Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Istri Idaman Tuan Ares

Istri Idaman Tuan Ares

Irma W

5.0
Komentar
5.2K
Penayangan
57
Bab

Perjodohan sudah menjadi cerita klise di masyarakat. Siapa pun akan merasa terbebani ketika harus dijodohkan apalagi dengan seseorang yang sama sekali tidak kita kenal atau tidak kita cintai. Namun, bagaimana dengan Ares dan Anggun? perjodohan tidak bisa mereka hindari apa pun alasannya.

Bab 1 istri idaman 1

Hidup bergelimpangan harta sudah menjadi pilihan para wanita di manapun mereka berada. Harta, Tahta dan Pria, incaran ganas bagi siapun. Rupanya tampan, dia kaya, gagah nan mempesona. Namun, siapa yang sangka, di balik ketampanan dan kekayaannya, menyimpan sejuta keganasan di dalamnya.

Gareesa Wicaksono, itu lah namanya. Panggil saja Ares. Itu panggilan dari keluarga dan teman-temannya.

Pria gagah itu kini sedang berdiri dengan kedua tangan terlipat menghadap orang-orang yang tengah duduk di tuang tamu. Ada ayah dan ibunya, ada tiga tamu lain yang sepertinya berasal dari kalangan rendah.

“Apa ini perjodohan untukku lagi?” tanya Ares dengan nada sinis.

Belum sempat ada yang menjawab, Ares sudah berdecak sambil membuang muka. “Dan lihatlah, kenapa yang datang keluarga kumuh begini?”

“ARES! Jaga bicaramu!” gertak Bian (Ayah). “Mereka tamu kita, bersikaplah yang sopan!” Bian masih melotot.

Mendengar hampir ada perdebatan, tiga orang yang duduk di depan kedua orang tua Ares, nampak gelisah dan gemetaran.

“Ayah ....”Ares meraup wajah kemudian berdecak. “Lihatlah mereka, tampangnya saja lusuh begitu, bagaimana bisa disandingkan denganku?”

“ARES!” gertak Bian lagi. Dan Ares tetap bersikap santai tanpa ada rasa bersalah. “Duduklah dan biarkan kami membicarakan ini baik-baik.”

Ares menyeringai. Saat ia duduk, bola matanya sempat melirik ke arah seorang gadis berambut kepang dengan panjang di bawah pundak. Ares tidak bisa melihat dengan jelas rupanya seperti apa karena gadis itu sedari tadi menunduk.

“Ck! Apa gadis itu yang akan menikah denganku?” tanya Ares saat Ayahnya hendak bicara.

“Ares, diamlah dulu. Ayahmu mau bicara,” wanita di samping Bian melotot ke arah Ares.

Dia Ana, ibu tiri dari Ares.

“Hei! Anda bukan siapa-siapaku, jangan mengaturku!” sulut Ares sambil menuding.

Bian berkedip pada sang istri, sambil mengusap lengan. Bian memberi kode supaya tidak usah ikut bicara. Ana sempat merengut, tapi ada baiknya juga berdiam diri dari pada ikut berdebat dengan pria seperti Ares.

“Jawab ayah!”

Bian terperanjat saat tiba-tiba Ares berteriak ke arahnya.

“Apa gadis itu yang akan menjadi istriku?” tanya Ares mengulang pertanyaan yang tadi.

Gadis itu terlihat semakin menciut ketakutan. Kedua tangannya gemetaran dan saling genggam. Ares sempat menyeringai melihat ketakutan gadis itu.

“Mau bertahan sampai berapa detik dia bersamaku,” batin Ares masih dengan melirik tangan gemetaran itu.

“Kau duduklah yang tenang, biar ayah menyelesaikan pembicaraan ini.” Bian menepuk pundak Ares saat sudah duduk di sampingnya.

“Sepertinya menarik. Baiklah, aku akan ikuti drama ini,” gumam Ares dalam hati.

“Perkenalkan, mereka dari keluarga Kakek Baskoro. Ini Paman Anton dan ini Bibi Maya. Kalau yang ini ....”

“Gadis lusuh!” potong Ares sambil menyeringai jijik.

Senyum yang sempat mengembang di bibir Anton dan Maya langsung lenyap.

Bian menghela napas lalu berkata lagi tanpa memperdulikan perkataan Ares baru saja.

“Namanya, Anggun. Anggun Lestari.”

Mendengar nama gadis itu disebutkan, gelak tawa mencuat begitu sana dari mulut Ares. Ares tertawa sampai buliran bening muncul di ujung mata.

“Aku tidak salah dengar?” Ares ternganga menatap ayahnya.

“Apa maksudmu?” tanya Bian.

“Anggun Lestari? Hm ... kenapa nama itu terdengar sangat aneh?” Ares tertawa lagi. Sementara yang lain hanya bisa mengusap dada.

“Namanya kampungan sekali!” ceplos Ares lagi.

“Jaga bicara anda, Tuan!” Anggun tiba-tiba berdiri. Dua bola matanya menyala ke arah Ares. “Jangan pernah menghina namaku!”

“Heh!” Ares ikut berdiri. “Apa bagusnya namamu? Terlalu kampungan, makanya pantas dihina!”

“Ares, dudulah.” Bian menarik lengan Ares.

“Kau juga duduk Anggun,” perintah Anton dan Maya.

Ares dan Anggun sama-sama merengut. Keduanya pun duduk dengan rasa keterpaksaan. Dari lirikan Ares, Ares mendapati Anggun tengah terisak. Gadis itu menunduk dan terlihat meremas-remas jari.

“Apa dia menangis?” batin Ares. “Cih! Dasar cengeng! Begitu saja sudah menangis!”

“Sekarang apa?” tanya Ares pada semuanya. “Kalian sudah mengaturnya kan? Sekarang putuskan!” perintah Ares pada Ayah dan ibu tirinya.

Bian terlihat menarik napas dalam-dalam. Menggenggam tangan sang istri, kemudian mulai bicara pagi.

“Ayah akan menikahkan kau dan Anggun.”

Tak ada yang kaget di ruangan ini. Ares maupun Anggun hanya diam. Kenapa harus kaget? Ares dan Anggun sudah bisa menebak apa yang akan terjadi di ruangan ini.

“Baiklah, atur sesuka kalian.” Ares berdiri meninggalkan ruang tamu.

“ARES! Tunggu Ares!” teriak Bian dengan lantang. Namun, Ares sudah berlalu dengan diikuti asistennya yang sedari tadi berdiri diam di belakang Ares yang duduk.

“Maafkan anakku,” sesal Bian pada tamunya.

Mereka hanya tersenyum getir, sementara Anggun, mencibir dengan rahang menguat.

“Bagaimana mungkin ayah menikahkanku dengan wanita seperti itu?” tanya Ares saat sudah sampai di dalam kamar.

Asistennya yang bernama Nando, hanya nyengir sambil garuk-garuk kepala.

“Kenapa kau cuma diam saja di sana!” sembur Ares pada Nando. “Setidaknya bantu aku bicara!”

“Maaf, Tuan.” Nando menangkup kedua tangan. “Aku tidak ada hak untuk ikut campur.”

“Heh!” Ares melotot. “Kau kan bawahanku, aku yang membayarmu. Kenapa kau malah diam seperti patung tadi? Aku sampai berpikir kau tidak ada di sana tadi.”

Nandi nyengir lagi. “Maaf, Tuan. Suasana kan sedang genting, jadi aku cari aman.”

“Kebiasaan!” Ares mendengus lalu melompat naik ke atas ranjang.

Nando menarik kursi persegi kemudian ia duduki. “Tapi ya, Tuan ...” wajah Nando terlihat serius.

“Apa?” salah Ares langsung. “Jangan bilang kau mendukung perjodohan ini!”

Nando meringis sambil garuk-garuk kepala

“Jadi, kau setuju aku menikah dengan gadis tadi?” dua bola mata Ares sudah melotot.

“Tenang dulu, Tuan.” Nando menekan udara dengan telapak tangan. “Aku hanya berpikir gadis itu sangat berbeda dari yang biasanya.”

“Maksudmu?” Ares menaikkan kedua alisnya.

“Dia lain dari yang biasanya Tuan dan Nyonya kenalkan padamu. Biasanya mereka membawa wanita dari kelas atas, tapi kali ini ... kenapa mereka membawa gadis yang, Em ... kuras masih di bawah umur.”

Ares masih menatap wajah Nando dengan serius. Perkataan Nando memang ada benarnya. Biasanya ayah dan ibu akan menjodohkannya dengan orang terpandang. Teman bisnis misalnya. Namun, kali ini kenapa berbeda.

Ares mengusap-usap dagu lalu kembali menatap Nando. “Menurutmu, aku harus bagaimana?”

“Terima saja perjodohan ini.”

“Kau gila ya!” Ares langsung membelalak. Ares bahkan sampai duduk tertegak dengan jari mengacung lurus ke arah Dion.

“Tenang, Tuan.” Nando tersenyum supaya Ares tidak melotot lagi. “Dengarkan aku dulu.”

“Apa?” sahut Ares malas.

“Tuan pernah bilang padaku ingin memiliki wanita yang lain dari yang lain. Mungkin, ini jawaban dari keinginanmu, Tuan.”

“Tetap saja bukan gadis lusuh seperti itu yang aku mau!” salak Ares. “Kau tidak lihat ya, dia bahkan masih mengepang dua rambutnya. Najis!”

Nando meringis. “Tuan pikir-pikir dulu saja. Wanita glamor atau wanita yang biasa saja.”

Degh! Ares mendadak terpaku dengan kalimat yang diucapkan Nando. Dua pilihan yang berbanding terbalik pada setiap gadis yang mendekati Ares.

**

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Irma W

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku