"Kau diciptakan untukku. Bahkan Tuhan tidak akan menyangkalnya." - Kai Alder - Seorang penerus keluarga Alder. Hanya beberapa orang yang tahu identitasnya dan sebagian besar dari mereka sudah terpisah dari nyawanya. Kai tidak pernah mengenal rasa sakit, cinta atau kehangatan selama hidupnya, sampai ia bertemu dengan seorang wanita yang menjadi satu-satunya kelemahan dalam hidupnya. - Althea Zora - Seorang wanita dengan masa lalu kelam yang harus hidup bersama dengan pembunuh kedua orang tuanya dan di jadikan sebagai pengganti ibunya. Satu-satunya wanita yang bisa membuat seorang Kai Alder bertekuk lutut memohon untuk hidupnya. Apakah mereka memang ditakdirkan bersama sementara Althea adalah malaikat pencabut nyawa bagi hidup Kai?
"Thea, lihat Mommy." Tangan Myric membingkai kedua pipi Thea yang sudah basah dengan air mata. Kedua manik hazel itu terlihat menyimpan sebuah ketakutan besar.
Suara lirih dari bibir yang bergetar itu memaksa gadis kecilnya untuk menatap manik hazel miliknya. Myric menyentuh pipi kemerahan Thea dengan lembut. Myric tahu ini adalah untuk yang terakhir kalinya ia bisa menyentuh putri kecilnya.
"Apa pun yang nanti Thea lihat atau dengar, Thea tidak boleh keluar dari lemari ini." Myric memeluk raga mungil kesayangannya sangat erat dan melepaskannya sesaat untuk membingkai pipi kemerahan Thea.
"Thea mengerti?" Mata Myric tidak membiarkan pandangan Thea lepas dari pandangannya. Myric tahu saat ini Thea mendengar ada kegaduhan di lantai bawah rumah mereka, karena berkali-kali matanya melihat ke arah pintu kamar seakan ingin mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Myric tidak membiarkan Thea untuk mendengar apa yang sedang terjadi di bawah. Myric harus membuat Thea terus fokus padanya.
"Mommy, Thea takut." Tubuh Thea gemetar. Air mata sudah membasahi wajah Thea ketika tadi Myric berlari menggendongnya dengan tergesa-gesa ke kamar tidurnya.
Myric tahu Thea bisa merasakan kepanikannya. Thea pasti bisa merasakan degup kencang jantungnya ketika ia menggendong Thea. Thea tentu tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
Tadi, mereka baru saja menikmati makan malam yang hangat ketika tiba-tiba dari luar terdengar suara deru beberapa mobil berhenti.
"Myric, Dominic!" teriak Jack ketika mengintip dari balik jendela dan langsung berlari mengambil selaras panjang yang ia simpan di peti kayu panjang sebelah perapian. Kepanikan langsung menguasai rumah itu.
Baru kali itu Thea melihat ayahnya menggenggam senjata dengan tangan gemetar. Selama ini, Thea suka mengintip ayahnya berlatih di area tembak di belakang rumah mereka yang luas dan tidak pernah sekalipun ia melihat ayahnya ragu atau gemetar seperti sekarang.
"Myric, larii Aku akan menahan mereka di sini," perintah Jack dengan raut khawatir di wajahnya. "Aku mencintai kalian," ucap Jack sambil menatap Myric dan Thea.
Myric tahu kemungkinan besar saat itu adalah saat terakhir ia dan Jack melihat satu sama lain dalam keadaan hidup. Myric tahu yang Jack inginkan adalah ia dan Thea bisa menyelamatkan diri, walaupun bayarannya adalah nyawanya sendiri.
Myric langsung menarik Thea ke dalam dekapannya. Berjalan secepat mungkin ke arah pintu belakang, tetapi silau lampu mobil yang sudah mengelilingi rumah mereka seakan memberitahu bahwa sudah tidak ada lagi jalan keluar untuk mereka. Myric langsung beralih ke lantai atas dengan secepat mungkin.
Ia tahu bahwa kali ini dirinya tidak akan lolos dari genggaman Dominic. Satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah menyelamatkan Thea dan ia harus memiliki rencana agar Dominic tidak bisa menemukan Thea.
Selama ini mereka menyembunyikan keberadaan Thea. Bahkan foto Thea pun tidak terpampang di rumah mereka.
Suara keras dari dobrakkan pintu mengagetkan Myric. Dominic dan orang-orangnya sudah masuk ke dalam rumah dan langsung terdengar langkah kaki menyebar ke setiap sisi bagian depan rumah. Suara tembakan laras panjang terdengar memekakkan telinga, diiringi dengan suara tembakan yang saling membalas.
Beberapa saat kemudian, suara tembakan itu terhenti diikuti suara tawa yang sangat Myric kenal. Tawa mengerikan Dominic.
Perhatian Myric kembali kepada Thea yang berada di pelukannya. "Mommy dan Daddy sangat menyayangi Thea. Ingat Thea harus tetap di sini. Tutup mata Thea dan Thea terus dengarkan lagu ini, ya? Jangan bersuara kita akan bermain hide and seek bersama Daddy."
Myric memasang headphone ke telinga Thea agar putrinya tidak mendengar apa yang terjadi atau setidaknya hanya samar-samar terdengar.
Diciumnya berkali-kali wajah Thea yang masih tampak kebingungan melihat ibunya.
"Thea harus jadi anak pemberani. Thea harus selalu ingat kalau Mommy dan Daddy sangat menyayangi Thea." Dipeluknya sekali lagi raga mungil itu dan lalu ia menyusun tumpukkan dus untuk menyembunyikan keberadaan Thea.
"Arrgghhh!!"
Terdengar teriakan memilukan dari lantai bawah. Suara Jack. Myric spontan menoleh ke arah pintu dengan hati hancur. Myric tahu mereka sedang menyiksa Jack. Myric tidak berani membayangkan apa yang Dom lakukan pada suaminya. Myric sangat tahu sekejam apa Dom pada mangsanya.
Tangan Myric gemetar ketika menutup lemari pakaiannya. Tidak lama setelah pintu lemari itu tertutup, terdengar suara tembakan.
Tubuh Myric langsung menegang. Aliran darah yang memenuhi setiap nadinya seakan berhenti saat itu juga. Ia tahu, saat ini embusan napas Jack berakhir setelah teriakan-teriakan memilukan yang ia dengar ketika ia menyembunyikan Thea.
Dominic mengakhiri hidup Jack setelah siksaan yang ia berikan. Begitulah cara Dominic memperlakukan musuhnya. Ia tidak pernah membiarkan seseorang yang akan meregang nyawa di tangannya, mati dengan mudah. Setiap teriakan merupakan kepuasan bagi Dominic.
Derit suara lantai kayu yang berpadu dengan langkah kaki seseorang semakin jelas terdengar. Air mata Myric sudah berjatuhan tanpa bisa terbendung lagi. Ia sudah tahu inilah akhir hidupnya. Sekeras apa pun ia berlari, Dominic akan menemukannya.
Empat tahun sudah ia bersembunyi dari sosok mengerikan yang memujanya. Myric bahkan mengubah penampilannya dan mengganti identitasnya untuk menghindari Dominic, tetapi pada akhirnya ia tetap akan berakhir di tangan Dominic.
Pintu kamar yang tidak tertutup sempurna itu bergerak sedikit demi sedikit. Membiarkan aura mencekam memasuki kamar itu dengan lebih bebas. Langkah kaki terdengar begitu dekat menghantarkan sosok pria tegap berwajah keras pada kamar yang tidak terasa kehangatannya lagi.
"Myric..." Suara berat yang sangat ditakuti Myric hadir kembali menyusup ke dalam rongga telinganya.
Senyum bahagia tercipta dari sudut bibir pria yang sangat merindukan pujaan hatinya yang sudah dengan tega menghempaskan semua cinta yang ia tawarkan.
Kaki panjang itu kembali bergerak menciptakan suara derit lantai kayu yang seakan mengiris setiap lapisan kulit Myric. Terasa semakin sakit ketika pria itu semakin mengikis jarak di antara mereka.
Tubuh Myric semakin bergetar ketika tangan besar itu menyentuh pipinya perlahan. Membingkai wajahnya yang memancarkan ketakutan dan kebencian yang dalam.
"Aku sangat merindukanmu, Sayang." Seringai mengerikan tercipta dari sudut bibir Dom. Tatapan matanya begitu tajam walau terpancar sinar kesepian yang siap menarik Myric masuk tenggelam untuk menemaninya.
Myric menepis tangan Dominic dari wajahnya. Luapan rasa pedih dari dalam relung hati Myric terpancar dari manik hazel yang sangat di dambakan oleh Dominic.
Manik hazel yang hanya Dominic izinkan menatap lekat padanya, tetapi dikhianati oleh cinta Myric yang besar pada sosok yang baru saja meregang nyawa di hadapannya. Jack, seseorang yang telah sangat berani merebut satu-satunya wanita yang dapat menghangatkan hati Dominic.
"Mengapa kau mewarnai rambut indah mu menjadi pirang seperti ini?"
Sela jemari tangan Dominic mulai menyusuri helai surai rambut Myric yang dahulu berwarna coklat tua berkilau, tergantikan dengan warna pirang yang sangat Dominic benci karena mengingatkannya pada sosok ibunya yang mendidiknya dengan cara yang kejam.
Jemari Dominic terus menyusuri helai rambut Myric sampai mencapai ujungnya. Jemari Dominic bermain-main di ujung helai rambut Myric mengingat betapa dulu ia begitu menyukai bermain dengan helai rambut wanita yang dipujanya ini.
Tatapan Dominic begitu tajam seakan-akan ia sedang mengiris setiap bagian tubuh Myric. Tatapan penuh kerinduan, benci dan kemarahan.
to be continued
======================================