Setelah sekian lama, Alana si pencuri menemukan tempat berlindung dari sisi buruk kota Tanzanite. Bersama Luke adalah waktu di mana kehidupannya menjadi lebih berwarna. Sampai ketika pria yang cerdas dan tampan itu meminta agar dirinya melupakan bahwa mereka pernah bertemu, haruskah Alana melepaskan perasaannya dan melanjutkan kehidupan sebagai sosok yang baru?
Target sedang berada di toko emas, menerawang benda serupa cincin. Luke tetap mengawasi interaksi antara seorang pria dan pemilik toko sampai transaksi jual beli terjadi. Dia baru berniat memunculkan diri sesaat melihat targetnya keluar dari toko, tetapi niatnya harus diurungkan lantaran melihat sang target dirampok.
Luke mematahkan rokok yang baru diisap, lalu membuangnya sembarangan. Ditambah yang sekarang, sudah kali ke berapa misinya digagalkan oleh pencuri?
Suasana hatinya menjadi buruk. Luke memutuskan untuk kembali. Dia duduk dalam satu taksi. Di saat itu, seseorang menaiki taksi yang sama pula dengannya. Dia tidak memberikan perhatian lebih, lantas mengatakan pada sang sopir ke mana dirinya akan pergi.
Yang terjadi setelah itu justru tidak pernah diduga. Orang yang menjadi penumpang bersamanya tadi tiba-tiba turun dari mobil dengan membawa dokumen penting milik Luke.
Luke langsung menyadari, meskipun sudah terlambat bagi dirinya menggapai dokumen tersebut. Jika ingin mendapatkan dokumen itu kembali, maka dia harus mengejar si pencuri.
"Angka pencuri di kota ini terlalu tinggi," ucap Luke dengan kesal. Dia tahu kalau dirinya tidak memiliki waktu berkejaran dengan pencuri.
***
Alana berbelok ke satu gang. Dia memastikan kembali kalau dirinya sudah tidak lagi dikejar, baru dia membuka map yang ada dalam pelukan. Dia menjatuhkan semua isinya untuk mencari-cari benda bernilai yang bisa ditemukan. Sayangnya, tidak ada apa pun kecuali kertas-kertas tidak berguna.
Padahal, Alana sudah memantau pria pembawa map itu dalam beberapa hari terakhir. Melihat bagaimana map selalu dibawa dan dijaga layaknya sesuatu yang sangat berharga, dia menganggap bahwa akan ada benda bernilai yang dapat ditemukannya, ternyata keyakinan itu salah.
Alana ingin mengumpulkan kertas yang berserakan agar nanti bisa dikembalikan pada pemiliknya, akan tetapi dia berpikir kalau tidak ada untungnya melakukan hal itu. Untuk apa dia mengembalikan barang curian jika nanti hanya akan membuat dirinya tertangkap?
Alana segera bangkit, berlari keluar gang. Belum sampai bayangannya mencapai tempat terang, seseorang muncul dari arah lain. Mereka saling membentur. Dia hampir saja terjatuh kalau tidak tangannya ditahan untuk tetap berdiri seimbang.
Alana mendongak, langsung terkejut melihat pria pembawa map berhasil menemukannya. Dia berusaha melepaskan tangan yang mencengkeram pergelangan, tetapi berakhir gagal.
"Berani-beraninya kalian mencuri dariku," ucap Luke. Mungkin, ditambah dengan rencana yang gagal membuat dia tampak begitu berang kali ini.
Dokumen penting yang kacau berantakan menambah pekatnya kemarahan. Luke mencengkeram kerah si pencuri, mendorongnya ke tepi dinding. Saat ini, tangannya sudah mengepal kuat dan tinggal dilayangkan saja.
"Saya seorang wanita!" Alana berteriak sesaat kepalan tangan hampir menyentuh pipinya.
Luke menggantung kepalannya di udara. Entah perkataan itu benar atau tidak, dia hanya menemukan seseorang berpenampilan layaknya pria. Dia tidak mencurigai, selain tidak memiliki waktu untuk memperhatikan siapa atau bagaimana penampilan si pencuri.
Luke menarik topi yang nyatanya benar-benar memerangkap rambut panjang seorang wanita. Dia baru percaya kalau sekarang sedang berhadapan dengan lawan jenis.
Tingkat kewaspadaan yang menurun adalah kesempatan bagi Alana. Dia mengamati bagaimana kepalan tangan perlahan turun, membuat celah baginya untuk keluar dari gang.
Tetapi Alana tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, pria itu adalah Luke Sapphire yang sudah berpengalaman pula di lapangan. Luke hanya tidak sengaja lengah kala suasana hatinya buruk. Lagi pula, Alana terlalu berani melakukan tindakan ekstrem seperti duduk di taksi yang sama.
Luke dengan cepat menahan gerak langkah si pencuri. Hingga perlawanan berakhir pada tali yang mengikat tangan Alana, menyambung menjadi satu dengan tangan Luke. Alana bertaruh kalau dia tidak pernah melihat gerakan mengikat tali secepat itu sehingga tanpa sadar membuatnya membuang waktu untuk terkesima.
Luke menyeringai. "Apa kau pikir bisa pergi begitu mudah setelah merugikanku?"
Alana berteriak kesakitan saat dirinya ditarik ke arah kertas berserakan. Selama itu, dia menatap tali yang mengikat, sama sekali tidak mengerti bagaimana cara agar membuat mereka bisa lepas.
Luke menarik tangannya sekali lagi, menghentikan Alana yang berusaha melepaskan diri. "Diamlah, jika ingin dirimu baik-baik saja. Jangan kira hanya karena seorang wanita, aku akan bersikap lembut padamu. Kau adalah pencuri dan aku tahu kalau itu hanya akal-akalanmu supaya bisa kabur," ucapnya, kemudian menyusun dokumen kembali.
Alana tidak punya pilihan selain mengikuti, termasuk keluar dari gang. Dia tidak nyaman mendapatkan perhatian orang banyak, terlebih mereka memasuki satu kafe yang ramai oleh pelanggan.
"Untuk apa kau membawaku ke mari?" Di belakang punggung yang lebar Alana berkata.
Luke memilih untuk tidak menjawab. Dia menyelesaikan pesanannya sebelum mengambil tempat paling sudut yang bisa ditemukan. Mereka duduk berhadapan, masih dengan tangan yang terikat.
Alana memperhatikan sekeliling, setidaknya di tempat mereka duduk sekarang jauh dari perhatian orang-orang. Walaupun begitu, dia masih tidak tahu alasan kenapa mereka duduk di sana.
"Untuk apa kau membawaku ke tempat ini?"
Pertanyaan Alana lagi-lagi tidak mendapatkan jawaban. Mereka hanya diam sampai pesanan diletakkan di atas meja, dua cangkir minuman panas di tengah cuaca mendung, ditambah dua croissant. Setelah melalui hari yang cukup melelahkan, berbohong jika Alana mengatakan kalau perutnya tidak lapar.
Alana harus melenyapkan rasa lapar dalam keadaan sekarang. Dia berada dalam bahaya, terancam akan dijebloskan ke penjara. Mana mungkin bisa memikirkan tentang makanan.
Suara wadah yang bergesek dengan meja membuat Alana melupakan diri. Aroma croissant bercampur aroma kopi semakin tercium ketika didorong lebih dekat padanya. Dia langsung mengangkat kepala, melihat pria di depannya mulai menyeruput minuman.
Luke menggerakkan tangan mereka yang ada di atas meja untuk menyadarkan lamunan si pencuri. "Kau tidak ingin menghabiskannya?"
Alana yang sedang mempertahankan diri pun menjawab, "Untuk apa membawaku ke mari?"
Luke meletakkan cangkir, lalu mengelap bibir. "Aku sudah mengatakannya, kau tidak akan bisa pergi dengan mudah setelah merugikanku."
"Jika kau akan menjebloskanku ke penjara, maka langsung saja bawa aku ke kantor polisi."
Luke memajukan duduknya, berpikir beberapa saat sebelum berkata, "Aku rasa dibandingkan menjebloskanmu ke penjara, lebih baik menjadikanmu sebagai budakku."
Alana meludah sembarangan. "Jangan harap!"
Luke menyeringai. "Aku mendengar bahwa menjadi pencuri adalah profesi paling buruk di kota ini, ternyata kau masih memandangnya sebagai hal yang baik."
"Dibandingkan menjadi budakmu, lebih baik menjadi pencuri!"
Luke tertawa. "Aku memberikanmu makan dan minum di saat dirimu mencuri sesuatu dariku, lalu menawarimu pekerjaan untuk menjadi budakku. Tidak bisakah kau melihat perbedaannya?"
"Setiap orang yang menginginkan sesuatu pasti akan berlaku baik pada awalnya. Kalian sama saja, memanfaatkan kelemahan seseorang hanya untuk mencapai kepentingan masing-masing."
Saat berkata, Alana menampakkan ekspresinya yang buruk. Dia memang sangat membenci kehidupannya, termasuk mereka yang hidup di kota Tanzanite. Jadi, sulit menemukan orang yang bisa dia percaya.
Luke menyandarkan diri, mengamati wanita yang tidak bisa dibiarkan lepas di saat sudah melihat isi dari dokumen. Bagaimana pun caranya, dia harus membuat mereka tetap bersama agar dirinya dapat memantau pergerakan wanita itu.
"Kalau begitu, kenapa kita tidak membuat kesepakatan saja untuk kebebasanmu?"
Buku lain oleh Renko
Selebihnya