Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Impian setiap wanita adalah menikah dengan seseorang yang dicintai. Aku juga menginginkan pernikahan yang seperti itu. Dulu aku sering berharap akan ada pangeran berkuda putih yang melamarku. Mimpi klasik setiap wanita. Tapi, sekarang aku malah menikah dengan pria yang tidak kucintai. Andai saja waktu itu aku menolak permintaan ayah, aku tidak akan berdiri disini bersama pria itu. Beberapa hari yang lalu aku masih ingat jelas ayah yang memohon padaku.
"Nao..ayah mohon padamu tolong bantu ayah. Mau ya kamu menikah dengan tuan Adrian,” Ayah membujukku.
"Aku masih muda, ayah. Aku masih ingin melakukan hal-hal yang kusukai. Aku ingin bebas tidak ingin terikat ayah." Aku menolak dengan tegas. Tidak mungkin aku menikahinya. Kenal saja tidak.
"Ayah memiliki hutang, Naomi. Ayah tidak mampu membayarnya. Tuan Adrian pun setuju dengan pernikahan ini."
Hutang. Jadi semua ini demi hutang. Mengapa ia rela menukar putrinya demi hutang.
"Ayah tega sama Nao, demi hutang ayah lunas sampai merelakan Nao kepada orang lain. Apa aku sungguh merepotkan ayah selama ini?" Air mataku mengalir. Aku merasa kecewa dengan ayah.
"Maafkan ayah, Nao. Ayah sungguh putus asa. Ayah tidak memiliki cara lain. Hutang ayah begitu banyak. Jika ayah tidak melunasinya maka ayah akan dipenjara. Baiklah, bila kamu tidak mau. Ayah akan bicara dengan tuan Adrian. Ayah bersedia di penjara demi kebahagian putri ayah."
Ayah menatapku dengan tatapan yang tulus dan bibirnya melengkung lebar. Manis sekali senyumannya. Aku merasa iba dan sedih terhadap ayah. Dasar anak durhaka. Selama ini ayah yang selalu membantu saat aku kesulitan. Sekarang giliranku yang membantu ayah.
"Baiklah, ayah aku bersedia menikah dengannya."
Pada akhirnya aku menerima permintaan ayah. Cukup lama aku bergelut dengan pikiranku sendiri hanya untuk menerima tawaran itu.
Sekarang aku hampir menyesali keputusanku waktu itu. Inginku kabur dari pernikahan ini. Aku melirik ke arah ayahku. Ia tersenyum bahagia melihatku. Ayah terlihat tampan mengenakan jas hitam kebanggaannya. Aku masih ingat ia selalu menyimpan rapi jasnya itu. Ayah selalu mengatakan akan memakai jas itu di hari pernikahanku. Aku pun membalas senyum ayah tak ingin mengecewakannya. Para undangan pun sudah berdatangan. Semua kursi penuh. Memang pria yang akan kunikahi ini adalah seorang pengusaha kaya. Wajar jika semua orang datang ke pernikahannya. Mereka semua sepertinya kolega bisnisnya. Aku tidak melihat satupun keluarga Adrian. Apakah hubungannya dengan keluarganya tidak baik? Ah, sudahlah aku tidak peduli itu.
"Adrian Sebastian, apakah kau menerima Naomi Clara sebagai istrimu? Dan setia sampai maut memisahkan?" Pendeta bertanya kepada Adrian.
Aku menoleh kearah Adrian. Aku tidak menyadari kalau ia begitu memesona. Matanya yang tegas seolah menyihirku. Aku segera memalingkan wajahku. Menatapnya sedikit lebih lama lagi mungkin akan membuatku jatuh cinta padanya.
"Ya, saya bersedia menerima Naomi Clara sebagai istriku." Adrian menoleh ke arahku dan tersenyum.
Deg...jatungku berdegup. Apa ia sedang menggodaku? Jangan harap aku akan jatuh kepadanya. Kemudian pendeta menoleh kepadaku dan melontarkan pertanyaan yang sama.
"Naomi Clara apa kau bersedia menerima Adrian Sebastian sebagai suamimu?"
Sejenak aku terdiam. Aku masih ragu. Apakah dia pria baik? Apakah dia hanya memanfaatkan aku? Semua pertanyaan itu berkecamuk di benakku. Aku menoleh kearah para undangan dan ayahku. Mereka terlihat tegang. Seolah sedang menunggu kepastian hidup dan matinya. Akhirnya dengan terbata aku pun mengiyakan pertanyaan itu.
"Ya. Saya bersedia menerima Adrian Sebastian sebagai suamiku."
