/0/13690/coverorgin.jpg?v=34d407bff7def1b62c3b6d9da1a2d824&imageMogr2/format/webp)
Revel menatap penuh minat pada ponsel di tangan kanannya, seulas senyum sinis tersungging di wajah tampannya yang tampak jelas sedang merencanakan sesuatu. Entah apa. Hanya pria itu sendiri dan Tuhan yang tau. Yang pasti sesuatu itu dapat membuat hati Revel senang. Tak heran senyum terulas di wajah yang biasanya dingin dan datar!
“Dasar cowok bodoh! Gue akan bikin cewek lo ngeliat sendiri gimana kelakuan busuk lo itu malam ini!” gumam Revel lirih, hanya pada dirinya sendiri.
Dengan wajah puas, Revel mengantongi ponselnya serta turun menuju ruang makan dan menemukan keluarganya sudah berkumpul. Lengkap, tanpa kurang satu orangpun. Selalu seperti itu dari dulu, lebih tepatnya sejak orangtuanya resmi menikah di saat usianya sudah beranjak 5 tahun.
Revel menggeleng, mengingat masa dimana dirinya sempat merasa kesepian karena tidak mengetahui keberadaan sang papa, sejak lahir, hanya ada mama di samping Revel.
Tidak heran kalau Revel selalu menatap iri pada teman-temannya yang bisa bermain dengan ayah masing-masing, terlihat gembira. Bermain bola bersama. Diangkat tinggi-tinggi seperti sedang melayang di udara. Dan masih banyak hal lainnya.
Hal yang hanya bisa dilakukan oleh seorang ayah.
Tidak heran kalau Revel sering berdoa, meminta pada Tuhan agar dirinya juga memiliki seorang ayah! Dan ternyata Tuhan berkenan mengabulkan doanya!
Setelah orangtuanya resmi menikah, Revel akhirnya bisa tumbuh dalam keluarga yang utuh dan harmonis. Dan sesibuk apapun papanya dalam mengurus perusahaan, tapi sang papa tidak pernah melupakan keluarga.
Begitu juga dengan mamanya yang selalu memberi perhatian penuh pada suami dan anak-anaknya. Termasuk Revel tentunya.
Hal itulah yang membuat Revel sangat menghormati kedua orangtuanya, bahkan boleh dibilang Revel begitu memuja mereka. Bagi Revel, kedua orangtuanya adalah panutan meski tidak sempurna, tapi banyak hal yang dapat Revel pelajari dari mereka, tentu hal yang baik saja.
Apa yang pernah terjadi pada hubungan orangtuanya di masa lalu membuat Revel bisa belajar banyak hal. Hal yang tidak bisa dipelajari di sekolah ataupun kampus. Karena itu adalah bagian dari pelajaran hidup dan hanya bisa dipelajari di UK alias Universitas Kehidupan! Dan pelajaran itu berlangsung seumur hidup!
Tepat saat Revel tiba di ruang makan, Claire, mamanya, menoleh dan memanggil nama Revel dengan lantang. Heboh. Ceria. Itulah ciri khasnya. Jika tidak heboh, berarti bukan mamanya! Dan meski berisik, tapi Revel menyukai suara nyaring sang mama!
Ibarat kata, suara mamanya bagaikan burung yang tidak pernah berhenti berkicau. Nyaring. Bising. Namun jika tidak ada akan terasa sepi!
“Revel! Ayo kita makan malam. Papa kamu udah ribut lapar dari tadi tuh!”
“Iya, Ma,” jawab Revel patuh, khas anak penurut.
Mereka menikmati santap malam bersama dengan sedikit obrolan ringan.
“Bagaimana dengan kuliah kamu, Revel?” tanya papanya, Levin, sambil lalu.
“Nothing special, Pa. Tahun depan setelah lulus, aku berencana mengambil kuliah master di Melbourne,” jawab Revel memberitahu keinginannya yang sudah terpendam cukup lama kepada orangtuanya.
Dan baru hari inilah Revel mengatakannya secara gamblang, semoga saja papa Levin dan mama Claire tidak menentang rencananya!
“Kamu yakin? Apa kamu betah tinggal sendirian disana?” tanya mama Claire.
“Ma, aku bukan anak kecil lagi! Dan aku bukan seorang nerd, jadi Mama tidak perlu khawatir karena aku pasti akan memiliki banyak teman disana, tidak sendirian seperti yang Mama takutkan!” balas Revel gemas.
Mama Claire selalu seperti itu. Memperlakukan Revel seolah dirinya masih anak kecil! Padahal umurnya sudah 20 tahun! Revel menoleh saat mendengar cekikikan kecil, kedua adik kembarnya itu pasti sedang menertawakannya lagi!
Mereka sangat suka jika melihat Revel kesal seperti ini. Terlebih mereka juga tau kalau Revel merasa risih jika mama Claire masih menganggapnya seperti anak kecil! Iyalah! Mana ada pria dewasa yang suka diperlakukan seperti anak kecil? Jika ada, mungkin pria itu punya kelainan!
“Kalian kenapa ketawa?” tanya Revel sebal.
“Ihh! Jadi cowok kok sensi amat sih?” kekeh Brianna jahil sambil menjulurkan lidah.
Revel mendengus, tidak bisa menjawab atau mengomeli adiknya. Semenyebalkan apapun mereka, tetap saja Revel sangat menyayangi kedua adik kembarnya. Brian dan Brianna.
Claire memandang ketiga anaknya, memutus perdebatan kecil diantara mereka.
/0/17988/coverorgin.jpg?v=3cdf015500d9bef287ade83c1e8edad7&imageMogr2/format/webp)
/0/19021/coverorgin.jpg?v=864d15033d378e15ab560fbe750165bf&imageMogr2/format/webp)
/0/22412/coverorgin.jpg?v=34c8b86c0aa7e3c406a82630771523a0&imageMogr2/format/webp)
/0/3065/coverorgin.jpg?v=86f4ce4034079b3240f9e6cfaa2621d5&imageMogr2/format/webp)
/0/9818/coverorgin.jpg?v=b835326f2f6e25ddf9e1d6153e202a56&imageMogr2/format/webp)
/0/13378/coverorgin.jpg?v=ccf175b59590ed22905f00b516dbe1e2&imageMogr2/format/webp)
/0/17104/coverorgin.jpg?v=8b7a3244b40f4c389fa63385cc90018e&imageMogr2/format/webp)
/0/19691/coverorgin.jpg?v=697aadf68d41fe77dac4fb9909e70655&imageMogr2/format/webp)
/0/17300/coverorgin.jpg?v=65252dd7284e2eebffbc10c9450c4d82&imageMogr2/format/webp)
/0/16503/coverorgin.jpg?v=0a6f06fe1619a44b1ef011902c6cc2eb&imageMogr2/format/webp)
/0/7195/coverorgin.jpg?v=66de677581964fb1265823dbf8169755&imageMogr2/format/webp)
/0/22445/coverorgin.jpg?v=662fcc633e4f66f261acb816aa0ad00b&imageMogr2/format/webp)
/0/15990/coverorgin.jpg?v=44f540b94ce0197a5b7a675c8a67cea7&imageMogr2/format/webp)
/0/18144/coverorgin.jpg?v=15b1340d5ddc298759b5c0fc43f49d98&imageMogr2/format/webp)
/0/14607/coverorgin.jpg?v=be4cb27234bbbf8ce81d5cf15a97b98f&imageMogr2/format/webp)
/0/16286/coverorgin.jpg?v=50b3e3f6bff299b91fb512578e017c81&imageMogr2/format/webp)