/0/28867/coverorgin.jpg?v=7b0e6024e1de511891092aedce1d1655&imageMogr2/format/webp)
"Cuma segitu doang mas!?" protesku, merasa tak puas dengan hubungan suami istri yang baru saja aku lakukan bersama mas Arman, suamiku.
"Ya memang seperti itu. Mau bagaimana lagi?" balas mas Arman acuh tak acuh seraya beranjak ke kamar mandi lalu membuang air seni-nya disana.
Selang berapa lama, terdengar suara guyuran air beberapa kali menandakan lelaki itu sekalian mandi membersihkan diri.
Aku mendengus nafas kasar seraya memijat pelan pelipisku. Tubuh gemoyku yang membusung penuh dengan lipatan lemak disana sini, ku biarkan saja terlentang di atas pembaringan.
Hasrat seksual yang baru saja terbakar dan menggebu gebu, mendadak padam karena mas Arman dengan cepat mengakhiri permainan yang dengan susah payah ku hidupkan moodnya.
Sesuatu yang berkedut kedut dibagian bawah tubuhku menuntut pelampiasan lebih! Namun apalah daya, mas Arman sama sekali tak peduli pada hasrat libidoku.
Pintu kamar mandi terbuka.
Sosok lelaki tegap itu muncul dengan handuk melingkari pinggangnya. Titik Titik air tampak membasahi rambut dan sekujur tubuhnya, menandakan jika dia baru selesai mandi.
"Mon, kamu enggak bersih bersih? Udah sana cepetan mandi! Jangan rebahan terus! Sudah kayak babi saja kamu!" Ketusnya tanpa merasa bersalah sedikitpun. Padahal ucapannya barusan, layaknya sepucuk belati yang menghujam hingga kejantungku. Sakit tapi tak berdarah.
Dengan susah payah aku bangkit dari tidurku, melangkah berat menyeret tubuh besarku yang penuh dengan lemak dan dalam keadaan polos tanpa selembar benang menuju kamar mandi.
Sejenak aku melirik ke arah mas Arman. Lelaki itu sedang sibuk mencari cari celana dalamnya dilemari pakaian. Aku memutar kedua bola mataku malas.
'Dasar suami enggak pengertian!' umpatku dalam hati, seraya masuk kedalam kamar mandi.
Kunyalakan shower. Aku terlalu malas untuk mengguyur tubuh besarku dengan gayung.
Namaku Monik, usiaku kini 26 tahun. Lima tahun menikah dengan mas Arman, tapi hingga saat ini, belum ada tanda tanda aku bakalan hamil.
Aku dan mas Arman pernah memeriksakan kesuburan, namun semuanya normal. Tak ada tanda tanda salah satu diantara kami mengalami kemandulan.
Lima tahun berumah tangga tanpa dikaruniai seorang buah hati, membuat mas Arman menyalahkan bentuk badanku yang kelewat bongsor.
"Kamu diet dong Monik!? Kalau badanmu saja sudah sebesar gajah begini, mana bisa kamu hamil!? Kamu enggak hamil saja perutmu sudah membusung? Apalagi nanti kalau kamu hamil? Bisa sesak nafas nanti bayi kita didalam sana!" Begitulah mas Arman yang selalu mengolok olok ku karena bentuk badanku yang bisa dikatakan terlalu gemoy ini.
Sudah berbagai obat pelangsing aku minum, olah raga ketat, menjaga pola makan, namun tetap saja gumpalan gumpalan lemak ditubuh ini ogah berpindah tempat.
Tinggi 165 cm dengan bobot tubuh lebih seratus kilo membuatku cukup kesulitan melakukan aktivitas dan bergerak. Terlebih saat permainan di ranjang, mas Arman melarangku untuk bermain di atas tubuhnya. Takut sesak dan penyet katanya ditindih gajah duduk sepertiku! Huwwh, menyebalkan!
Usai melakukan ritual keramas, aku segera keluar dari kamar mandi dan mendapati mas Arman sudah tertidur pulas. Bahkan lelaki itu mendengkur pelan saking nyenyaknya.
Ku perhatikan wajah tampan lelaki yang sudah menemani hidupku selama lima tahun ini.
Ada rasa sayang, kesal, benci, juga gemas. Bagaimana tidak, mas Arman meski memiliki postur tubuh bagus karena rajin gym, tapi saat melakukan hubungan suami istri denganku terkesan ogah ogahan dan mau enaknya sendiri. Jika dia sudah crot duluan, lelaki itu sudah tak peduli lagi dengan nasib pasangannya.
Mas Arman tak pernah bertanya, apakah aku puas atau tidak. Aku crot atau tidak. Memang menyebalkan sekali lelaki satu ini! Ingin sekali rasanya ku tindih tubuhnya, lalu ku bekap wajahnya dengan bantal sampai tewas!
Huwh, amit amit, kenapa pikiran pikiran sikopet seperti itu yang bermunculan dikepalaku? Astaghfirullah...
Meski hasrat birahiku terasa tak tuntas, aku ikut berbaring disamping mas Arman, karena malam sudah larut.
****
Siang ini aku kedatangan tamu spesial. Siapa lagi kalau bukan ibu mertuaku yang paling baik sedunia. Bu Leli sagita.
Hampir setiap weekend ibu mertuaku ini mengunjungiku. Biasanya beliau akan diantar oleh Dimas, adik iparku, lalu merekapun menginap bersama di rumah mungil kami ini.
"Bagaimana Monika, apa kamu sudah garis dua?"
Pertanyaan yang sama.
Setiap kali ibu mertuaku tercinta datang, pastilah hal pertama yang beliau tanyakan terlebih dahulu adalah garis dua.
/0/17569/coverorgin.jpg?v=ccb56e7a3cf4e21fbaa5f9d30433fc84&imageMogr2/format/webp)
/0/8544/coverorgin.jpg?v=dabe4e2a9b37bf2fcd76697af718842d&imageMogr2/format/webp)
/0/13029/coverorgin.jpg?v=e98c3d1661d974d7b29292d90ebba939&imageMogr2/format/webp)
/0/22563/coverorgin.jpg?v=20250318175447&imageMogr2/format/webp)
/0/26829/coverorgin.jpg?v=c22d62b50b88a9eda5c219fb5d135b09&imageMogr2/format/webp)
/0/6843/coverorgin.jpg?v=0c88eae00f5c998d401ca58c5f039b6f&imageMogr2/format/webp)
/0/27225/coverorgin.jpg?v=afa14fbaade9b3a9d0c65a8433138a3b&imageMogr2/format/webp)
/0/2037/coverorgin.jpg?v=70a85f9f1929e57771166e1b459a18eb&imageMogr2/format/webp)
/0/15950/coverorgin.jpg?v=509021433262d5a333b93286ab8868d6&imageMogr2/format/webp)
/0/6208/coverorgin.jpg?v=20250120175041&imageMogr2/format/webp)
/0/9925/coverorgin.jpg?v=76704e864aa0c8701137c1f549f0be96&imageMogr2/format/webp)
/0/5367/coverorgin.jpg?v=7b8c421c3023f29e2ed162a85458107c&imageMogr2/format/webp)
/0/3340/coverorgin.jpg?v=9c17fecc66bfb4815836d42dea7f1c0f&imageMogr2/format/webp)
/0/6012/coverorgin.jpg?v=e8445efdfadb5c6fc6d5e4b709a055d0&imageMogr2/format/webp)
/0/3066/coverorgin.jpg?v=1968055e65003abae00f1e114a907847&imageMogr2/format/webp)
/0/4896/coverorgin.jpg?v=e4d73480546b66939e583eeaf04cb2d9&imageMogr2/format/webp)
/0/5888/coverorgin.jpg?v=88ed910bbcf55b640b1eb6eb4ed85c97&imageMogr2/format/webp)
/0/4290/coverorgin.jpg?v=f69af7fae1687f0e6c25f81bff95b97e&imageMogr2/format/webp)