Kemudian pendeta meletakkan kedua tangannya diatas kepalaku dan Adrian. Ia memanjatkan doa untuk kami.
"Sekarang kalian sah sebagai suami dan istri," ujar pak pendeta.
Adrian sibuk menyambut para kolega nya. Aku tidak mengerti bisnis. Aku menjauh dari mereka. Aku melihat ayahku berjalan ke arahku. Ia memelukku dan menitikkan air mata.
"Ayah bahagia melihatmu menikah Nao. Dan maafkan ayah telah membuatmu melalui semua ini."
"Ayah, aku bahagia kok. Ayah jangan merasa bersalah. Aku akan mencoba menerima Adrian. Ayah tetap ayah terbaik bagiku."
Ayah satu-satunya keluarga yang kumiliki. Ibuku sudah lama meninggalkan kami. Saat aku masih di bangku SMA. Itu adalah hari yang paling kelam dalam hidupku. kehilangan sosok ibu disaat usiaku masih labil. Sekarang aku merindukannya. Apakah ibu melihatku dari atas sana? Apakah ibu juga bahagia melihatku menikah hari ini? Tak terasa air mataku mengalir. Kelopak mataku tak sanggup lagi menahannya. Ayah melepaskan pelukan nya. Ia memegang pipiku dengan kedua tangannya dan menatapku dalam. Seakan tahu isi pikiranku.
"Kau pasti merindukan ibumu, kan? Ayah yakin ibu juga pasti bahagia melihatmu menikah."
"Iya, ayah aku merindukan ibu."
Tiba-tiba seseorang menarik tanganku dari belakang. Aku menoleh. Ternyata itu Adrian. Raut wajahnya datar. Ia terlihat tidak senang akan sesuatu.
"Sedang apa kau disini? Para undangan sedang menunggumu. Mereka semua partner Bisnisku jangan mengecewakan mereka. Ayo ikut aku." Nada suara Adrian meninggi namun tidak terlalu kentara.
Aku mengikutinya dari belakang. Para undangan menunggu kami datang. Mereka tersenyum padaku. Ada satu pria yang menatapku seperti kucing yang sedang melihat ikan. Ia melihatku dari atas hingga kebawah. Aku merasa risih dengan tatapannya genit sekali. Aku yakin dia pasti pria hidung belang.
"Wah, istrimu cantik sekali. Aku bahkan tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya.” Pria itu memujiku sambil mengayunkan tangannya hendak menjabat tanganku.
Aku hanya membalas dengan senyuman dan membungkukkan sedikit badanku sebagai penghormatan. Adrian terlihat menegang. Ia tidak senang dengan sikapku barusan.
"Ini adalah tuan Jackson. Dia investor terbesar di perusahaanku. Kelak kau harus bersikap lebih ramah lagi kepadanya."
Dia bahkan tidak keberatan pria lain menggoda istrinya. Suami macam apa itu.
"Maaf, jika sikapku barusan telah menyinggung anda tuan Jackson. Aku hanya merasa itu kurang sopan saat anda memuji seorang istri di depan suaminya. Aku harap anda tidak marah." Aku meminta maaf kepada tuan Jackson. Lalu aku pamit untuk pergi ke toilet.
*********
Ini malam pertamaku sebagai seorang istri. Aku begitu gugup. Aku duduk ditepi kasur sambil memainkan ponsel. Aku membuka akun sosmedku banyak ucapan selamat dari teman- temanku. Pandanganku teralihkan ketika melihat Adrian baru saja selesai mandi. Dia hanya membalut badannya dengan handuk. Wajahku memerah. Aku begitu malu untuk melihatnya. Lalu aku lebih memilih keluar kamar. Daripada harus merasa sesak melihat Adrian memakai pakaiannya. Ya, kuakui ia memiliki badan yang kekar. Mungkin itu tubuh yang diidamkan setiap wanita. Lebih baik aku berkeliling rumah saja.
Aku masih asing dirumah ini. Rumah Adrian ternyata begitu besar. Ia memilih warna monocrome perpaduan putih dan hitam yang elegan untuk interior rumahnya. Berbanding jauh dengan rumah kami yang hanya berukuran 8X10 m. Hanya saja ia tidak memiliki satupun foto keluarganya. Hal itu mengusik pikiranku. Itu membuatku semakin penasaran tentang keluarganya.
"Sedang apa kau?" Seketika aku kaget saat mendengar suara adrian. Aku tidak menyadari kehadirannya. Dari sorot matanya terpancar ketidaksukaan.
"Oh..aku hanya berkeliling saja. Rumahmu indah sekali. Hanya saja aku tidak melihat ada foto keluargamu,” jawabku.