Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Gairah Sang Majikan
Selama 25 tahun hidup, baru kali ini Kanaya menjajakan kakinya di dunia malam. Ia benar-benar merasa bebas, seolah dirinya yang selama ini terkurung dalam sangkar akhirnya bisa menghirup udara segar. Gemerlap lampu warna-warni dan ingar bingar suasana club menambah kemeriahan malam pergantian tahun baru di The Exclusive, beach club ternama di Pulau Dewata. Malam itu Kanaya dan para sahabatnya yang sedang berlibur di Bali menghabiskan malam terakhir mereka dengan habis-habisan. Gelas mereka tidak pernah dibiarkan kosong dan terus diisi dengan alkohol.
Minum alkohol juga salah satu pengalaman pertama Kanaya. Maka tidak heran jika toleransinya terhadap alkohol sangat rendah, berbeda dengan teman-temannya yang lain.
Bersamaan dengan orang-orang yang sedang menghitung mundur pergantian malam tahun baru, Kanaya merasakan perutnya bergejolak. Ia lantas beranjak dan lari mencari toilet sebelum dirinya memuntahkan isi perut dan menjadi tontonan banyak orang.
Di lain sisi, lelaki berkaos putih dan celana jeans hitam dengan kedua lengan tangannya yang dipenuhi tato melakukan cheers bersama kawan-kawannya yang berada di sofa VVIP. Dia adalah Ryan Bagaskara, pemilik dari The Exclusive, beach club yang letaknya berada di atas tebing 100 meter dari permukaan laut. The Exclusive merupakan beach club pilihan favorit bagi wisatawan mancanegara maupun domestik, selain karena namanya sedang hits, view yang ditawarkan juga begitu menjanjikan, apalagi ketika sore hari pengunjung dapat menikmati pemandangan laut dan matahari yang terbenam dari ufuk barat. Bahkan pesohor luar negeri dan lokal menjadikannya pilihan utama mereka sebagai tempat menghamburkan uang. Di berbagai kesempatan, tak jarang DJ-DJ internasional mengisi acara di club tersebut. Ryan memulai bisnis tersebut sejak lima tahun yang lalu bersama dengan Alex, sahabatnya. Hingga saat ini, sudah ada dua cabang yang aktif beroperasi dan tidak pernah sepi setiap harinya, yaitu berlokasi di Surabaya dan Jakarta.
Malam itu terasa begitu menyenangkan untuk semua orang, ditambah euforianya juga sangat meriah. Kembang api yang bertebaran di langit, musik DJ yang menggema kencang, serta teriakan meriah orang-orang. Semuanya bergabung menjadi satu.
Tapi, jangan lupakan Kanaya. Perempuan yang tengah berjuang menahan rasa mualnya, ditambah lagi melihat antrean toilet wanita yang begitu panjang hingga luar. Kanaya hampir tidak berdaya, ia berjalan sempoyongan untuk mencari tempat bersandar, tapi nahasnya, dia justru menabrak seorang lelaki yang baru saja keluar dari toilet pria. Di sanalah semuanya berawal.
Kanaya yang tak mampu lagi menahan gejolak diperutnya, tidak sengaja memuntahi kaos lelaki yang ditabraknya dan ia terkulai lemas di dada bidang lelaki itu.
"Oh shh-"
Sayup-sayup Kanaya bisa mendengar lelaki itu menahan umpatannya yang tak usai. Tubuh Kanaya pun kembali tegak, kesadarannya seolah langsung kembali dan ketika melihat kaos putih lelaki di hadapannya ternoda karena muntahannya, mata Kanaya melotot dan bibirnya terperangah.
Kanaya tak berani menatap wajah lelaki itu, ia hanya menunduk memandang kedua tangan lelaki tersebut yang penuh tato sedang memegang ujung kaosnya.
"So-sorry ... gue ...." Kanaya gagap karena rasa takutnya, apalagi penampilan lelaki itu menyeramkan. Meski belum melihat wajahnya, Kanaya yakin, pasti lelaki itu seperti preman dan kini sedang memelototinya dengan tajam.
"Lo baik-baik aja?"
Alis Kanaya tersentak. Suara lelaki itu terdengar berat dan sedikit serak, tapi nada bicara terdengar lembut di telinga Kanaya. Perlahan Kanaya memberanikan diri untuk menatapnya. Pelan-pelan fokusnya bergerak dan sampailah ia pada wajah tampan pria di hadapannya. Bentuk wajahnya oval, hidungnya mancung, ia memiliki alis hitam tebal. Matanya tajam bagaikan elang, namun ketika tatapannya bertemu dengan Kanaya, sorotnya terlihat lembut.
Kanaya mengerjap saat menyadari ia terlalu lama mengagumi lelaki di hadapannya. Pikirannya sontak panik mengingat apa yang sudah ia lakukan.
"Maaf. Gue bener-bener minta maaf. Aduh. Sumpah gue nggak sengaja. Tadi di toilet cewek ngantri dan penuh sampe gue nggak bisa masuk, tadinya gue mau cari tempat lain tapi malah keburu ...." Kanaya memandang miris kaos lelaki itu.
"Hey it's okay, tenang ... tarik nafas ...." lelaki itu memandu Kanaya untuk menarik napas dan menghembuskannya perlahan.
"Terus gimana kaos lo?" Kanaya merasa sangat bersalah.
Melihat ekspresi Kanaya yang hampir menangis, lelaki itu justru tergelitik, garis senyum yang ia miliki membuatnya semakin terlihat manis.
***
Di dalam dressing room, Kanaya mengedarkan pandangannya. Ia tidak tahu bagaimana lelaki itu bisa mengetahui tempat ini dan masuk begitu saja. Pikir Kanaya, mungkin dia memang sudah sering datang ke beach club ini, sampai-sampai dia hafal letak dressing room. Tak lama kemudian, lelaki itu kembali muncul, dia sudah berganti menggunakan kaos hitam polos, membuat penampilannya makin tampan berkali-kali lipat.
Aduhh Kanaya! Tolong fokus dong!
"Nih." Lelaki itu memberikan botol air mineral.
"Makasih. Baju lo yang tadi mana? Biar gue aja yang laundry-in."
Ia menggeleng. "Nevermind."
Kanaya mendesah pelan, ia menunduk. Masih ada rasa tak enak di hatinya. Sungguh, dia benar-benar memalukan. Pengalaman pertamanya minum alkohol justru membawa bencana. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga orang lain. Beruntungnya orang tersebut tidak langsung memarahi Kanaya di depan umum.