Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Tuan, Kau Menghanyutkanku

Tuan, Kau Menghanyutkanku

Irma W

5.0
Komentar
8
Penayangan
25
Bab

Elise Morgan hanyalah seorang pelayan sederhana yang tak pernah menyangka hidupnya akan berubah sejak bekerja untuk Reiner, pewaris keluarga kaya yang dingin dan penuh teka-teki. Di tengah tugasnya, Elise mulai merasakan getaran perasaan yang tak seharusnya ada. Namun, kedekatan mereka mengundang konflik, peringatan tajam, dan rahasia yang mengancam untuk terungkap. Dapatkah Elise bertahan di tengah tekanan, ataukah ia harus melepaskan segalanya demi menjaga hatinya tetap utuh?

Bab 1 Bagian 1

Ruang pesta dipenuhi kemewahan yang mencerminkan kekayaan para pesohor. Lampu gantung kristal berkilauan, memantulkan cahaya lembut ke seluruh aula yang luas. Meski begitu, tempat yang dipilih sejujurnya bukan tempat yang terlalu terbuka.

Para tamu, berpakaian sempurna dengan gaun malam dan setelan mahal, bercakap-cakap sambil menyesap sampanye dari gelas kristal. Suara tawa ringan bercampur dengan dentingan alat musik dari orkestra yang bermain di sudut ruangan.

Namun, momen itu seolah terhenti ketika sosok Reiner Barack melangkah masuk.

Setelan jas hitamnya dibuat khusus, membingkai tubuh tegapnya dengan sempurna. Rambutnya disisir rapi ke belakang, tetapi sehelai jatuh ke dahinya, memberikan kesan santai yang memikat. Wajahnya membawa ekspresi dingin, namun karismanya tak terbantahkan. Setiap langkahnya memancarkan kepercayaan diri yang begitu kuat hingga semua kepala menoleh ke arahnya.

Para wanita berbisik-bisik, beberapa menyembunyikan senyum malu-malu di balik kipas mereka. Salah seorang dari mereka, seorang sosialita muda bernama Eva, bahkan terlihat memerah ketika tatapan Reiner secara tak sengaja menyapu dirinya. Tapi pria itu tampak tak peduli. Mata tajamnya menyapu ruangan dengan dingin, seolah mencari sesuatu yang lebih dari sekadar keindahan pesta itu.

"Begitulah Reiner Barack," pikir Eva dalam hati. "Selalu memukau, selalu tak terjangkau."

"Ya, sebentar lagi dia akan jadi milikmu, Eva," ujar temannya yang bernama Sidney.

Reiner melangkah menuju bar tanpa tergesa-gesa, mengambil segelas anggur merah dari pelayan yang lewat. Dia berdiri di sana sejenak, menyesap anggurnya dengan elegan, tetapi di balik wajah tampannya, pikirannya penuh rasa jengkel.

"Pesta ini hanya buang-buang waktu," gumamnya dalam hati. "Dan sekarang Ibu pasti akan mulai mengomel lagi."

Dan benar saja, suara lembut tetapi penuh tekanan dari ibunya terdengar tak lama kemudian.

"Reiner, sayang, kenapa berdiri di sini sendirian? Kau bahkan belum menyapa Eva," ujar Ny. Barbra Barack, ibunya, sambil melangkah mendekatinya. Wanita itu mengenakan gaun biru tua berkilauan, dengan rambutnya yang disanggul sempurna.

Sidney menyikut lengan Eva, dengan senyum menggoda. Suatu keberuntungan jika bisa sedekat itu dengan keluarga Barack.

Reiner memutar matanya sebelum membalikkan badan untuk menghadapi ibunya.

"Ibu, aku hanya datang karena kau memaksaku. Bukan berarti aku harus mengikuti setiap kehendakmu," balasnya dengan nada dingin.

Ny. Barbra tersenyum tipis, tetapi nada suaranya mengandung ketegasan. "Reiner, ini bukan hanya tentangmu. Eva adalah pilihan yang sempurna. Dia pintar, cantik, dan dari keluarga yang baik. Apa lagi yang kau butuhkan dalam seorang istri?"

Reiner meletakkan gelas anggurnya dengan sedikit keras di meja bar, menyebabkan beberapa tamu terkejut. "Aku tidak butuh istri, apalagi yang dipilihkan olehmu. Aku akan menikah kalau aku mau, dengan siapa yang aku pilih sendiri."

Ny. Barbra memandang putranya dengan kesabaran yang mulai menipis. "Kau tidak bisa terus seperti ini, Reiner. Kakekmu semakin tua, dan dia ingin melihatmu menikah sebelum dia pergi. Kau tahu itu."

Reiner mendengus kecil. "Kakekku? Atau Ibu? Karena sejauh yang aku tahu, ini semua tentang memuaskan ego Ibu, bukan keinginan Kakek."

Sebelum Ny. Barbra sempat menjawab, suara tawa beberapa wanita muda terdengar semakin mendekat. Eva, bersama dua temannya, terlihat berjalan ke arah mereka. Reiner menghela napas panjang, tahu bahwa pertemuan ini tidak bisa dihindari.

"Ibu, maafkan aku, tetapi aku tidak akan ikut dalam permainan ini."

Tanpa menunggu jawaban, Reiner berbalik dan melangkah keluar dari aula. Langkahnya cepat, penuh tekad untuk melarikan diri dari situasi yang membosankan ini. Dia tahu, kalau di belakangnya orang suruhan ibunya sudah berjalan cepat hendak menyusul.

---

Di luar aula, Reiner terus melangkah hingga akhirnya menemukan dirinya di area dapur. Tempat itu jauh dari hingar-bingar pesta, hanya ada suara panci yang beradu dan aroma makanan yang menggantung di udara. Di sudut ruangan, seorang wanita dengan seragam pelayan sedang sibuk merapikan nampan kosong.

Reiner mengamati wanita itu sejenak. Dia terlihat biasa saja, dengan rambutnya yang diikat sederhana dan seragam yang membuatnya tampak seperti bagian dari perabotan dapur. Tapi ada sesuatu pada caranya bekerja-tenang, tanpa tergesa-yang menarik perhatian Reiner.

"Kamu," panggilnya tiba-tiba.

Wanita itu tersentak, hampir menjatuhkan nampan di tangannya. Dia menoleh dengan mata membesar, jelas terkejut dengan kehadirannya.

"T-tuan?" tanyanya ragu.

"Aku butuh tempat untuk bersembunyi. Cepat, sebelum seseorang menemukanku!" perintah Reiner dengan nada tegas.

Wanita itu tampak bingung, tetapi dia tidak berani membantah. "Tapi, Tuan... saya hanya pelayan di sini. Saya tidak-"

"Tidak peduli," potong Reiner, melangkah lebih dekat. "Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan. Tunjukkan tempat di mana aku bisa bersembunyi, sekarang."

Wanita itu akhirnya menurut, meskipun dengan wajah tegang. "Ikuti saya, Tuan."

Dia membawanya ke salah satu ruangan penyimpanan kecil di belakang dapur. Setelah memastikan ruangan itu kosong, dia membukakan pintu untuk Reiner.

"Ini, Tuan. Anda bisa menunggu di sini sampai keadaan aman."

Reiner melangkah masuk tanpa berkata apa-apa, tetapi sebelum wanita itu pergi, dia menghentikannya.

"Namamu siapa?"

Wanita itu terdiam sejenak sebelum menjawab pelan. "Elise, Tuan. Elise Morgan."

Reiner hanya mengangguk sebelum menutup pintu di belakangnya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Irma W

Selebihnya

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku