/0/15854/coverorgin.jpg?v=b594a04d014046248ebf9b1fc39c8739&imageMogr2/format/webp)
Seorang gadis muda sedang berbaring tertelungkup di atas ranjang sambil memainkan ponsel. Gadis itu adalah Mayzura, putri tunggal dari keluarga Nugraha. Tak hanya cantik dan hidup serba berkecukupan, Mayzura juga memiliki popularitas sebagai seorang penulis novel online. Terkadang, ia juga memposting kemampuannya dalam bermain piano di media sosial.
Mayzura sedang membaca pesan dari sang kekasih, Enzio. Dua hari lagi adalah tepat enam bulan mereka menjadi sepasang kekasih. Karena itu, Mayzura berencana untuk merayakannya dengan cara yang spesial.
Tatkala gadis cantik itu sedang asyik berbalas pesan, terdengar suara ketukan dari luar.
"May, Papa ingin bicara denganmu. Papa tunggu di meja makan," panggil sang ayah dari balik pintu.
"Iya, Pa, tunggu sebentar."
Buru-buru, Mayzura menyembunyikan ponselnya, lalu beranjak dari tempat tidur. Dia merasa heran karena sang ayah sudah pulang sebelum jam lima sore. Padahal, Tuan Agam biasanya baru menginjakkan kaki di rumah menjelang makan malam.
"Tumben Papa pulang lebih cepat dari kantor. Aku kira Papa ada meeting seperti kemarin," sapa Mayzura lantas duduk berhadapan dengan sang ayah.
Tuan Agam memandang sekilas paras cantik putrinya. Tiba-tiba saja ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya, hingga membuatnya sulit untuk bicara.
"Papa pulang lebih cepat karena ingin menyampaikan kabar yang sangat penting untukmu, May," ujar Tuan Agam dengan suara parau.
Melihat wajah Tuan Agam yang sedikit pucat, Mayzura menaikkan setengah alisnya.
"Kabar apa, Pa? Apa ada masalah di kantor?"
Tuan Agam membasahi bibirnya berulang kali, sebelum mengatakan keputusan yang telah dibuatnya secara sepihak.
"May, tadi siang kamu dilamar oleh Tuan Bramantya dan Papa sudah menerimanya. Kalian akan menikah dua bulan lagi."
Bak tersambar petir, tubuh Mayzura membeku seketika. Bahkan, jantungnya seakan berhenti berdetak dalam beberapa detik. Bermimpi pun tidak pernah jika dia akan dinikahkan dengan Bramantya Maheswara, pengusaha tua yang hampir sebaya dengan ayahnya.
"Papa serius ingin menikahkan aku dengan Tuan Bramantya? Umurnya sudah lebih dari setengah abad dan dia memiliki dua istri. Papa ingin aku menjadi istri ketiga? Apa Papa tidak memikirkan perasaanku?" cecar Mayzura. Hatinya serasa diremas-remas oleh sebuah tangan yang tak kasat mata.
Dengan kepala tertunduk, Tuan Agam menjawab pertanyaan putrinya itu.
"Maafkan Papa, May. Papa terpaksa melakukan ini karena Papa terjerat hutang milyaran rupiah. Proyek Papa yang terakhir mengalami kerugian besar, sehingga Papa harus meminjam uang kepada Tuan Bramantya," lirih Tuan Agam.
"Lalu apa hubungannya denganku, Pa?" tanya Mayzura dengan mata memerah. Cairan bening sudah berdesakan di kedua sudut matanya. Menuntut untuk segera ditumpahkan keluar.
"Kemarin adalah batas waktu terakhir bagi Papa untuk melunasi utang. Karena Papa tidak punya uang, sebagai gantinya kamu...."
Suara Tuan Agam terputus begitu saja, karena tidak mampu melanjutkan ucapannya sendiri.
"Jadi Papa menjadikan aku sebagai gadis penebus hutang? Papa menjual aku kepada Tuan Bramantya?" potong Mayzura. Serasa ada sebuah palu besar yang menghantam rongga dadanya hingga terasa nyeri.
"Papa tidak punya pilihan lain, May. Jika Papa tidak menyetujui keinginannya, Tuan Bramantya akan mencelakakan kita sekeluarga. Kamu tahu Tuan Bramantya adalah orang yang sangat berbahaya. Sebaliknya, bila kamu bersedia menjadi istrinya, Tuan Bramantya akan membantu keuangan keluarga kita," jelas Tuan Agam coba memberikan pengertian.
Air mata Mayzura sudah menganak sungai, sementara lututnya kini bergetar hebat. Ternyata sang ayah lebih rela mengorbankan dirinya demi mendapatkan kehidupan yang nyaman. Dengan mudahnya, harga dirinya dijual untuk sejumlah uang yang entah berapa nilainya.
"Kalau itu sudah menjadi keputusan Papa, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Bukankah aku ini anak yang harus selalu patuh terhadap orang tua? Aku hanya tidak menyangka, Papa tega melakukan ini kepadaku."
/0/21471/coverorgin.jpg?v=8caf8ee1f7581f740854c438f274af88&imageMogr2/format/webp)
/0/10104/coverorgin.jpg?v=20250122182540&imageMogr2/format/webp)
/0/5579/coverorgin.jpg?v=8451cc3231d03f5ae1bfcd5aa5500814&imageMogr2/format/webp)
/0/19703/coverorgin.jpg?v=86ab5b943739c7e60385623ce1999541&imageMogr2/format/webp)
/0/17449/coverorgin.jpg?v=00687bd865c6eb589436991eaca674c9&imageMogr2/format/webp)
/0/6521/coverorgin.jpg?v=0dc886fcefd9b9ebecbf37d72dfccdf5&imageMogr2/format/webp)
/0/16699/coverorgin.jpg?v=20240229140047&imageMogr2/format/webp)
/0/17375/coverorgin.jpg?v=20240430164817&imageMogr2/format/webp)
/0/10836/coverorgin.jpg?v=8d0975248f15c19e079103be94872283&imageMogr2/format/webp)
/0/14988/coverorgin.jpg?v=20250123120452&imageMogr2/format/webp)
/0/17107/coverorgin.jpg?v=20240328170550&imageMogr2/format/webp)
/0/13672/coverorgin.jpg?v=727d866839f9b4188741514c56e47234&imageMogr2/format/webp)
/0/16256/coverorgin.jpg?v=20240306094630&imageMogr2/format/webp)
/0/14242/coverorgin.jpg?v=eedeedc41d4316c2c6d2b0e132e82cab&imageMogr2/format/webp)
/0/2835/coverorgin.jpg?v=20250120160208&imageMogr2/format/webp)
/0/2373/coverorgin.jpg?v=77222678e531f4f5be2b9e91b0f4f681&imageMogr2/format/webp)
/0/21477/coverorgin.jpg?v=bc6b5d7aebe315dec6dbf2fe414b2fc7&imageMogr2/format/webp)
/0/16588/coverorgin.jpg?v=b49f6384e2c8026888e74b42e5cef07b&imageMogr2/format/webp)
/0/3060/coverorgin.jpg?v=458da5b2f6c1147e9671b1eb41646839&imageMogr2/format/webp)