/0/23359/coverorgin.jpg?v=6cc1c8db761967eeaa4c45bc90ba2de5&imageMogr2/format/webp)
"Tidak peduli apa pun keadaan kamu, aku janji akan menerima kamu apa adanya, Karina."
"Loe gila, tau nggak, Le! Emang loe udah tahu siapa dia sebenarnya? Keluarganya? Pekerjaannya? statusnya?"
"Kenapa loe lakuin ini ke gue?"
"Karena kamu bermarga Ferdinand. Ha ha ha! Kamulah penyebab mereka semua mati, Bule!"
Satu persatu kematian mereka mulai bermunculan di hadapannya. Baju tidur William sudah basah oleh keringat, sementara tubuhnya mengejang kesakitan.
"Apakah kamu masih merasa pantas hidup di dunia ini, Bule! Kamu penyebab kematian mereka!"
Kamu penyebab kematian mereka!
Kamu penyebab kematian mereka!
Pemuda blesteran itu menjerit, terbangun di tengah malam dengan kepala kesakitan. Perutnya bergejolak karena rasa mual. Dengan tubuh lemah dan tertatih dia pergi ke kamar mandi untuk mengeluarkan semua isi perutnya.
***
Jika saja nyawa dapat dibeli setiap kesalahan pasti akan mudah untuk diperbaiki, hingga tiada lagi yang namanya penyesalan. Dan jika setiap orang mau berpikir berulang kali dalam melakukan sebuah tindakan, mungkin penyesalan itu tak akan pernah datang untuk menghantui. Namun, memang seperti itulah hakikatnya hidup di dunia ini. Kesalahan serta penyesalan sudah menjadi hal yang lumrah untuk terjadi.
William Ferdinand tak pernah lagi merasakan ketenangan itu setelah kesalahan yang terjadi tiga tahun lalu. Untuk yang kesekian kalinya selama tiga tahun terakhir, pemuda tampan berdarah Indo-Jerman tersebut tak pernah bisa tertidur dengan lelap. Dia selalu terbangun di tengah malam dengan napas tersengal-sengal dan keringat membasahi tubuh, karena mimpi buruk yang berkepanjangan. Rasa bersalah itu tak kunjung pergi meski berulang kali dia mencoba untuk berlapang dada dan menganggap semuanya sebagai takdir dari yang Mahakuasa.
William berdiri terpaku memandangi sebuah nisan bertuliskan nama 'Ananta Permana Ridho'. Satu-satunya teman serta orang terdekat yang terakhir kali dia miliki, tetapi juga harus pergi meninggalkannya, membuat William hidup sebatang kara. Ini adalah makam keempat yang dikunjunginya hari ini, setelah makan mamanya, saudara kandungnya dan mantan teman kerjanya.
William sebenarnya sudah lelah menyalahkan diri sendiri atas setiap kejadian yang telah merenggut nyawa mereka. Meski begitu perasaan bersalah itu rasanya tak mungkin bisa pergi. Dia merutuki kebodohannya yang terlalu impulsif dalam menjalin sebuah hubungan, hingga pada akhirnya harus berujung kehilangan.
Jika saja waktu dapat diputar kembali, jika saja dia tidak tergesa-gesa dan menyelidiki terlebih dahulu status dari wanita yang telah membuatnya jatuh cinta, mungkin saja saat ini Anan dan Algo masih berdiri dan tertawa bersamanya.
"Maaf."
Entah sudah berapa banyak kata yang berkecamuk dan ingin dia tumpahkan dari dalam kepalanya. Namun nyatanya hanya satu kata tersebut yang berhasil terucap dan memecah keheningan.
William meletakkan sebuket bunga di atas makam Anan, lalu mengusap batu nisan itu dengan lembut.
"Aku berjanji akan lebih sering menjengukmu," ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Tak ada yang pernah lebih disesalinya dari kehilangan seorang sahabat akibat ulahnya sendiri.
William berdiri dengan berat hati berbalik dan meninggalkan makam yang pagi itu terlihat sangat sepi.
Di sepanjang jalan pemakaman, ingatan William meraba-raba kembali pada kejadian tiga tahun lalu. Kejadian ceroboh karena keputusannya yang terlalu impulsif. Di mana dia jatuh cinta pada seorang wanita tanpa mengetahui jati dirinya, yang pada akhirnya menyeretnya pada sebuah petaka.
"Jika saja saat itu aku dapat mengontrol diri, apakah kehidupanku saat ini akan berbeda?" gumamnya dalam hati.
Mata biru jernih pemuda tampan itu menengadah pada langit-langit, menerawang kembali ke masa lalu.
***
🔪Tiga Tahun yang Lalu🔪
Kemerlip lampu ibukota menambah indahnya suasana jalanan kota K. Binar sang rembulan menyinari angkuhnya kegelapan malam. Seorang pemuda berdarah campuran tengah mengamati wanita cantik bertubuh mungil yang terlihat berjalan tergesa menuju sebuah ruang apartemen di mana dirinya berada. Pemuda itu bersembunyi di balik tembok, mengintip wanita yang saat ini sedang terpaku menatap sebuah kertas merah muda yang dilipat dengan rapi dan ditempel pada pintu apartemen tersebut.
Wanita bermata sayu itu tersenyum geli. Di jaman yang sudah secanggih ini, masih ada juga orang yang mau repot-repot menulis pada selembar kertas. Setengah ragu, jemari lentik itu terulur untuk mengambil dan membukanya secara perlahan. Mata sayu itu berbinar kala membaca setiap rangkaian aksara yang tersusun dengan begitu rapi dan juga indah. Sesekali dia tersenyum kecil, pancaran rasa haru terselip jelas dari sorot matanya.
Kata-kata puitis yang sudah bisa dia tebak siapa pemiliknya itu mampu menggetarkan lubuk hatinya. Dia terpejam, antara percaya dan tak percaya jika kata-kata itu memang sengaja dirangkai untuknya.
/0/6834/coverorgin.jpg?v=915522a955a30d45e2d54e74a74a793e&imageMogr2/format/webp)
/0/13100/coverorgin.jpg?v=afe254af17e871e6088cf43bee5fc044&imageMogr2/format/webp)
/0/6219/coverorgin.jpg?v=25d7b7bc72f275a510b245e01d1a69b1&imageMogr2/format/webp)
/0/27036/coverorgin.jpg?v=714481bd1e4e99a18860b71374587623&imageMogr2/format/webp)
/0/5072/coverorgin.jpg?v=f58873173f1986910223afb6e0f788e4&imageMogr2/format/webp)
/0/24868/coverorgin.jpg?v=71c98f4e27e070276d75863fffb098a7&imageMogr2/format/webp)
/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
/0/2292/coverorgin.jpg?v=77993d80514da9b8dff0980983ddc3ad&imageMogr2/format/webp)
/0/17322/coverorgin.jpg?v=42ab220d18228ed2cbfbbe34b318616c&imageMogr2/format/webp)
/0/6480/coverorgin.jpg?v=7b42e334b6b42ad5c0d3092eaacb4684&imageMogr2/format/webp)
/0/5817/coverorgin.jpg?v=5ef438976c051573a4e21b55f5f410c1&imageMogr2/format/webp)
/0/4346/coverorgin.jpg?v=e99ad841c1d7ed14fd14bd07f0817b0f&imageMogr2/format/webp)
/0/7027/coverorgin.jpg?v=75220ee91a5a06d65d76a3fd76c4fce3&imageMogr2/format/webp)
/0/15065/coverorgin.jpg?v=28936aea89b55535db921173a459096c&imageMogr2/format/webp)
/0/15780/coverorgin.jpg?v=4dceae18cd8653a26ddcb313f48d3eec&imageMogr2/format/webp)
/0/26322/coverorgin.jpg?v=20250711083107&imageMogr2/format/webp)
/0/17545/coverorgin.jpg?v=445a922888027fa482f980d2db7ef01a&imageMogr2/format/webp)
/0/17365/coverorgin.jpg?v=6db8622c3069ac6f74d1e2e5fb155f63&imageMogr2/format/webp)