Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Happy Reading
*****
Suara gesekan rel kelambu pada jendela yang dibuka membuat seorang perempuan muda mengerjapkan mata. Silau sinar mentari menusuk indera penglihatannya. Suara lenguhan manja keluar dari bibir tipisnya.
Saat kelopak mata terbuka sempurna, dia melotot. Di sampingnya, sudah ada segepok uang. Senyum kepuasan pun tampak. Tak salah, servis spesial diberikan pada sang tamu tadi malam.
Jika seperti ini terus, tabunganku nambahnya cepet.
Kesakitannya setimpal dengan bayaran yang diterima. Entah siapa yang membuka tirai pada kamar hotel, dia sudah tak peduli. Lekas perempuan itu mencari ponsel untuk melihat waktu. Tepat pukul tujuh dia harus cek out dari hotel mewah ini.
Kakinya mulai turun dari ranjang, kedua pergelangan tangan memerah akibat ikatan tali yang cukup keras. Sedikit lecet-lecet dan terasa perih. Belum lagi luka yang diberikan pria itu pada bagian paha serta kedua bahu. Sekali lagi perempuan itu tersenyum, kali ini senyum getir mengingat hidup yang dijalaninya.
Bukan sekali dua kali, dia mendapat perlakuan menyimpang dari para tamu. Namun, perempuan itu tetap menjalani profesinya dengan baik. Sama sekali tak mengeluh asal ada uang yang bisa dibawa pulang.
Berjalan dengan tertatih-tatih, dia menyalakan air hangat untuk berendam. Masih ada waktu satu jam sebelum meninggalkan hotel. Setidaknya dengan berendam air hangat bisa mengurangi sedikit rasa sakit pada setiap luka di bagian tubuhnya.
Sambil menunggu, dia mulai melamun. Setelah ini aku akan minta cuti pada Bos Eric, kangen pengen pulang.
Air hangat pada bak mandi sudah siap. Dia mulai masuk ke dalam, tetapi terhenti saat dering ponsel berbunyi. Satu nama yang sempat terlintas pada pikirannya tadi menelepon. Baru saja perempuan itu menggeser tombol hijau untuk menyapa, suara si penelepon sudah lebih dulu bertanya.
"Are you okey, Baby? Daddy bener-bener nggak tahu kalau cowok semalam punya penyimpangan dalam urusan satu itu." Nada suara seseorang yang menyebut dirinya Daddy itu terdengar khawatir.
"Fine, Dad. Aku bisa ngatasi. Cuma mulai besok, aku ijin pulang bentar. Sekitar empat sampai lima hari aja. Boleh, ya?" pintanya manja.
"Apa kamu terluka?"
"No, cuma luka kecil. Nggak akan terasa buatku." Dia tertawa lebar.
"Oke, temuin Daddy di depan hotel kamu nginap." Selesai berkata, lelaki yang dipanggil Daddy itu menutup panggilannya.
Adilla Erum Halimah, sebuah nama yang disematkan oleh almarhum bapaknya pada perempuan berusia 23 tahun itu. Jangan tanyakan apa pekerjaannya, tentu sudah bisa tertebak dari narasi-narasi yang tersaji di atas. Tak ada perempuan di dunia ini yang mau melakoni pekerjaan sepertinya jika bukan karena terpaksa.
Adilla mulai berendam, luka-luka kecil akibat ikatan serta cambukan tamunya semalam terasa begitu perih. Namun, itu masih belum seberapa jika dibandingkan kehidupan yang terus mengoyak dan menyakiti hatinya.
Satu tetes air jatuh mengaliri pipi. Terbayang keluarganya di desa yang tak pernah tahu apa pekerjaan sesungguhnya. Setiap kali pulang, dia akan memberikan alasan serta kemewahan dunia pada mereka. Topeng keluguan juga dimainkan saat itu.
*****
"Hai, Dad. Dah lama nunggu?" tanya Adilla ketika sudah menemukan lelaki yang dipanggilnya Daddy. Ciuman pipi kanan kiri juga diberikan pada lelaki itu.
Si Daddy membuka kaca mata hitamnya, meneliti setiap inci bagian tubuh si perempuan. Adilla menelan ludah, dalam hati dia berdoa semoga lelaki bernama Eric itu tak melihat luka-lukanya. Beruntung, dia selalu membawa peralatan make up sehingga bisa membantu menyamarkan goresan-goresan yang terukir di tubuh mulusnya.