Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
5 tahun sebelumnya
Mega terbangun dalam keadaan tangan terikat pada pinggir ranjang yang menyerupai milik rumah sakit. Namun, je las ia tahu saat ini dirinya tidak berada di sana. Wanita itu juga merasakan nyeri hebat pada perut bagian bawahnya. Ia tahu si jabang bayi sudah lahir ke dunia. Pandangan matanya memindai seluruh ruangan bercat putih tersebut. Akan tetapi, tidak menemukan ranjang lain ataupun ranjang bayi di sana. Lantas, di mana anaknya?
Tatapannya kemudian beralih ke pintu yang kini terbuka dari arah luar. Muncullah pria tampan yang selama setahun ini telah mengurungnya.
“Mana anakku?” tanya Mega ketus dengan raut wajah antara takut dan benci pada sosok itu.
“Jangan lupa, dia juga anakku.”
“Mana dia?” tanya Mega lagi, tidak menggubris jawaban pria itu. Karena bukan itu yang Mega inginkan.
“Jangan buru-buru, kamu masih harus banyak istirahat.”
“Nggak usah sok perhatian. Di mana anakku? Kamu sudah janji akan melepaskan aku setelah melahirkan dan membiarkan kami pergi,” kata Mega seraya pandangan matanya mengikuti ke mana arah pria yang semakin masuk ke dalam ruangan dan duduk di sofa tunggal.
“Aku memang akan melepaskan kalian, tapi aku tidak pernah mengatakan akan membiarkan kalian untuk lepas bersamaan." Ujarnya santai.
“A ... pa maksudmu?! Di mana bayiku?” Ketakutan tidak lagi bisa melihat anak yang belum lama dilahirkannya semakin menjadi.
“Bayimu yang juga anakku itu, sudah aku serahkan ke panti asuhan. Kamu tidak perlu repot-repot mengurus darah daging dari seorang pria pemerkosa sepertiku, bukan? Harusnya, kamu berterima kasih denganku. Aku juga tidak menginginkan bayi-bayi itu. Sungguh tidak berguna dan merepotkan.”
“APA! Jahat kamu. Dasar pria Baj*ngan! Kembalikan anakku.” Mega meraung histeris dan meronta di atas ranjangnya. Dia sudah tidak peduli jika usahanya untuk melepaskan diri bisa menimbulkan memar pada kedua pergelangan tangannya, nyeri di perut dan bagian vitalnya juga tidak dirasakan. Anak yang tercipta dari perbuatan bejat, tetapi ia cintai itu, tidak lagi bisa direngkuh dan diketahui keberadaannya. Ia mencintai anak itu, apapun yang terjadi. Anak yang sudah ia tunggu. Bagaimana wajah anak itu, apakah mirip dengan dirinya atau sang pemerkosa? Mega membesarkan hatinya sendiri untuk bisa menerima keberadaan si jabang bayi. Kini, jangankan untuk tahu, menyusui bayinya saja ia tidak bisa.
“Berhenti meronta Mega! Jangan lebay. Kamu akan semakin terluka!”
“Tidak ada hal yang lebih menyakitkan daripada kehilangan anak. Kembalikan anakku!” jerit Mega yang tiba-tiba panik, karena pria tersebut telah berdiri dan berjalan ke arah pintu.
Zafran mendengkus, lantas tersenyum mengejek. “Kamu bahkan baru menjadi ibu belum ada 2×24 jam, nggak usah terlalu lebay. Kamu akan bertemu dengannya suatu hari nanti. Asal kamu berjanji untuk pergi dari negara ini dan tidak pernah kembali lagi,” kata Zafran kembali mendekat dan membukakan ikatan kedua tangan Mega. Ia sangat yakin wanita itu tidak akan melompat dari ranjang dan menerjangnya. Kondisinya masih sangat lemah saat ini.
“Omong kosong!” balas Mega sengit.
“Kamu boleh saja tidak mempercayai perkataanku. Tapi, jika dalam enam bulan kamu tidak meninggalkan negara ini, orang tua dan anak itu akan segera menjadi mayat dan aku akan menghabisi mereka di depanmu. Apa masih kurang jelas? Satu hal lagi, jauhi Athaya Tonda!”
“Jangan lakukan!” ujar Mega seraya menggeleng panik, memohon dengan kedua tangan. Ia tidak sanggup membayangkan kehilangan mereka.
Harga untuk mencintai seorang Athaya Tonda ternyata tidak main-main. Ia pikir bisa melalui ujian cinta ini dengan baik dan mulus, tapi kenyataannya sungguh tragis.
Dua minggu kemudian pria itu benar-benar menurunkan Mega di pinggir jalan raya, tidak jauh dari kampungnya berada. Tentu saja, disertai ancaman, jika sampai Mega melaporkan kepada polisi tentang apa yang menimpanya, nasib naas akan Mega dan keluarganya terima.
Wanita itu berjalan gontai menuju rumah orang tuanya. Berusaha terlihat baik-baik saja dengan menyapa para tetangga yang ia kenal dan mulai menyiapkan segala keperluannya untuk pergi. Pria itu sudah membuatkan dirinya paspor dan pada akhirnya Mega harus merantau ke Hong Kong. Ia berharap pria itu tidak akan merecoki hidupnya karena selama sekembalinya ia ke kampung tak sekalipun ia bertemu dengan Athaya dan keluarganya. Mega mengurung diri di dalam kamar dan hanya keluar untuk memenuhi kebutuhan perutnya saja. Semuanya tenang selama dua minggu dia kembali, sampai suatu hari Athaya menghadangnya di tepi sungai.
Mega sangat ketakutan. Matanya membelalak menatap pria tampan itu yang tampak sangat berbeda dari biasanya.
“Ke mana saja kamu?”