Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
Duarrr ….
Duarrr …..
Gemuruh langit bersahutan menyambarkan kilatan. Suara mirip ledakan yang bertubi-tubi datang membuat malam dingin itu terasa kian mencekam. Di balik suasana yang kian menyeramkan ini, di waktu tengah malam, seorang ibu yang tengah mengandung akan mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan seorang bayi ke dunia. Bayi mungil yang akan jadi malaikat kecil nan menggemaskan.
Wanita yang menggunakan pakaian pasien dan kain jarik yang melilit di pinggangnya telah bermandikan peluh sekujur tubuh. Rasa yang ia alami saat ini benar-benar luar biasa. Untuk kedua kalinya, ia diberikan kesempatan sebuah titipan dari Tuhan lagi. Ini sungguh kesempatan yang luar biasa, diluar sana banyak yang kesulitan untuk memiliki anak,sedangkan dia, Tuhan begitu mudah memberikannya lagi kepercayaan.
Sembilan bulan sudah dia mengandung, selama sembilan bulan pula dia merasakan bagaimana nikmatnya segala keluhan yang dialami ibu hamil lain. Mulai dari mual muntah, susah tidur, sering kencing, mudah lapar, tidak enak berbaring dengan posisi apapun dan lain-lain.
Jika kebanyakan ibu hamil bahagia ditemani dan disayang oleh suami, tidak dengan ibu hamil yang satu ini. Dia sudah menyandang status single karena sudah bercerai, bahkan keterangan kehamilannya juga dipalsukan karena proses perceraian tidak bisa dilakukan saat pihak istri tersebut mengandung. Jalan satu-satunya saat ingin berpisah adalah dengan berkata bahwa saat ini dia tidak tengah hamil, alasan perceraian pun dibuat simple agar tak memakan waktu lama, Jika banyak laporan yang diajukan, otomatis proses perceraian yang biasanya memakan waktu tiga sampai empat bulan menjadi lebih lama.
Dalam keadaan proses melahirkan seperti ini dan juga bertaruh nyawa, dia dalam kesendirian tak ditemani siapa-siapa. Iub dan anak pertamanya menunggu di rumah. Saat ini juga hujan badai, jadi lebih baik keluarganya di rumah saja. Dia datang ke tempat praktek bidan ini tadi saat rasa mulas baru ia rasakan, hanya membawa dua tas yang satu isinya perlengkapan bayi yang satunya lagi perlengkapan miliknya..
“Aduhh …. Mules, Bu,” rintihnya sambil memeluk bola besar yang biasanya digunakan untuk senam hamil. Dari tadi sia berruku agar rasa sakitnya tertahankan. Namanya mau melahirkan, pasti ada rasa mulas yang menjalar dari depan perut hingga bagian pinggang, bedanya mulas ini lebih kuat dari mulas dismenore alias mulas di hari pertama menstruasi.
“Sabar, Bu … Sabar. Ya gini namanya lahiran. Semua sama, kan!” ujar seorang bidan yang mengusap pinggang ibu yang baru mengalami pembukaan dua ini.
Perjalanan masih panjang. Ibu hamil yang sedang dalam proses persalinan harus menunggu dulu hingga pembukaan kesepuluh, Barulah setelah mulut rahim terbuka sepuluh senti, proses persalinan pun dilakukan. Umumnya pada persalinan pertama lebih dari sepuluh jam dan persalinan kedua kurang dari sepuluh jam, anak ketiga dan keempat lebih cepat prosesnya karena sudah terbiasa.
Meski sudah pengalaman dua kali, rasanya masih sama. Sakitnya membuat ingin membanting barang dan menjambak orang. Kaki dan tangannya sampai dingin, wajahnya memerah dan penuh dengan keringat.
Duuarrr …. Suara petir kembali terdengar.
“Benar tidak ada riwayat penyakit berat dan persalinan yang lalu lancar kan, Bu?” tanya bidan itu lagi. Sang bidan khawatir jika terjadi komplikasi pada saat persalinan. Jika dalam keadaan hujan seperti ini ada kegawatdaruratan, otomatis proses merujuknya akan sulit. Perlu ke rumah bapak RT dulu untuk meminjam mobil darurat dan menempuh perjalanan setidaknya dua jam untuk sampai di rumah sakit besar.
Tak semua bidan dan pasien yang memiliki kendaraan sendiri untuk pergi ke rumah sakit saat keadaan gawat darurat. Di kampung ini, hanya mobil pak RT saja yang biasa digunakan untuk antar jemput pasien yang harus dirujuk.
“Benar, Bu. Tidak ada!” Dia menggelengkan kepalanya pelan.
Perjuangan melelahkan ini berlanjut hingga empat jam. Ibu hamil yang tak ditemani oleh keluarganya ini pun mengalami kejadian pecah ketuban. Waktu sekarang sudah dini hari dan hujan pun masih tak mau untuk berhenti. Hujan ini seakan menjadi pengiring proses kelahiran ini.
“Saya periksa dalam lagi, ya, Bu.” Bidan ini menuntun pasiennya agar kembali berbaring di bed dan dia segera mengambil sarung tangan medis. Keterampilan indra perasa pada tangan yang menentukan apakah jumlah pembukaannya benar atau tidak.
“Silahkan!” Wanita ini hanya bisa pasrah dan menyerahkan keselamatannya pada bidan yang ada di hadapannya ini. Mau bagaimanapun, dengan cara apapun, yang penting bayi lahir sehat dan selamat.
Saat rasa mulas kembali melanda, dua jari tangan bidan bersiap untuk masuk lewat celah sempit hangat penuh lendir. Bergerak memutar dan meraba bagian gerbang yang biasanya semakin tipis dan membuka.
“Tarik napasnya!” Dia memberikan aba-aba.
“Satu, dua, tiga.” Dia meraba dengan kedua tangan untuk menghitung seberapa lebar pembukaan saat ini dan ketebalan gerbangnya.
Saat dirasa benar, dia pun memberitahukannya pada pasien. “Pembukaannya sudah lengkap. Kita mulai proses persalinannya, ya!” Bidan ini segera mendekatkan alat-alatnya. Kini di sebelah kanannya sudah tersedia bak instrumen isi gunting, tali untuk mengikat tali pusat, jarum jahit, benang jahit, alat suntik dan alat klem. Di sebelah kirinya sudah ada asisten yang akan membantu karena penolong proses persalinan diharuskan dua bidan.
“Masih ingat caranya?” tanyanya karena harus mengajari lagi pasien caranya mengejan yang baik saat persalinan. Wanita yang terbaring lemas hanya menjawab pertanyaannya dengan gelengan kepala.
“Tarik napas dari hidung, kumpulkan energi semuanya di perut, dorong perlahan dengan energi perut setelah capek mendorong ibu keluarkan napasnya perlahan dari mulut.” Bidannya sampai mencontohkan, tak hanya dengan ucapan saja. Mereka berdua akan sama-sama mengejan.
“Yuk bisa, yuk!” ajaknya agar sang pasien melakukannya dengan baik dan benar.
“Eeeeee ….” Satu kali percobaan telah dilakukan, tapi ini energinya kurang baik, masih lemas dan tidak membuat kemajuan bayi. Maklum baru permulaan.