Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Gairah Liar Pembantu Lugu
Jangan Main-Main Dengan Dia
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Tawaran Gila Suamiku
Pagi yang sangat indah, namun tidak bagi Luna.
Hari ini adalah hari pertama Luna menjadi seorang istri atas bocah tengil yang entah bagaimana bisa menjadi suaminya.
Namanya Alvaro, lelaki yang masih asik bergumul dalam tidurnya di sofa. Sengaja, karena Luna belum begitu terbiasa hidup serumah dengan lelaki itu.
Sambil mengucek matanya, Luna beranjak dari atas kasur untuk mematikan pendingin ruangan. Udara pagi ini memang sedang mendung, rasanya ingin kembali bergelung di dalam selimut daripada kembali bekerja.
Luna sampai lupa. Dia juga tidak boleh membiarkan Alvaro asik-asikan di dalam selimut!
"Varo, bangun!" Luna mengguncang pundak lebar lelaki yang masih memejamkan matanya itu. Sedikit iba ketika melihat kaki Alvaro yang tertekuk. Siapa suruh punya kaki terlalu panjang!
Alvaro hanya mengeluh sebentar, kemudian kembali menghadapkan tubuhnya membelakangi Luna.
"Udah siang! Kamu harus kuliah!" tegas Luna sambil mengguncangkan bahu Alvaro lebih kencang.
"Ini hari pertama kita loh Lun? Mama udah nyuruh kita ambil libur sementara kan?" pada akhirnya Alvaro bangun. Suara lelaki itu yang serak dan berat terkadang membuat Luna bertanya-tanya akan umur Alvaro.
Kepala Luna menggeleng tegas. "Nggak ada libur-libur ya, Varo. Aku harus masuk, kalau kamu nggak mau masuk, itu terserah kamu!"
Alvaro bangkit untuk duduk di atas sofa, sedikit merenggangkan tubuhnya karena pegal. Lelaki bermata hitam pekat itu menatap sosok gadis bertubuh mungil di depannya. "Nggak nyangka, akhirnya bisa manggil Luna sayang dengan bebas, nggak harus manggil Mbak Luna lagi, iyakan 'sayang'?" sengaja menggoda Luna dengan tatapan jahilnya, sentak membuat Luna melempar bantal sofa tepat di depan wajah 'suaminya'.
"Jangan sembarangan!" desis Luna tidak suka.
Bertahun-tahun mengenal Alvaro, tentu saja Luna sangat hafal dengan sifat aslinya. Alvaro itu jahil dan juga nakal. Nakal menurut Luna karena lelaki itu terlibat dalam geng-geng pahlawan sekolah, sering balapan motor, pergi ke club, dan bergonta-ganti pasangan.
Tahu dari mana?
Kan sudah Luna bilang. Alvaro itu adalah sosok penguntit sejatinya. Sejak kecil hingga besar, tidak berhenti lelaki itu membuntutinya. Selalu saja Luna yang dijadikan sasaran empuk kejahilannya.
"Loh, nggak salah kan Lun? Sejak kecil loh aku pengen banget nikah sama kamu. Untungnya orang tua aku setuju banget sama permintaanku pas masa kecil,"
Memang benar, mereka menikah karena perjodohan. Lebih tepatnya, mengedepankan ego sampai menjual anaknya sendiri. Mungkin itu istilah kasar yang dapat Luna berikan kepada kondisinya.
Siapa bilang Luna setuju dengan pernikahan ini? Tentu saja tidak. Luna sudah melalui berbagai macam rintangan untuk membatalkannya, namun apa yang terjadi? Semua sia-sia.
"Udah deh mandi, nggak usah banyak omong!"
Alvaro bangkit dari sofa, berkacak pinggang di hadapan Luna. "Hari pertama sayang, masa masuk sih?"
Luna memutar kedua bola matanya kesal. "Jangan panggil itu, Varo!"
Sangkin kesalnya, tangan Luna bergerak mencubit perut keras milik lelaki di depannya. Entah makan apa, tubuh Alvaro jauh lebih tinggi dan besar ketimbang dirinya. Padahal, tuaan juga umur Luna, namun tingginya hanya mencapai pundak lelaki itu.
"Jangan panggil itu, Varo!" ucap Alvaro dengan suara mengejek. Hal itu membuat Luna semakin jengah dengan sikap kekanakan Alvaro.
"Nggak usah sarapan kalau masih begitu!" Luna pada akhirnya menyerah. Dia berbalik badan dan melanjutkan langkahnya menuju dapur. Berniat memasak nasi goreng untuk sarapan hari ini.
Luna hanya bisa berdecak di dalam hati mendengar teriakan Alvaro yang berlari memasuki kamar mandi. Menggeleng kepala akan sifat Alvaro.
Luna seperti menikah dengan anak kecil.