Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Into Your Arms

Into Your Arms

vanisa_28

5.0
Komentar
9
Penayangan
7
Bab

Luna tidak pernah menyangka jika sisa hidupnya akan dia habiskan bersama seorang lelaki yang umurnya jauh dengannya. Dia adalah Alvaro, bocah semester 3 yang sejak kecil selalu mengintilinya kemanapun Luna pergi. Saat kecil dulu, Alvaro pernah berkata, jika dia ingin sekali menikahi Luna ketika besar nanti. Namun siapa sangka jika ucapan bocah ingusan pada saat itu akan menjadi kenyataan? Sebuah perjodohan mengharuskan Luna menghabiskan sisa hidupnya bersama Alvaro. Menghadapi sikap labil mahasiswanya sendiri, sikap jahil dan sikap tergelap dari hidup Alvaro. Luna tahu, dia harus bisa menjaga perasaannya sendiri dari jeratan maut si pemain wanita itu. Namun tidak pernah tahu jika pada akhirnya, Luna akan jatuh sedalam-dalamnya. Siap menjelajahi kehidupan Luna dan Alvaro?

Bab 1 day one

Pagi yang sangat indah, namun tidak bagi Luna.

Hari ini adalah hari pertama Luna menjadi seorang istri atas bocah tengil yang entah bagaimana bisa menjadi suaminya.

Namanya Alvaro, lelaki yang masih asik bergumul dalam tidurnya di sofa. Sengaja, karena Luna belum begitu terbiasa hidup serumah dengan lelaki itu.

Sambil mengucek matanya, Luna beranjak dari atas kasur untuk mematikan pendingin ruangan. Udara pagi ini memang sedang mendung, rasanya ingin kembali bergelung di dalam selimut daripada kembali bekerja.

Luna sampai lupa. Dia juga tidak boleh membiarkan Alvaro asik-asikan di dalam selimut!

"Varo, bangun!" Luna mengguncang pundak lebar lelaki yang masih memejamkan matanya itu. Sedikit iba ketika melihat kaki Alvaro yang tertekuk. Siapa suruh punya kaki terlalu panjang!

Alvaro hanya mengeluh sebentar, kemudian kembali menghadapkan tubuhnya membelakangi Luna.

"Udah siang! Kamu harus kuliah!" tegas Luna sambil mengguncangkan bahu Alvaro lebih kencang.

"Ini hari pertama kita loh Lun? Mama udah nyuruh kita ambil libur sementara kan?" pada akhirnya Alvaro bangun. Suara lelaki itu yang serak dan berat terkadang membuat Luna bertanya-tanya akan umur Alvaro.

Kepala Luna menggeleng tegas. "Nggak ada libur-libur ya, Varo. Aku harus masuk, kalau kamu nggak mau masuk, itu terserah kamu!"

Alvaro bangkit untuk duduk di atas sofa, sedikit merenggangkan tubuhnya karena pegal. Lelaki bermata hitam pekat itu menatap sosok gadis bertubuh mungil di depannya. "Nggak nyangka, akhirnya bisa manggil Luna sayang dengan bebas, nggak harus manggil Mbak Luna lagi, iyakan 'sayang'?" sengaja menggoda Luna dengan tatapan jahilnya, sentak membuat Luna melempar bantal sofa tepat di depan wajah 'suaminya'.

"Jangan sembarangan!" desis Luna tidak suka.

Bertahun-tahun mengenal Alvaro, tentu saja Luna sangat hafal dengan sifat aslinya. Alvaro itu jahil dan juga nakal. Nakal menurut Luna karena lelaki itu terlibat dalam geng-geng pahlawan sekolah, sering balapan motor, pergi ke club, dan bergonta-ganti pasangan.

Tahu dari mana?

Kan sudah Luna bilang. Alvaro itu adalah sosok penguntit sejatinya. Sejak kecil hingga besar, tidak berhenti lelaki itu membuntutinya. Selalu saja Luna yang dijadikan sasaran empuk kejahilannya.

"Loh, nggak salah kan Lun? Sejak kecil loh aku pengen banget nikah sama kamu. Untungnya orang tua aku setuju banget sama permintaanku pas masa kecil,"

Memang benar, mereka menikah karena perjodohan. Lebih tepatnya, mengedepankan ego sampai menjual anaknya sendiri. Mungkin itu istilah kasar yang dapat Luna berikan kepada kondisinya.

Siapa bilang Luna setuju dengan pernikahan ini? Tentu saja tidak. Luna sudah melalui berbagai macam rintangan untuk membatalkannya, namun apa yang terjadi? Semua sia-sia.

"Udah deh mandi, nggak usah banyak omong!"

Alvaro bangkit dari sofa, berkacak pinggang di hadapan Luna. "Hari pertama sayang, masa masuk sih?"

Luna memutar kedua bola matanya kesal. "Jangan panggil itu, Varo!"

Sangkin kesalnya, tangan Luna bergerak mencubit perut keras milik lelaki di depannya. Entah makan apa, tubuh Alvaro jauh lebih tinggi dan besar ketimbang dirinya. Padahal, tuaan juga umur Luna, namun tingginya hanya mencapai pundak lelaki itu.

"Jangan panggil itu, Varo!" ucap Alvaro dengan suara mengejek. Hal itu membuat Luna semakin jengah dengan sikap kekanakan Alvaro.

"Nggak usah sarapan kalau masih begitu!" Luna pada akhirnya menyerah. Dia berbalik badan dan melanjutkan langkahnya menuju dapur. Berniat memasak nasi goreng untuk sarapan hari ini.

Luna hanya bisa berdecak di dalam hati mendengar teriakan Alvaro yang berlari memasuki kamar mandi. Menggeleng kepala akan sifat Alvaro.

Luna seperti menikah dengan anak kecil.

Memang anak kecil sih, namun, umur Alvaro kan sudah bisa dibilang dewasa kan?

Baiklah. Mari memasak untuk menghilangkan jenuh.

Luna membuka kulkas di dapur, mengeluarkan bahan-bahan masak ke luar. Sedikit beruntung memiliki calon mertua yang mapan, karena setelah Luna menikah dengan Alvaro, seolah semua memang sudah tersedia.

Mereka bahkan langsung menempati rumah yang katanya 'milik Alvaro'. Yang membuat Luna sedikit heran sih, bagaimana bisa Alvaro membeli rumah sebesar ini? Memang tidak begitu mewah, namun cukup untuk sekedar memanjakan matanya.

Bukan maksudnya Luna mata duitan ya! Hanya saja kan, hidup ini realistis. Hidup itu perlu makan, dan makan itu perlu duit. Cinta tentu saja tidak menghasilkan makanan, bukan?

Jadi, jangan pernah menyebut perempuan di luar sana itu mata duitan. Mereka hanya ingin hidup sesuai realita saja.

"Ngelamun aja Lun, mau masak apa sih?" tiba-tiba Alvaro sudah ada di belakangnya saja. Luna bahkan tidak sadar jika bumbu nasi gorengnya hampir berwarna cokelat kehitaman.

Buru-buru diambilnya telur dan nasi serta teman-temannya untuk dicampur menjadi satu. Kemudian, Luna juga menambahkan kecap dan beberapa irisan cabai agar menambah selera.

Dia juga tahu selera Alvaro. Lelaki itu senang dengan makanan pedas, sama sepertinya.

"Laper," rengek Alvaro. Lelaki itu patuh sekali, karena sejak tadi hanya menatap masakan Luna dengan diam. Baguslah, Luna tidak perlu berdebat dengan Alvaro.

"Sabar, sebentar lagi jadi,"

"Cocok deh jadi istri. Impian gue dari dulu itu pengen punya istri yang bisa masak. Untung lo bisa masak, Lun,"

Luna paling tidak suka ketika Alvaro berbicara gue-lo dengannya. Tidak sopan. Ingin Luna pentung dengan spatula.

"Kamu duduk aja deh Varo, aku pusing denger kamu di sini," decak Luna sambil menunjuk ke arah meja makan. Berharap Alvaro menurut.

Dan ya, berhasil. Alvaro menurutinya demi sepiring nasi goreng.

Setelah nasi goreng benar-benar matang, disajikannya menu yang masih mengepul itu di atas meja makan. Perut Luna sudah berbunyi sejak tadi, sampai tidak peduli lagi dengan Alvaro yang meminta sendok kepadanya.

"Sendok, Lun," pinta Alvaro meringis. Melihat Luna begitu lahap menyantap, Alvaro hanya bergeming dalam diam. Matanya menatap lurus ke arah Luna, gadis yang sudah dia idam-idamkan sejak kecil. "Pelan-pelan, cantik,"

Tersedak. Satu kata yang menggambarkan kondisi Luna saat ini.

Alvaro benar-benar licik. Entah sudah berapa banyak gadis yang lelaki itu goda.

"Tuh kan," Alvaro mengambil segelas air mineral dan memberikannya kepada Luna. Sembari menepuk punggung Luna.

"Udah," tepis Luna pada lengan Alvaro yang masih bersarang di pundaknya.

"Kok nggak makan?" tanya Luna ketika melihat piring Alvaro masih penuh. Sedangkan piringnya sudah kosong tidak tersisa.

Alvaro tidak menjawab, lelaki itu mengambil sendok bekas makan Luna dan menyuapkan makanannya dengan nikmat. Hal itu mengundang keterkejutan Luna. "Itukan bekas aku, Varo!"

Alvaro terkekeh. "Enakan bekas kamu, ada campuran zat sayang di dalamnya,"

Wajah Luna benar-benar panas. Alvaro sukses membuat Luna salah tingkah! Tidak-tidak, Alvaro tidak boleh memperdayanya dan Luna tidak akan terperdaya dengan tipu muslihat lelaki itu!

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku