah dia teman-teman. Apakah kalian percaya kalau dia adalah Anak dari master pedang?" Pertanyaan yang dilontarkan salah satu teman Zero ini hanyalah untuk menghinanya. Dan jawaban dari pertanyaan itu hanyalah gelak tawa lagi.

Namun Zero tidak terpengaruh dengan hinaan dari teman-temannya itu. Di dalam hatinya, Zero tetap yakin kalau suatu saat ia akan memiliki kemampuan hebat seperti yang dimiliki ayahnya. Zero kerap mendengar banyak cerita tentang kehebatan sang ayah dari ibunya. Namun sayang, satu tahun yang lalu ibunya jatuh sakit dan kemudian meninggal. Kini Zero hidup di perguruan Pedang Aslah. Guru ayahnya lah yang mengambil alih hak asuhnya setelah ia kehilangan kedua orang tuanya.

Sejak usia tujuh tahun Zero sudah mulai ikut berlatih di salah satu perguruan bela diri pedang yang dulu sangat terkenal. Namun kini nama perguruan yang terkenal ini menjadi redup karena beberapa master pedang mereka yang menghilang secara misterius. Dan salah satu master pedang hebat yang menghilang itu termasuk ayah Zero, Koziki Odin.

Kejadian yang dialami Zero hari ini membuatnya kembali termenung. Ketika Zero sedang duduk termenung sendirian di halaman belakang, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara seseorang yang terdengar asing baginya.

"Hei, Zero. Jangan khawatir, kau itu adalah seorang penerus pendekar pedang terhebat di masa depan. Ambilah kitab ini, kitab ini akan membantumu untuk meraih mimpimu!" Suara itu terdengar amat jelas di telinga Zero.

Bruk!

Satu kitab yang terlihat cukup tebal jatuh tepat di hadapan Zero.

"Si-siapa...? Anda siapa? Dan lagi..., kitab apa ini?" Zero bangkit dari duduknya seraya memandang area sekitarnya guna menemukan orang tersebut. Namun tidak ada seorang pun yang ia temukan di sana.

Beberapa saat kemudian, karena merasa penasaran akhirnya Zero meraih Kitab itu dan langsung membukanya.

'Kitab macam apa ini? Kenapa halamannya setebal ini, namun hanya ada tiga lembar di bagian depannya saja yang memiliki gambar serta tulisan,' gumam Zero heran.

Zero akhirnya memutuskan untuk memperhatikan kitab itu sejenak, dan berniat akan langsung berlatih sendirian mengikuti arahan dari kitab yang ia baca.

Suara pedang kayu yang ditebaskan ke sebatang pohon besar terdengar menghempas kesunyian malam.

Dari kejauhan, ternyata ada seseorang yang kerap memperhatikan Zero berlatih. Yah, orang itu tak lain adalah guru dari ayahnya sekaligus gurunya saat ini.

"Hiyat...! Hiyak!" Keringat yang sudah membasahi seluruh tubuh Zero tidak menghentikan latihannya. Tekadnya lebih besar dari rasa lelah yang ia rasakan.

Namun tiba-tiba saja muncul tiga orang anak seusia Zero. Ternyata mereka adalah tiga bersaudara, Yuji, Erji, dan Saniji. "Hey Zero, apa yang kau lakukan malam-malam begini?"

Lalu Yuji tiba-tiba maju dan menyerang Zero menggunakan pedang kayu.

"Aduh...! Apa yang kau lakukan?!" Zero terjatuh karena ia diserang secara mendadak.

"Tentu saja mau bertarung melawan Anak Master pedang!" Kemudian bocah itu tertawa lebar sebelum kemudian matanya menatap ke sebuah benda yang ada di dekat Zero. "Tapi tunggu, kitab apa itu?" Lalu ia mengambilnya.

Zero yang mencoba mencegah Yuji untuk mengambil kitabnya ternyata dihadang oleh Erji.

Prak!

Bam...!

Dua pedang kayu diayunkan dan saling beradu. Itu adalah suara pedang kayu Erji dan Zero.

Kemudian Erji menendang perut Zero sehingga membuat Zero pun akhirnya terpental. Tak berhenti di sana, Erji terus memukulkan pedang kayunya pada tubuh Zero yang sedang tersungkur di tanah. "Jangan bermimpi kau akan menjadi Master Pedang! Cih!"

Sekuat tenaga Yuji memukulkan pedang kayunya ke tubuh Zero. Zero hanya bisa meringkuk dan menahan rasa sakit yang ia rasakan dari tiap pukulan pedang yang Yuji lakukan. Tak lama, ketiga bocah itu secara brutal menyerang tubuh Zero secara bersamaan.

"Apakah kau masih bermimpi menjadi Master Pedang, Hah?!" Entah kenapa, Erji sangat terlihat kesal. Dan ia melampiaskan kekesalannya dengan cara memukuli Zero.

"A-aku..., aku pasti akan menjadi Master Pedang!" Itulah jawaban Zero.

Boom!

Yang tak disangka oleh ketiga orang bersaudara itu ternyata tubuh Zero tiba-tiba meledakkan energi yang sangat kuat. Alhasil, ketiga orang itu langsung terpental.

"Kembalikan kitabku! Kalian akan menyesal jika menggangguku berlatih!" Tatapan mata Zero yang setajam pedang memancarkan aura kekuatan sejati seorang pendekar pedang.

"Kurang ajar! Kau, memang tidak tahu malu Zero! Makan ini!" Yuji bangkit dan mencoba untuk menyerang Zero.

Bam!

Namun bukannya Zero yang diserang justru malah sebaliknya, tubuh Yuji lah yang kembali terpental akibat tebasan pedang kayu dari Zero.

"Kakak, apakah kau baik-baik saja?" Saniji langsung berlari mendekati Yuji. Dan kitab yang diambil Yuji tadi pun terjatuh ke lantai.

Kemudian Zero langsung berjalan untuk mengambil kembali kitab yang tadi sempat diambil oleh Yuji. Dan ketika Zero mengalihkan pandanganya ke arah ketiga orang itu, tubuh ketiganya langsung merinding.

"Ayo cepat kita pergi dari sini!" Yuji mengajak kedua adiknya pergi karena tiba-tiba merasa takut ketika melihat Zero yang seperti saat ini.

Setelah ketiga orang itu benar-benar pergi, tak lama kemudian tubuh Zero akhirnya ambruk ke tanah. Entah kenapa, Zero jadi tak sadarkan diri. Dan ternyata dari kejauhan, gurunya langsung bergegas mendekatinya.

"Sepertinya ketiga bocah itu akan aku hukum nanti!" ujar Sang Guru.

Zero yang tengah tak sadarkan diri kemudian di bawa ke dalam kamar oleh gurunya.

Ternyata saat Zero tidak sadarkan diri, jiwanya sempat ditarik ke dimensi lain oleh sesuatu. Di dalam dimensi itu, Zero mencoba meraih Kitab Dua Pedang yang ada di hadapannya. Namun saat ia menyentuhnya, tiba-tiba jiwanya kembali ke tubuhnya.

"Eh? Apa yang terjadi?" Kedua mata Zero kembali terbuka. Dan ia melihat bahwa saat ini tubuhnya sudah berada di dalam kamarnya. Zero mencoba mengingat kembali apa yang terjadi. Ia ingat bahwa tadi ia diganggu oleh ketiga bersaudara ketika tengah berlatih.

'Tapi..., kenapa aku bisa berada di kamarku? Siapa yang membawaku kemari?' Zero penasaran siapa orang yang telah membantunya kembali ke kamarnya.

Di tengah malam ini, perut Zero merasa lapar. Dan ketika ia ingin bangkit untuk mencari makanan di dapur, tangannya yang menyentuh bagian ranjang menyentuh sesuatu.

"Eh? Bukannya ini...," ujar Zero heran. Kemudian Zero barulah ingat tentang kitab yang tadi ia dapatkan.

Zero kembali membuka tiga lembar halaman kitab itu. Namun saat ia membuka lembar yang keempat dan seterusnya kitab itu tetap kosong . Sama seperti saat pertama kali ia membukanya tadi.

"Zero? Ternyata kau sudah bangun?"

Zero dikejutkan dengan suara gurunya yang muncul secara tiba-tiba."Gu-guru??" Zero menghela nafasnya sambil memegangi dadanya.

"Hem..., apa kau ingat kalau tadi kau pingsan karena kembali dijahili oleh ketiga anak nakal itu?" tanya guru Zero sekaligus guru ayahnya, Kioda.

"Iya Guru, aku ingat kok. Ternyata Guru yang membawaku ke kamar ya? Terima kasih Guru!" Zero bangkit dan membungkukkan tubuhnya.

"Tunggu Zero, bolehkah aku bertanya padamu?" Sang guru kemudian menatap penuh pada muridnya. Ia sungguh ingin tahu perihal kitab yang dipeluk Zero saat bocah itu pingsan tadi. "Kitab apa itu?"

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rendi OP

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku