Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Dendam dan Tugas

Dendam dan Tugas

laksmi

5.0
Komentar
144
Penayangan
5
Bab

Sepasang suami-istri Ardian dan Mira mereka hidup bahagia Mira seorang wartawati berita kriminal sedangkan Ardian seorang polisi muda dan berbakat tiba tiba kebahagiaan mereka terenggut ketika Mira mendapatkan tugas dari atasan untuk meliput kasus yang paling heboh saat itu, kasus Pembunuhan Berantai yang juga ditangani oleh suaminya Ardian Betapa hancurnya hati Ardian saat menemukan istrinya tewas dengan kondisi yang mengenaskan didepan jenazah istrinya dan ayah mertuanya Ardian berjanji akan mengusut tuntas kasus istrinya dan menangkap pelakunya sendiri dengan tangannya sendiri.

Bab 1 Mira wartawati cerdik

Siang hari ini sangat terik, Mira baru saja pulang dari liputan khusus perampokan di perumahan dekat kantornya. Sekarang dirinya sedang markirkan motorya digarasi kantor, setelah selalu melakukan kegiatan itu dirinya bergegas masuk ke dalam ruang kerjanya.

Di ruang kerjanya cukup panas, lantas Mira menyalakan AC karena peluh sudah membanjiri pelipisnya. Setelah itu ia bergegas menuju pentri kantor mengambil secangkir kopi dan menyapa para OB disana. Ada beberapa OB yang ikut menyapa dirinya, karena dirinya dikenal baik oleh beberapa orang yang ada di sini.

“Ah mba Mira saya kira mba ga datang hari ini” ujar Ujo.

Sambil tersenyum Mira menjawab, “Saya pagi pagi sudah ditugaskan oleh bos untuk liputan emang ada apa?” tanya Mira di akhir.

“Biasa mba pala botak heboh mba nyariin mba satu satu ruangan dimasukin sambil teriak teriak Mira...Mira dimana kamu?” Ujo Sambil manyun bercerita kepada Mira.

Mira tertawa. “Lupa rupanya nyuruh tuan putrinya ini sedang liputan diluar pagi pagi, dasar bandot tua,” sahutnya pelan dan dengan candaan di akhir.

Mira pun bergegas ke ruang kerjanya sambil membawa kopi ditangannya. Karena dirinya juga harus bekerja, jika bersantai-santai maka pekerjaannya akan menumpuk.

Menumpuk.

“Mbak, hati ati. Pala botak menghadang,” teriak Ujo kepada Mira.

Sambil tertawa kecil mira pun mengacung kan jempol kebelakang pada Ujo. Mira kembali berjalan menjauh dari Ujo dan para Ob yang lain. Sampai akhirnya dirinya sudah berada di depan ruang kerjanya, dengan begitu dirinya langsung masuk. Ternyata setelah sampai di dalam ruangan, dirinya dikejutkan dengan keberadaan Pak Hendro sudah berada diruangannta sambil tersenyum lebar.

“Selamat siang bapak ku tersayang, kenapa sih pak udah heboh nyari tuan putri yang cantik ini kan saya lagi liputan diluar bapak,” ujwe Mira dengan sedikit menyombongkan diri.

“Oh ya, saya lupa kamu liputan diluar pagi pagi tadi,” balas Pak Hendro.

“Kalo mau nyuruh liputan kan ada yang lain pak,” sahut Mira.

“Tidak, tidak saya mau kamu liputan pagi besok, Mir,” suruh Pak Hendro.

“Oh baiklah, bapak ku tersayang. Besok dimana saya harus meliput?” tanya Mira.

“Dikantor polisi, cantik,” jawab Pak Hendro dengan nada genit di akhir.

“Hah? Apa pak? Dikantor polisi? Ga salah kan bapak bicara?” tanya Mira. Tatapannya tak percaya, berharap apa yang dirinya dengar hanya lelucon saja.

Pantas pak Hendro menggeleng kan kepala sebagai jawaban.

“Kenapa harus saya? Ada Rendi, ada Jono. Bapak suruh saja salah satu dari mereka kesana,” sahut Mira tak terima.

“Saya terlalu istimewa buat ke sana pak,

Bapak nyuruh saya ngeliput penangkapan maling, rampok atau pelaku pembunuhan?” lanjut Mira.

“Kalo karena itu kenapa saya suruh kamu, pasti saya langsung suruh Jono. Tidak bukan itu, justru kamu istimewa dan saya meminta kamu yang kesana. Ada berita besar disana,” sahut Pak Hendro.

“What? Qpa pak? Saya? Oh my God bapak,” ucap Mira sembari menepuk kepalanya sendiri.

Rendy pun bergegas masuk keruangan Mira setelah mendapatkan pesan bahwa Pak Hendro menyuruh dirinya datang ke sini. Tentu saja ia langsung datang, mana mungkin ia tak mau menuruti apa kata bosnya sendiri. Tapi di dalam ia terkejut ketika melihat ada Pak Hendro juga berada di ruangan Mira. Sebenarnya apa yang terjadi? Membuat dirinya cemas saja.

“Rendy, besok kamu temani Mira ke kantor polisi,” ucap Pak Hendro setelah mengetahui keberadaan Rendy di sini.

“Iya pak, besok saya nemenin Mira pagi-pagi ke kantor polisi ya,” jawab Rendy.

“Oh iya, Mba Mira kenapa pagi pagi kekantor polisi? Apa yang hilang mba?” tanya Rendy kepada Mira. Sedikit berbisik tapi masih dapat di dengar oleh Pak Hendro.

Mira pun memberi isyarat kepada Rendy agar menurut saja, Rendy yang mendapatkan tatapan maut dari Mira langsung menganggukkan kepalanya pertanda paham. Rupanya salah ia bertanya seperti itu, ia pun jadi gerogi mendapatkan tatapan dari Mira.

“Ba–baik pak, besok saya temenin mba Mira kesana,” ujar Rendy dengan sedikit terbata-bata.

“Oke, saya tinggal dulu. Kalian berdua rembukan mau bagaimana berangkatnya, kalau saya sih terserah sama kalian,” ucap Pak Hendro lalu melangkah pergi dari sini.

Tersisa Rendy dan Mira saja, mereka merencanakan keberangkatan besok. Supaya tidak telat, beberapa kali Mira memberikan peringatan kepada Rendy agar dia datang tepat waktu. Tentu saja jika telat Pak Hendro akan marah besar. Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?

Keesokan paginya Mira dan Rendy berangkat ke mabes polri, ternyata disana ada pelantikan pejabat polri. Seperti biasa, Mira dengan lincah menuju tempat pelantikan. Sedangkan Rendy yang tubuhnya gemulai seperti perempuan berjalan seperti putri sambil memanggil Mira. Pemandangan seperti ini memang sering kali terjadi.

“Mba, mba Mira, tungguin! Jalan cepat amat sih mba?!” ucap Rendy yang sedikit kesal dengan Mira.

Sambil berhenti sejenak Mira mengatakan, “Makannya, buruan jalannya! Kita ketinggalan berita kalo gini caranya!”

Sambil menyeret Rendy menuju ruang liputan, Mira dan Rendy pun liputan khusus tempat itu dan akhirnya selesai lalu kembali kekantor. Ketika Mira dan Rendy kembali kekantor pak Hendro sudah berada diruang kerjanya Mira menyambut Mira, Mira setengah kaget saat melihat pak Hendro sudah duduk diruang kerjanya.

“Sudah lama pak diruangan saya?” tanya Mira.

“Tidak 5 menit yang lalu saya sudah disini. Bagus Mira, kau melaksanakan tugas dengan baik,” ucap Pak Hendro sembari menepuk pundak dan tersenyum pada Mira.

Mira pun heran melihat sikap pak Hendro hari itu yang tidak biasa nya, setelah pekerjaan selesai Mira pun kembali pulang kerumahnya. Dirumah dia disambut bapak dan keponakan masih 3 tahun, kakaknya menjadi TKW di Singapura sejak bercerai dengan suaminya 2 tahun yang lalu demi mencukupi kebutuhan anak semata wayangnya.

Sedangkan Mira anak ke 3 dari 3 bersaudara, kakaknya yang pertama seorang tentara 4 tahun yang lalu tewas ketika menjalankan tugasnya di Papua sedangkan ibunya meninggal dunia 1 tahun karena stroke. Kini tumpuan ayahnya hanya Mira dan kakaknya no 2 bernama Rasmi, saat ini Mira tinggal bersama ayahnya dan keponakannya.

Menjadi wartawati adalah cita citanya Mira dari sejak dia duduk dibangku SD. Kecintaan dia terhadap dunia jurnalistik mengantarkan dia menjadi wartawati yang cerdik dan selalu dipercaya dan dibanggakan oleh para Leadernya dikantor. Entah mengapa setiap Mira meliput sendiri beritanya selalu menjadi pusat perhatian masyarakat.

Mira tinggal dengan ayahnya yang lumpuh dan beliau hanya bisa duduk di kursi roda akibat kecelakaan mobil saat pulang kerja 2 tahun yang lalu. Kakinya diamputasi sehingga sang ayah tak bisa berjalan dan bergantung pada orang lain, dan dengan keponakan yang berumur 3 tahun sedikit keterbelakangan mental karena sewaktu ibunya mengandung sempat mendapat perlakuan yang tak baik dari suaminya perut sang kakak ditendang sampai tersungkur saat itu suaminya dalam keadaan mabuk berat.

Hingga menyebabkan sang kakak terpaksa dibawa kerumah sakit dan dipaksa untuk melahirkan agar anak yang dikandung bisa selamat dan ibunya, sedangkan sang kakak ipar ntah dimana keberadaannya sampai saat ini. Mungkin karena kecewa dan malu terhadap orang tuanya karena suami yang dia banggakan adalah orang yang suka mabuk, judi dan suka main perempuan.

Rasmi akhirnya merantau ke negeri orang di Singapura menjadi ART atau Assisten Rumah Tangga dan anak semata wayangnya dititipkan oleh orang tua dan adiknya Mira. Kejadian sang kakak membuat Mira trauma menjalin hubungan dengan laki laki takut kejadian kakak terulang lagi pada dirinya, itu sebabnya Mira sampai hari ini dia masih sendiri. Dia lebih memilih karirnya walaupun orang tua kadang menjodohkan dengan pilihan mereka tapi Mira tetap menolak.

Seperti sekarang ini, ayah Mira memperkenalkan Mira pada seorang lelaki tajir dan tampan. Begitu Mira dipertemukan dengan dia, laki-laki itu sebut saja Rey. Ayahnya mengajak Mira kesebuah pesta dirumah Rey, disana Mira bertemu dengan orang tua Rey. Orang tua Rey menyukai Mira, Mira pun asyik dengan obrolan sang calon mertua. Namun, apa yang terjadi ketika Mira bertemu dengan Rey betapa terkejutnya. Ternyata Mira pernah diusir oleh satpam kantor Rey saat melakukan liputan khusus dikantor beberapa waktu yang lalu.

“Ba–bapak disini?” tanya Mira sedikit terbata-bata.

“Eh kamu, ngapain disini? Belum puas kamu ngobrak ngabrik kantor saya dengan beritamu yang menjijikan itu? Pergi kamu dari sini!” usir si Rey.

“Ini rumah saya! Saya berhak mengusir siapa pun yang mengganggu saya dan keluarga saya!” lanjut Rey dengan mata elangnya yang siap memghunus kapan saja.

Semua mata para tamu dirumah itu tertuju pada anak tuan rumah pesta itu dan Mira. Dengan tergopoh-gopoh papa Rey menghampiri Rey dan dengan penuh emosi papanya Rey menapar pipi Rey. Suasana begitu hening, semuanya fokus menatap ayah dan anak itu.

Plak

Tamparan mendarat di pipi mulus milik Rey, tentu saja dia dapatkan dari papanya yang sekarang menatap dirinya dengan tatapan mematikan.

“Apa-apaan kamu ini Rey? Berani sekali kamu usir tamu mama sama papa?”

Mama Rey berusaha membantu Mira yang habis dipukul oleh Rey dan menjauhkan Mira dari Rey. Tapi Rey memang sempat memukul Mira hingga Mira jatuh, tentu saja semua orang terkejut dengan kejadian ini.

“Papa dan ayah Mira berusaha menjodohkan kamu dengan Mira!” ujar Papa Rey.

“Tapi perempuan itu menghancurkan bisnisku, pa?” sahut Rey tak terima.

“Mulai hari ini juga papa berhentikan kamu dari pemilik perusahaan! Papa anggap kamu ga becus ngurus perusahaan! Dan kamu keluar dari rumah ini papa tidak kasih sepeserpun dari warisan papa dan mama! Soal perusahaan Wendi yang akan menggantikan posisi kamu!” Keputusan mendadak yang Rey dapatkan. Ini berita yang sangat buruk.

“Tapi pa—” belum juga Rey melanjutkan ucapannya.

“Tidak ada tapi tapian! Cepat keluar dari sini

Atau ... Wendi,” potong papa Rey cepat.

“I–iya pa panggilkan satpam komplek katakan sama mereka ada perusuh disini!”

“Ba–baik pa.”

Rey pun pergi, tapi terlebih dahulu dirinya berhenti di samping Mira.

“Lihat saja, nanti aku akan melakukan perhitungan denganmu perempuan licik!” ancam Rey sambil mengacungkan jari telunjuknya kepada Mira.

Setelah mengancam Mira Rey pun pergi dari pesta itu setelah kepergian Rey Mira bersimpuh didepan kedua orangtua Rey meminta maaf atas kekacauan dan merusak pesta hari itu. Ibu Rey sambil membantu Mira berdiri.

“Sudahlah nak Mira, ini bukan kesalahanmu ini semua salah tante dan om yang terlalu memanjakan Rey. Om dan tante yakin kamu hanya menjalankan tugasmu saja.”

“Iya, Mir,” timpal papanya Rey.

“Om terlalu percaya dengan Rey, ternyata dia bukan lah pemimpin perusahaan yang baik dia egois menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan sendiri. Om kira memperkenalkan kamu dengan Rey solusi terbaik untuk merubah sikap Rey yang arogan dan cenderung egois tapi malah justru sebaliknya,” ujar Papa nya Rey.

“Terimakasih Mir atas kamu telah mengungkap apa yang terjadi di perusahaan om kalo kamu tidak mengungkap berita itu ntah apa yang terjadi pada perusahaan om dikemudian hari. Pak Dendy saya harap persahabatan ini tetap terjalin baik walaupun kita batal menjadi besan,” lanjut Papa Rey.

Dengan senyum yang mengembang ayah Mira menggangguk kepala tanda setuju, Semua larut dalam pesta malam itu hingga pesta pun akhirnya selesai. Mira dan ayahnya pamit pada sahabatnya pak Irwan dan istrinya sang sahabat menawarkan kepada Mira dan ayahnya untuk diantar pulang dengan sopir.

“Yah, kok ga bilang sih kita ketempat om Irwan? Mira kan bisa siap siap apa gitu kek,” ucap Mira sambil pasang muka cemberut kepada ayahnya.

“Mau siap siap apa mir?” tanya ayahnya.

“Siap siap kabur,” jawab Mira asal.

“Kalo ayah bilang ke kamu sebelumnya sepertinya udah kabur itu,” balas ayah Mira.

“Ah ... ayah.” Dengan nada manja Mira mengadu.

“Tapi Mira ga mau dijodohkan sama Rey yah,” lanjut Mira.

“Kalo ga mau dijodohin cepetan gih kasih ayah mantu mir,” balas ayah Mira dengan nada sangat santai.

“Biar ayah dapat cucu lagi biar rame itu rumah ayah,” lanjutnya.

“Ah ayah, mulai deh ayah,” sahut Mira.

Ayahnya pun tertawa kecil melihat ulah anak bungsunya itu. Etelah sampai di rumah Mira dan ayahnya mengucapkan terimakasih pada pak sopir yang mengantarkan dan menyampaikan salam pada keluarga sahabatnya itu. Mira dan ayah masuk rumah, Mira pun membantu ayahnya untuk membersihkan badan serta membantu mengenakan pakaian ketika selesai membatu ayahnya Mira pun segera membersihkan badan dan pergi tidur bersama keponakan yang masih balita.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh laksmi

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku