Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
DENDAM DAN CINTA KING MAFIA

DENDAM DAN CINTA KING MAFIA

Rika Jhon

5.0
Komentar
1.8K
Penayangan
24
Bab

21+ Albern Barnard, seorang pria keturunan Inggris dan Indonesia, yang menjadi King of Mafia di Negara Italia, tetapi berkedok pembisnis di Negara Indonesia. Albern yang dipanggil King AB oleh anak buahnya itu, kini tengah memburu seorang pria Indonesia yang bernama Reno. Ia ingin membalaskan dendamnya atas kematian sang kakak karena pengkhianatan yang dilakukan oleh Reno. Albern membunuh Reno di hadapan istrinya yang tengah hamil tua. Istri Reno tersebut bernama Harnum. Tragedi berdarah yang dilakukan oleh Albern terhadap Reno di hadapan Harnum, membuat wanita tersebut kontraksi. Harnum meminta tolong kepada Albern, tetapi Albern tidak menghiraukannya. Hingga membuat Harnum mengalami pendarahan hebat dan akhirnya mengakibatkan kandungannya mengalami stillbirth atau kelahiran mati. Harnum sangat membenci Albern atas perbuatannya tersebut, tetapi Albern tidak melepaskan Harnum, dia justru mengurung Harnum di sebuah rumah tua di hutan. Setiap harinya Harnum ia siksa.

Bab 1 1.Tragedi Berdarah

"Tolong! Jangan kau bunuh suamiku! Aku sedang hamil tua. Jika suamiku tiada, lalu bagaimana nasibku dan anakku nanti."

Seorang wanita yang tengah hamil tua, merangkak di bawah kaki seorang laki-laki, yang sedang berdiri sembari menginjak dada suami wanita tersebut.

"Harnum, istriku," ucap laki-laki yang sedang sekarat tersebut.

Wanita yang bernama Harnum itu, beralih merangkak memeluk tubuh suaminya yang sudah berlumuran darah.

"Mas Reno, tolong bangun, Mas! Jangan tinggalkan aku." Harnum menangis sembari memeluk tubuh sang suami.

"Tuan, tolong jangan kau sakiti istriku dan anakku. Tolong kau lepaskan mereka," ucap Reno dengan penuh permohonan.

Tetapi laki-laki yang sedang menyiksanya itu, tidak bergeming. Laki-laki itu justru semakin menekan dada Reno.

"Uhuk! Uhuk!"

Reno terbatuk-batuk, dan batuk darah. Harnum langsung mengangkat kepala sang suami dan diletakkan di atas pahanya. Harnum membelai-belai kepala dan wajah Reno, dengan berlinangan air mata.

"Harnum, Sayang. Cepat kau pergi dari tempat ini, selamatkan dirimu dan anak kita!" titah Reno.

"Tidak, Mas. Aku tidak akan pergi kemanapun juga! Biarkan aku tetap disini bersamamu. Kita akan mati bersama, Mas," ucap Harnum.

"Jangan berbicara seperti itu, Sayang. Setidaknya kau pikirkan anak kita, karena masa depannya masih panjang," ucap Reno.

Albern Barnard, laki-laki yang tengah menyiksa Reno tersebut, semakin dibuat naik pitam melihat perlakuan dan cinta Reno yang begitu besar terhadap Harnum.

"Aku tidak akan membiarkan istri dan anakmu hidup dengan tenang, laki-laki keparat! Jika kau mati, maka istrimu yang akan aku jadikan bahan untuk pelampiasan dendamku," batin Albern.

Albern merogoh pinggangnya, yang terdapat senjata, yaitu sebuah pistol yang berjenis SIG Sauer P226. Pistol yang berkekuatan dan berkualitas tinggi tersebut, langsung diarahkan ke dada Reno.

"Jangan! Aku mohon jangan lakukan itu pada suamiku! Lebih baik kau bunuh aku saja!" Harnum memeluk tubuh Reno dengan erat.

"Istriku Sayang, tolong pergilah dari sini! Aku sangat mencintaimu dan buah cinta kita," ucap Reno.

"Tidak, Mas! Biarkan kita bertiga mati bersama," ucap Harnum.

Albern yang sedari tadi menahan emosinya, langsung menendang tubuh Harnum hingga bergeser jauh. Harnum memekik menahan sakit di perutnya, yang terasa kram.

Dor! Dor! Dor!

Suara tembakan sebanyak tiga kali, menggema di ruangan kosong tersebut. Darah bercucuran keluar dari luka tembakan Reno, hingga mengalir ke lantai. Harnum yang melihat pemandangan tersebut, berteriak histeris.

"Maas Renoooo ...! Tidak ...! Mas, jangan tinggalkan aku, aku mohon!" Harnum mengguncang-guncang tubuh Reno yang sudah tidak berkutik.

"Hahaha ... sekarang kau sudah berada di neraka, Reno! Seperti itulah yang dirasakan oleh Kakakku, ketika ia mati bunuh diri akibat ulahmu!" teriak Albern.

Telinga Harnum yang masih normal, mendengar ucapan Albern tersebut. Ia langsung berdiri dan menghadap pada Albern. Matanya yang merah, menatap nyalang dan penuh kebencian pada Albern.

Plak! Plak!

Harnum melayangkan tamparan pada wajah Albern. Albern merasa semakin emosi, ia mendorong tubuh Harnum hingga terjengkang.

"Aww! Perutku sakit sekali. Tolong ... tolong aku, se ... sepertinya ... a ... aku ... kontraksi. Aku akan melahirkan. Ahhh ... sakitt!! Tolong aku ...."

Harnum memohon kepada Albern, agar menolongnya. Tetapi Albern seakan tuli, ia tidak menghiraukan permohonan Harnum. Ia melangkahkan kakinya menuju lantai atas, dan meninggalkan Harnum serta mayat Reno.

"Apa peduliku. Walaupun wanita itu serta anak di dalam kandungannya mati, aku tidak peduli. Biarkan mereka semua merasakan kesakitan dan penderitaan yang dulu dirasakan oleh Kakakku, Ameralda," batin Albern.

"Mas Reno, suamiku. Perutku sakit sekali, Mas. Tolong aku dan anak kita." Rintih Harnum.

Darah semakin membanjiri lantai tersebut. Darah dari tubuh Reno dan juga darah yang keluar merembes dari pangkal paha Harnum.

***

"Toloonnggg ....!"

Harnum terus merintih dan meminta tolong kepada suaminya yang sudah menjadi mayat. Harnum juga berteriak meminta tolong pada Albern. Tetapi Albern tidak mempedulikannya. Pria itu sudah naik ke lantai atas.

"Toloonngg ....!" Harnum terus merintih.

Darah sudah memenuhi lantai di ruangan rumah kosong tersebut. Kaki Harnum sudah berlumuran darah.

"Tolong ...! Perutku sakit sekali, aku sudah tidak kuat rasanya. Mas Reno, suamiku ...." ucap Harnum.

Sementara itu di lantai atas, Albern terlihat sedang menghubungi seseorang. Setelah itu, ia menatap sebuah foto yang ada di dalam dompetnya.

"Kakak, aku sudah membalaskan dendammu kepada Reno, laki-laki yang telah menyakitimu dan mengkhianatimu, sehingga membuatmu bunuh diri. Dan kini, wanita yang telah merebutnya darimu itu, sudah berada dalam genggamanku. Aku akan menyiksa hidupnya," monolog Albern.

"Toloonnggg ....!" suara teriakan Harnum kembali terdengar.

Albern yang tengah melamun, sontak terkejut mendengar suara teriakan Harnum. Ia bergegas menyimpan kembali foto sang Kakak ke dalam dompetnya. Lalu setelah itu, ia bergegas turun ke lantai bawah.

Albern melihat Harnum yang sudah lemas tidak berdaya. Wanita itu sudah tergolek dengan wajah yang pucat pasi karena kebanyakan mengeluarkan darah.

"Hey! Bangun! Apa kau ingin menyusul suamimu itu untuk masuk neraka bersama, hah!" teriak Albern sembari menendang tubuh Harnum.

Tetapi Harnum tidak bergerak sedikitpun. Albern yang melihat itu, mengernyitkan keningnya. Dengan berat hati dan penuh keterpaksaan, Albern berjongkok dan memeriksa nadi Harnum.

"Dia masih hidup, berarti dia hanya pingsan. Aahh ... kau menjadi urusanku saja, segala pingsan. Kau sangat merepotkan!" batin Albern.

Tidak berapa lama kemudian, para anak buah Albern datang. Mereka itu yang tadi Albern hubungi.

"King, mayat ini akan dibuang dimana?" tanya Rully, salah satu anak buah Albern.

"Kalian buang saja mayatnya itu di laut! Dan ingat! Jangan sampai perbuatan kalian itu terendus oleh polisi!" ucap Albern dengan tegas.

"Baik King!" ucap semua anak buah Albern dengan kompak.

"King, biar saya saja yang membawa tubuh wanita ini." Rully berjongkok dan hendak menyentuh tubuh Harnum.

"Jangan berani-berani kau menyentuhnya! Jika tidak ingin aku remukkan tanganmu itu!" bentak Albern dengan tegas.

Rully langsung beringsut mundur.

"Maaf, King," ucap Ruly.

"Lebih baik kau ajak mereka untuk membuang mayat itu! Dan ingat! jangan sampai terendus polisi!" imbuh Albern sekali lagi.

"Baik, King!"

Rully dan teman-temannya itu, langsung menggotong tubuh Reno yang sudah dimasukkan ke dalam kantong mayat. Mereka langsung membawa mayat Reno menuju mobil.

Sementara Albern, ia kembali menatap tubuh Harnum. Dengan raut wajah yang sangat kesal. Albern terpaksa membopong tubuh Harnum.

"Ah, sialan! Tubuh wanita ini sangat berat sekali. Kau menyusahkanku saja, huh!" umpat Albern di dalam hati.

Albern langsung meletakkan tubuh Harnum di kursi belakang mobil. Ia tidurkan tubuh yang tidak berdaya itu. Setelah itu, ia segera mengendarai mobilnya menuju rumah sakit terdekat.

Tidak butuh waktu lama, akhirnya Albern telah sampai di rumah sakit. Albern langsung membopong tubuh Harnum menuju ke dalam rumah sakit. Tim medis yang melihat itu, langsung berlari dan membawakan brankar untuk Harnum. Albern meletakkan tubuh Harnum di brankar tersebut. Tim medis itu langsung membawa Harnum menuju ruangan IGD, karena keadaan Harnum yang sudah sangat kritis.

Sementara Albern, ia hanya menatap ke arah Harnum dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah itu, ia berbalik arah untuk pergi meninggalkan rumah sakit tersebut. Tetapi, saat ia akan melangkah pergi, tiba-tiba dirinya dipanggil oleh seorang Suster.

"Tuan, tunggu!" panggil Suster tersebut.

TBC ( TO BE CONTINUED ).

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rika Jhon

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku