Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Hamil dengan Mantan Bosku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Perjalanan Menjadi Dewa
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Cerita dewasa
Serena mematung, netranya tak lepas menatap single bed di tengah rumah. Di atasnya terbaring raga yang tadi pagi masih mengajak berdebat.
“Sudah aku katakan Seren, aku ini memang suka menggoda gadis-gadis. Tapi itu hanya sebatas godaan tidak lebih, kamu seperti baru mengenalku kemarin sore,” sergah Hanan yang tampak kesal pada sang istri sejak pagi tak henti menuduhnya memiliki wanita lain hanya gara-gara kabar yang berhembus.
“Aku tidak peduli. Yang aku tahu dia menghubungimu. Bukan tepuk tangan jika hanya sebelah,” sahut Serena mengenakan seragam dinasnya hari ini jadwal piket pagi.
“Harus bagaimana caranya aku meyakinkanmu, belum cukupkah masa tujuh tahun kita berpacaran. Untuk kamu percaya hanya ada kamu dalam hatiku. Haruskah aku mati dulu baru kamu akan menyadari cinta terlalu besar padamu. Bahkan melebihi cinta pada diriku sendiri. Aku mencintaimu sampai mati,” sembur Hanan berdiri meraih putri semata wayangnya yang baru berusia satu tahun.
Serena bekerja sebagai staf administrasi sebuah rumah sakit swasta. Menjadikan dia terikat dengan jadwal kerja yang tidak menentu.
Mengharuskan Hanan mengalah mengambil job freelance agar anak mereka tidak dirawat oleh pengasuh. Sehari-hari saat Serena dinas maka Hanan yang mengurus dan mengasuh anak mereka.
“Mati sana. Kerjaan kamu hanya mengganggu anak gadis orang, kamu menganggapnya biasa tapi apa mereka tahu? Yang mereka tahu kamu tertarik pada mereka. Aku pusing setiap hari mendengarnya. Plis Hanan, kita ini sudah suami istri. Kurangi dan kalau bisa hentikan semua kelakuan jelek semasa bujangan dulu. Kamu tidak malu!! Anak perempuan papanya kelakuannya entahlah,” cerocos Serena yang telah siap menunggu di depan.
Hanan menitipkan Qianzy pada ibu mertua. Mengeluarkan sepeda motor bergegas mengantar Serena ke tempat kerja.
Di sepanjang perjalanan Serena terus mengoceh. Tak peduli orang-orang yang memperhatikannya. Terpenting isi hatinya tersalurkan. Pagi-pagi suaminya sudah membangkitkan amarahnya.
“Dengar!! Kurangi kelakuan jelekmu itu Hanan. Aku malu,” pungkas Serena mencium punggung tangan Hanan yang pagi ada rasa yang tak biasa. Tidak pernah Hanan mengusap pucuk kepalanya dengan lembut seakan menunjukkan betapa besar rasa cintanya.
“Tenanglah my baby, aku mencintaimu sampai mati.” Hanan tersenyum lama belum beranjak sebelum Serena hilang dari pandangan.
“Ren, kamu oke? Ayo kita duduk di samping jasadnya,” ujar seseorang menyentuh pundaknya. Memutus ingatan tentang kejadian tadi pagi.
Semua terjadi sangat cepat, rasanya masih belum yakin yang terbaring itu adalah pria yang dimakinya sepanjang perjalanan tadi.
Pria yang semalam masih mencumbunya meski dia berkata lelah. Dan meminta diulangi saat menjelang subuh.
Andai tahu itu adalah cumbuan terakhir, dia rela mengulangi berpuluh kali. Cumbuan dan sentuhan yang tidak akan pernah merasakannya lagi di masa akan datang.
Serena mengumpulkan kekuatan mengayunkan langkah menuju jasad yang di tutupi kain batik. Dengan harapan yang berada di bawahnya adalah orang lain. Bukan Hanan Bagaskara pria yang telah menghalalkannya dua tahun lalu. Janji suci yang diikrarkan dalam satu tarikan nafas dihadapan Tuhan.
Kedua lututnya bersimpuh tepat di bagian kepala. Tangan kanannya terulur membuka selendang putih tipis.
Perlahan selendang diturunkan dan menampilkan wajah tampan yang telah membuatnya tidak bisa berpaling. Wajah yang hampir setiap waktu selalu tertawa memamerkan deretan gigi yang putih dan tersusun rapi.
Kini wajah itu terlihat tenang, damai dan seakan telah ikhlas meninggalkan keindahan dunia yang penuh tipuan.
Tangis yang sejak tadi ditahannya akhirnya pecah. Tulang-tulang terasa lolos luluh lantak berantakan di lantai.
“Bang, bangun Bang. Buka matanya, jangan buat aku takut. Abang bangun aku, belum siap tanpa Abang. Iya, iya aku percaya kok sama Abang. Aku tidak akan memarahi Abang lagi.”
“Abang, lihat Qianzy dia asyik bermain dalam kamar. Dia menunggu Abang.”
“Abang bangun.”
“Bang jangan tinggalkan aku.”
Serena meracau mengatakan yang hanya dirinya yang mengerti. Sari Sandra ibunya mendekat dan membawanya ke kamar.
Sari mengerti saat ini putri sulungnya sangat hancur dan rapuh. Teringat Serena yang tidak boleh shock dia harus menenangkannya terlebih dahulu.
“Mak, yang di depan sana bukan Hanan ‘kan?” tanya Dira berusaha menyangkal kenyataan.