Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
CRAZY FOR LOVE

CRAZY FOR LOVE

KUMARA

5.0
Komentar
331
Penayangan
24
Bab

Kirana si perempuan unik, dia jutek tapi cengeng, galak dan doyan gosip. Panji si pria kompleks, dia berhati lembut tapi juga temperamen, dia yang judes sekaligus serampangan. Usai lulus SMA, Panji menghilang dibawa angin, ditelan bumi, tidak ada satu pun teman sekolah yang tahu keberadaannya. Tapi kemudian setelah bertahun-tahun, dia kembali lagi ke kehidupan Kirana tanpa diduga. Mimpi-mimpi Kirana dibangunkan kembali meski kini dia sudah punya gandengan baru. Kirana dijungkir balikkan, dia mengaku cinta mati pada Panji, walau dia tahu resiko berhubungan dengan pria tanpa komitmen seperti Panji: dia hanya akan buang-buang waktu dalam penantian. Demi mengikat Panji agar tidak pergi lagi, Kirana nekat, dia mendesak supaya bisa tinggal bersama Panji, bahkan pingin mengandung anaknya. Berhasilkah cara licik Kirana? Apa pria bebas seperti Panji pada akhirnya tunduk pada sebuah ikatan? Mungkinkah mereka bersama selamanya? Atau Panji datang hanya untuk mematahkan hati Kirana untuk kedua kali? Kisah ini bukan hanya romantis, tapi juga diisi humor segar nan nyeleneh yang ajaib ^^

Bab 1 AU AH, KIRANA

Jari-jari kurus dan panjang milik Kirana lincah menari di atas keyboard, nyaris tidak ada jeda seakan dia sedang mengerjakan pekerjaan yang butuh keseriusan tingkat tinggi. Gadis berambut lurus sepunggung itu sampai menggigit bibirnya yang tipis dan bergincu merah muda, setetes keringat mengalir di pelipisnya yang putih.

Tak!

Tombol enter di-klik kuat-kuat. Yak, satu komentar panjang bernada kebencian baru saja dia luncurkan ke dalam kolom komentar salah satu Instagram selebriti Ibu Kota. Alih-alih mengerjakan laporan, tenaga dan waktu Kirana lebih banyak habis untuk julit pada selebritis kondang, padahal bukan sekali dua kali dia dapat teguran dari atasan di divisinya, Pak Yayuk.

Nah, kan. Sekarang teman kerja Kirana, Welas-si cewek bergigi kuning super kepo-memanggilnya untuk menemui Pak Yayuk. Semprotan macam apa lagi yang akan diterima Kirana kali ini?

"Kamu ini bagaimana?! Kamu kira ini laporan main-main, ya?! Kamu kira ini laporan penjualan warung kelontong?!" Suara Pak Yayuk naik satu oktaf. "Ini laporan keuangan perusahaan, Na!" Pak Yayuk mulai action melempar berkas hasil kerja Kirana. "Kamu niat gak sih kerja di sini?!" Pak Yayuk menggebrak meja lalu menatap lurus-lurus Kirana yang hanya bisa tertunduk lesu.

"Niat, Pak ... Maaf saya kurang tidur."

Alasan klise Kirana itu bahkan tidak mungkin mempan membuat cicak di dinding mempercayainya. Pak Yayuk tepok jidat. Kalau dikalkulasi, sebulan ini dia sudah puluhan kali tepok jidat karena Kirana.

"Tugas kita ini sangat krusial, Na! Kamu jangan main-main!" Pak Yayuk menggoyang-goyang kursi sampai tubuh gempalnya terpental-pental, Kirana jadi mengikik dalam hati menyaksikan lipatan lemak di perut Pak Yayuk saling dorong.

"Ya maklum lah Pak, kan saya masih magang, baru kerja tiga bulan." Kirana memasang muka sedih.

Pak Yayuk mencoba mengatur napas, jangan sampai asmanya kambuh gara-gara karyawan tulalit seperti Kirana. "Gini aja, sebulan ini kamu jangan pegang laporan dulu, kamu cukup bantu yang lain buat foto kopi sama bikin teh buat mereka. Daripada laporan penting jadi hancur berantakan karna ulah kamu!"

"Maksud Bapak ... Saya diturunkan jabatan?" tanya Kirana polos.

"Jabatan apa?! Kamu jangan melunjak, ya! Kamu kira magang kaya kamu udah di posisi apa, sih?!" damprat Pak Yayuk dongkol jilid kedua.

"Hehe, iya ya Pak ... Jadi saya bantu-bantu yang lain dulu ya, Pak?" Kirana nyengir tanpa dosa.

Saat pintu ruangan Pak Yayuk dia tutup, gadis itu langsung mengepal tinjunya. Yes! Dia bersorak dalam hati. Senang tiada terkira akhirnya pekerjaannya jadi lebih mudah dan santai. Dia bisa lebih aktif mengomentari foto-foto maupun video selebriti. Membaca komik webtoon pun bisa lebih leluasa, tidak ada lagi laporan jelimet yang bikin migran.

"Kamu diapain lagi sama Pak Yayuk?" tanya Welas seiring pantat Kirana kembali ke tempatnya.

"Mau tau aja urusan orang," jawab Kirana ketus. Welas langsung manyun sambil balik fokus menatap monitor di mejanya. Dia sudah biasa menghadapi sikap jutek Kirana.

Hape Kirana bergetar sedetik kemudian, ada pesan whatsapp dari sahabatnya, Mila, yang berbunyi:

Entar malem keluar, yuk. Kan udah lama kita gak kobam, cuy.

Duh, Mila. Cewek yang sudah berteman sepuluh tahun dengan Kirana ini memang hobinya pesta dan minum. Kalau orang normal slogannya tiada hari tanpa olahraga, si Mila slogannya malah tiada hari tanpa party. Tapi bukan Kirana namanya kalau tidak setuju. Karena bujuk rayu Mila, Kirana juga jadi ikut-ikut. Kebiasaan mabuk sampai pagi alhasil membuat kinerja dan gaya hidup Kirana makin keteteran. Tapi lebih dari sekadar hanya minum untuk bersenang-senang, Kirana memang butuh mabuk untuk melupakan sakit di hatinya. Hanya itu obat yang setidaknya bisa sedikit memberi rasa lega.

***

Suara musik elektronik memekakkan telinga, membuat jantung seisi klub berdebar dan memacu adrenalin. Lampu kerlap-kerlip bersinar di tengah kegelapan, orang-orang asyik tenggelam dalam tarian khas masing-masing. Seperti ulat keket, Mila berjoget cuek di lantai dansa. Kirana mencibir dalam hati. Norak. Mila selalu norak dan bikin malu. Dua cowok bergaya ala gangster mendekati Mila untuk menari bersama. Mula-mula goyangnya santai tapi mereka curi-curi kesempatan juga menyentuh tubuh Mila yang agak montok. Mila yang dalam keadaan setengah mabuk cuek saja, dia terus berjoget mengikuti irama musik.

"Sorry, bos,"

Sampai kemudian seorang pria berpakaian kasual datang dan memeluk Mila, menegaskan kalau Mila adalah miliknya. Dua cowok mafia wanna be itu pun berlalu. Kalau diladeni lebih jauh, bisa-bisa berujung baku hantam.

"Woi, temen lu digerepe-gerepe orang lu nya malah asik aja." Adam yang notabene pacar Mila mengomel seraya mendudukkan kekasihnya di depan Kirana.

"Yeee ... Orang dia yang mau joget sendiri kok, ngapain juga gue larang-larang?" protes Kirana. "Lu sama siapa ke sini, Dam?" tanyanya kemudian.

"Sama Akbar, lagi ke toilet bentar dia," jawab Adam sembari menuang bir ke dalam seloki dan langsung menegaknya.

"Anjrit-lah, manusia batu itu lagi yang lu ajak ke sini," omel Kirana.

"Lu gak peka-peka juga ya, Na! Dia tuh demen sama lu! Udah gue bilang kan, terima aja kenapa, sih? Masa depan juga dijamin cerah."

Mila yang sejak tadi tertunduk lemas langsung mengangkat kepala, soal begini-begini dia memang anti ketinggalan, apalagi menyoal Kirana-Akbar yang sudah setahun belakangan ini dia comblangin. "Bener tuh, Na. Lu udah dua puluhan, gak baik melajang lama-lama ..." Dia menimpali meski dalam kondisi tidak sadar sepenuhnya. "Lu liat baik-baik kualitas Akbar. Dia baik, sopan, penyayang anak dan keluarga, punya kafe, apa coba kurangnya?"

"Ah lu juga satu, gue kan udah tegasin, gue sama sekali gak mikirin soal jodoh." Kirana menegak bir langsung dari mulut botol, saking sebalnya dicelotehi soal Akbar terus.

"Mau sampe kapan sih lu mikirin Panji? Bisa aja dia udah kawin."

Dada Kirana nyeri lagi. Panji. Satu nama yang tak mau pergi dari otaknya walau sudah sewindu berlalu. Memang benar yang dikatakan Mila, Panji adalah penyebab Kirana tidak bisa melanjutkan hidup. Panji adalah alasan kenapa Kirana selalu bermimpi buruk setiap malam, selain Pak Yayuk tentunya.

Habis acara kelulusan SMA, Panji lenyap tanpa jejak. Tak ada satu pun yang tahu ke mana dia pergi, termasuk Kirana yang waktu itu statusnya digantung. Rumahnya dijual, nomornya tidak bisa dihubungi, ayahnya dipindahkan tugas kerja tapi tidak tahu ke mana. Dia hilang ditelan bumi. Bahkan setidaknya, sepucuk surat tanda perpisahan pun tidak sampai dikirim pada Kirana.

"Ah, siapa bilang gue galau gara-gara dia? Males banget kaya gak laku aja. Waktu itu juga kami cuma cinta monyet, kok. Gak ada yang spesial, lu nya aja yang suka nafsirin berlebihan." Kirana selalu denial, malu dong jika harus jujur mengungkap kalau hatinya memang sudah diporak-porandakan oleh Panji. Pacaran lima bulan saja hancurnya sampai begini, bagaimana kalau waktu itu mereka pacaran bertahun-tahun, mungkin Kirana sudah tinggal nama.

Mulut Mila batal mendumel lagi lantaran Akbar sekarang telah ikut bergabung bersama mereka. Si pemuda berkemeja putih bersih dan berambut klimis serta berkacamata silinder ini adalah Akbar, sohibnya Adam sekaligus mantan teman satu kantornya dulu. Tidak ada yang istimewa darinya, tapi tidak kurang pula. Diibaratkan roti, dia adalah roti tawar tanpa selai, terasa datar dan tidak ada kejutan. Gaya bicaranya komunikatif parah, maklum lulusan komunikasi. Dia akrab dengan ibunya alias anak Mama, dan kini melanjutkan usaha keluarga menjalankan kafe untuk muda-mudi. Pokoknya, hidupnya terlalu normal untuk Kirana.

Sejak dicomblangi tahun lalu, hubungan mereka relatif lambat naiknya karena Kirana. Sekali tidak tetap tidak. Begitu pikir Kirana. Lagian dia juga belum yakin dengan kesungguhan Akbar. Dan ada satu hal lagi yang membuat Kirana selalu menghindari Akbar, Kirana punya satu teori: orang normal adalah orang paling berbahaya. Dia selalu merasa kalau Akbar sesungguhnya adalah psikopat yang bersembunyi di balik tampang polos. Tiap kali cowok itu mengeluarkan senyum manisnya, Kirana langsung merinding disko, yang diterimanya justru sebuah mimik mengancam yang mengatakan wajah tak berdosa itu suatu saat akan membunuhnya bahkan mencincangnya seperti di film-film gore. Au ah, Kirana. Absurd.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh KUMARA

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku