"Sore, Mas Andre," sapa Alena pada seorang pria yang baru saja menghampirinya di meja kasir.
Pria tersebut bernama Andre. Kedatangan Andre ke toko kosmetik tempat Alena bekerja adalah untuk mengambil barang pesanan sang istri. Belakangan ini Andre kerap kali mampir ke toko kosmetik tersebut hanya sekedar mengambil barang pesanan milik Silvy yang merupakan istrinya.
"Sore, Len. Pesanan Silvy udah disiapin?"
"Udah, Mas. Ini." Alena lantas menyerahkan paperbag yang isinya adalah beberapa kosmetik pesanan Silvy.
Andre lalu melakukan pembayaran seperti biasa. Ketika Andre tengah memasukkan uang kembalian ke dalam dompet, ia tidak sadar kalau sejak tadi Alena kerap kali curi pandang menatapnya.
Bagi Alena, Andre itu adalah laki-laki yang sempurna. Sudah tampan, mapan, dan perhatian terhadap istri. Untuk saat ini Silvy tidak bisa keluar rumah seperti biasa karena wanita itu habis melahirkan dua minggu yang lalu. Jadi tidak masalah kalau Andre sering mampir ke toko kosmetik ini atau ke tempat mana pun ketika sang istri membutuhkan sesuatu.
"Kapan kamu main ke rumah? Nggak ingin gitu, nengokin Shireen?”
Pertanyaan Andre refleks membuat Alena membuyarkan lamunannya. Ia sempat menampilkan raut wajah kaget bercampur bingung. Dan hal ini membuat Andre mengernyitkan dahi.
"Kamu melamun, Len?"
"Akh, e-enggak, Mas. Tadi Mas tanya apa ya? Aku rada kurang dengar."
Andre lantas menertawakan tingkah gugup Alena. Hal ini justru membuat gadis dengan t-shirt ungu itu makin salah tingkah saja. Alena hanya tidak mau Andre mencurigai kalau sejak tadi dirinya sibuk memperhatikan pria tersebut.
"Pertanyaanku tadi jelas banget, loh. Bisa-bisanya, ya, kamu kurang dengar? Kamu lagi melamun apa, hayo? Lagi asyik memandangku terus, kan?" goda Andre. Pria itu hanya menebak. Tanpa ia tahu kalau tebakannya justru sesuai fakta.
"Eum ... a-aku cuma ... aku cuma kagum aja sama Mas. Mas ini perhatian banget jadi suami. Semua perempuan pasti bahagia banget punya suami yang sempurna seperti Mas Andre." Alena memberanikan diri membeberkan tentang rasa kagumnya terhadap Andre. Dadanya makin berdebar saja ketika Andre menyunggingkan senyum tipis sebagai tanggapan atas pujian yang diberikan olehnya.
"Aku pamit dulu, ya? Silvy pasti udah nungguin aku di rumah." Andre beranjak pergi meninggalkan badan toko. Sementara Alena mulai menampilkan raut wajah kecewa karena pria tersebut tidak menanggapi pujiannya tadi. Hanya ditanggapi dengan seulas senyuman saja, bagi Alena itu masih kurang.
Gadis itu kembali melanjutkan pekerjaannya. Ada beberapa pesanan kosmetik via online yang harus Alena packing karena sebentar lagi kurir ekspedisi akan datang untuk mengambilnya.
"Kalau naksir Mas Andre, bilang aja, Len. Siapa tau Mas Andre punya rencana mau nambah istri lagi," celetuk Fani yang merupakan rekan kerja Alena. Detik ini Fani tengah membersihkan salah satu etalase kaca.
"Aku nggak ada niatan buat jadi pelakor, Fan." Alena yang tengah sibuk packing barang dengan posisi duduk di sebuah sofa dekat etalase, rasa-rasanya malas menanggapi gurauan rekan kerjanya itu.
Alena memang tidak punya niat apa pun untuk merebut Andre dari Silvy. Ia hanya sebatas mengagumi kesempurnaan Andre sebagai seorang lelaki, tanpa ada tekad yang bulat untuk meluluhkan hati pria tersebut.
"Ya, daripada kamu setiap hari kerjaannya mengagumi suami orang terus. Kalau punya perasaan itu, baiknya diungkapkan. Kan kalau Mas Andre balas perasaan kamu, hoki juga, dong, namanya. Nanti kamu dijadiin istri kedua, hidup mewah, jadi nyonya muda, nggak ada ceritanya kekurangan duit lagi, Len. Kalau aku jadi kamu sih, aku akan lakuin apa pun untuk mendapatkan cintanya Mas Andre."
Fani seolah-olah tengah mengompori Alena. Ia justru memiliki rencana, lusa ia akan memberitahu Andre tentang perasaan sahabatnya itu. Niat Fani hanya ingin membantu Alena untuk mendapatkan cinta dan kehidupan yang layak.
"Tapi aku anti, ya, jadi istri kedua. Aku pengennya itu punya pacar yang masih single. Risikonya gede, Fan, kalau macarin suami orang." Alena tetap pada pendiriannya.
Alena telah selesai packing barang. Ia lalu meraih ponsel demi menghubungi kurir yang biasa mengambil barang-barang pesanan ke sini. Belum juga menemukan nomor ponsel kurir tersebut di menu kontak, perhatian Alena terbagi untuk seseorang yang tengah berlari menghampiri sambil memanggil-manggil namanya. Seseorang tersebut adalah seorang wanita yang wajahnya tampak asing di mata Alena.
"Alena. K-kamu yang namanya Alena?" tanya si wanita yang usianya sekitar empat puluh tahun tersebut.
Alena kemudian berdiri dan mengangguk gugup sebagai jawaban.
"Sekarang kamu ikut aku. Tantemu, si Citra, habis kecelakaan, Len."
/0/17681/coverorgin.jpg?v=b7d7dd86a7113252102ebbcaf165f947&imageMogr2/format/webp)
/0/14334/coverorgin.jpg?v=edb42f4f519e2146969644febdb19d32&imageMogr2/format/webp)
/0/29168/coverorgin.jpg?v=e9e48c9955d6a8bdb0d7c878d0f11405&imageMogr2/format/webp)
/0/2941/coverorgin.jpg?v=a113f933c51b68be507cce6d077e3c5a&imageMogr2/format/webp)
/0/29606/coverorgin.jpg?v=43de8d7d2e394f3d3f370d1b2566c8f7&imageMogr2/format/webp)
/0/5053/coverorgin.jpg?v=b7288fd582e717b7e191b077dd23abc5&imageMogr2/format/webp)
/0/17149/coverorgin.jpg?v=9e8822e567909a5e504ab1ee583fe92b&imageMogr2/format/webp)
/0/5487/coverorgin.jpg?v=5f14fba69636ed885f8b73f7a02fe96c&imageMogr2/format/webp)
/0/4586/coverorgin.jpg?v=651c662242c05b47245fd41f214c5dc9&imageMogr2/format/webp)
/0/8922/coverorgin.jpg?v=122f60a4aa4007bf4763bc7735e28281&imageMogr2/format/webp)
/0/18873/coverorgin.jpg?v=b8baa94752614edd376b3e18297a1c9e&imageMogr2/format/webp)
/0/3334/coverorgin.jpg?v=6e6d8f37662ef09cd884581b5c644618&imageMogr2/format/webp)
/0/3872/coverorgin.jpg?v=e9a4e6acc2dfae4e5b73afa34ec542aa&imageMogr2/format/webp)
/0/6494/coverorgin.jpg?v=d70cbc9e0fbe54e08469c203f165324f&imageMogr2/format/webp)
/0/12755/coverorgin.jpg?v=20250122183546&imageMogr2/format/webp)