Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Ketika Cinta Harus Memilih

Ketika Cinta Harus Memilih

Rafli123

5.0
Komentar
29
Penayangan
1
Bab

Safira Nafisah, yang di hadapkan dengan pilihan. Antara cinta dan rasa sakit ibunya, rahasia apa yang di sembunyikan oleh mereka. Sehingga menjadi penghalang hubungan keduanya.

Bab 1 1. LEMBUR.

1. Lembur.

Weekend adalah waktu untuk mereka yang mengenal kata libur, tapi tidak dengan Safira Nafisah. Weekend sama dengan hari-hari yang lain tetap bekerja, seperti pagi ini setelah menyelesaikan kewajibannya mengadukan nasib pada sang pemilik kehidupan Safira bersiap untuk bekerja.

"Nak, tidakkah kamu ingin seperti teman-temanmu untuk berlibur? Jangan memaksakan dirimu dengan pekerjaan. Istirahatlah jika kamu lelah," Utami hanya bisa menghela napas melihat gelengan kepala putrinya.

"Bu, ini adalah kesempatan untukku agar bisa lembur. Sayang Bu, jika tidak di ambil. masalah libur bisa di lakukan kapan saja, yang penting sekarang kita dapatkan uang yang banyak. Seharusnya Ibu yang istirahat, bukan aku." Safira mendudukan ibunya di kursi ruang makan, mereka menikmati satu piring nasi goreng dengan telor dadar di atasnya, makanan kesukaan Safira.

"Kenapa kamu terus saja menjawab perkataan ibu, Safira? Apa kamu tidak sayang pada Ibu? Bagaimana jika kamu sakit?" Utami mengeluhkan putrinya yang tidak mengenal kata lelah, tidak peduli jika ia akan pulang malam dan hari libur ia gunakan untuk mengambil lemburan di tempat lain.

"Kalau begitu, tugas Ibu adalah mendoakan agar putri Ibu tetap sehat. Agar putri Ibu yang cantik jelita ini akan tetap sehat, agar bisa bersama ibu," Sahut Safira.

"Ibu, tidak bisa berdebat dengan kamu Safira,"

"Sekarang kenapa ibu melamun? Ibu, aku tidak apa-apa, hari ini aku akan pulang lebih cepat dari biasanya, oke!!" Setelah menenangkan Utami, Safira mencari angkutan umum yang akan mengantarnya ketempat kerja.

Dengan berlari Safira mencari angkutan umum untuk mengantarnya, beruntung jalanan yang biasanya macet. Hari ini berjalan dengan lancar.

Sesampainya Safira di depan gedung mewah yang menjulang tinggi, tempat Safira menjadi seorang office girl. Pekerjaan yang di mata sebagian orang rendah namun tidak dengan Safira ia bangga bisa bekerja di perusahaan terkenal walau hanya seorang office girl.

Senyumnya merekah, mendapati dirinya tidak terlambat dengan wajahnya yang berseri Safira berseru.

"Akhirnya aku tidak terlambat!!" Seru Safira, dengan cepat mengganti pakaiannya dan membawa alat yang akan ia gunakan. Dengan cekatan Safira merapikan meja penuh dengan berkas dan dokumen yang berserakan.

Dua jam semua pekerjaan Safira telah di selesaikan, bertepatan dengan waktu istirahat. Saat akan meninggalkan ruang kerja salah satu staf. Tiba-tiba terdengar suara seseorang menghentikan langkahnya.

"Hei! siapa kamu?" tanya seseorang yang berada di belakangnya. Safira berbalik menolah kearahnya.

"Safira. Kamu hari ini lembur lagi? Bukankah setiap hari kamu sudah lembur, lalu kenapa di weekend seperti ini, kamu juga mengambil lembur?" Ardi salah satu keamanan di perusahaan yang mengenal siapa Safira.

"Pak Ardi, saya lebih suka bekerja. Kalau begitu saya izin dulu. Karena saya masih banyak pekerjaan, pak." kata Safira.

"Baiklah, tapi ingat Safira kamu harus istirahat jangan terlalu lelah. Pekerjaan kamu masih banyak yang lainnya," Safira melambaikan tangan meninggalkan Ardi, salah satu satpam yang dekat dengannya.

Pekerjaan yang telah menyita waktu dan tenaganya. Safira menatap tumpukan berkas yang harus ia selesaikan sebelum jam pulang.

"Safira, kamu belum pulang?"

"Pak Ardi, anda disini? Saya masih ada berapa pekerjaan harus selesaikan hari ini, pak."

"Apa tidak bisa kamu selesaikan besok saja? Sebaiknya kamu pulang,"

"Ya, pak, sebentar lagi selesai. Anda belum pulang?"

"Saya masih lama, menunggu rekan kerja dulu. Kamu tahu kan kalau saya baru bisa pulang, Kalau mereka yang akan mengantikan saya sudah datang. Nah, Safira, kamu sudah selesai hati-hati saat pulang, sebentar lagi malam."

"Siap pak," sahut Safira, ia kembali dengan pekerjaannya agar cepat selesai. Dengan begitu ia akan cepat pulang kerumah untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

"Selamat malam, pak Ardi," sapa Safira saat melihat Ardi tengah berkeliling untuk memastikan jika keadaan tetap aman.

"Malam Safira, kamu mau pulang? Satu jam dari pertemuan kita tadi. Dan kamu baru pulang kamu harus hati-hati Safira, ini sudah malam." kata Ardi.

"Siap pak Ardi! Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam salam." Safira mengacungkan ibu jarinya sebelum, meninggalkan perusahaan. Safira berlari kecil meninggalkan kantor namun tiba-tiba seseorang menabraknya.

Bruakgh!!

Safira dan seorang wanita paruh baya terjatuh saat tidak sengaja mereka saling bertabrakan.

"Kamu? Untuk apa kamu malam-malam ada di perusahaan saya? Kamu maling hah!!"

Suara menggelegar membuat keamanan yang berjaga berlarian mendekati mereka.

"B– bukan, saya hanya," Sahut Safira dengan suara terbata.

"Oh! Jadi saya benar kalau kamu berniat tidak baik di perusahaan saya iya?!" Teriak wanita paruh baya.

"B–bukan,"

"Safira, Nyonya Sarah, apa yang terjadi dengan anda, Nyonya?" Ardi mendekati pemilik perusahaan yang tidak lain adalah Nyonya Sarah istri dari Ganendra Adiwangsa.

"Kamu lihat saya sedang apa hah? Kamu lihat saya sedang berenang di sini?" Kata Nyonya Sarah dengan intonasi tinggi.

"Apa yang kalian lakukan hah? Kenapa dia bisa masuk perusahaan dengan bebas? Kalian tahu banyak dokumen penting di perusahaan ini. seharusnya kalian waspada, banyak yang menyamar seperti dia. Hanya untuk mengambil surat berharga!!" Lanjut Nyonya Sarah dengan suara dingin menggema di seluruh loby kantor.

"Maaf, Nyonya, Safira sudah terbiasa untuk menerima lembur. Bukan hanya di hari biasa saja, tapi di weekend seperti saat ini, dia yang merapikan semua berkas di setiap ruang staf dan ruang kerja karyawan, Nyonya." Ardi menjelaskan kinerja Safira di kantor, apa yang dikerjakan oleh Safira selama lembur.

Wanita yang masih terlihat cantik walau usianya tidak muda lagi, memandang sekeliling ruang kerja yang terlihat rapi, Sarah yang datang ke perusahaan hanya ingin mengecek jika pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini benar-benar selesai. Namun ia tidak tahu jika wanita yang kini di depannya yang melakukannya, mengingat jika putranya akan kembali dan langsung mengunjungi perusahaan untuk menjabat sebagai CEO, sehingga Sarah ingin melihat keadaan.

"Kenapa kamu masih berdiri di sini? Cepatlah pergi, tapi ingat. Besok pagi kamu bersihkan lagi ruangan CEO. Saya tidak mau ada satu butir debu yang tergeletak di atas meja ataupun tempat di mana meja CEO berada, apa kamu mengerti?" tanya Sarah.

"B– baik Nyonya, saya akan melakukannya dengan rapi." Sahut Safira.

"Cepat, menyingkir dari hadapanku!" Suara tegas Sarah membuat Safira membungkukkan punggungnya. Dan berlalu meninggalkan Sarah bersama dengan Ardi.

"Tunggu! Kamu harus di periksa. Saya tidak ingin ada yang hilang dari perusahaan saya,"

Sarah mendorong tubuh Safira dengan kedua tangannya ia memeriksa tubuh Safira. Setelah ia tidak menemukan apapun di tubuh Safira, Sarah melepaskannya dengan tatapan tajam.

"Cepat jalan! Aku tidak ingin melihat kamu lebih lama lagi, disini!"

Safira mempercepat langkahnya mengingat dirinya terlambat sampai rumah, jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat. Bayangan wajah sang Ibu membuatnya semakin terbawa perasaan. Safira berlari dengan kencang agar ia segera sampai. Benar saja, dari kejauhan Safira mendengar seseorang berteriak keras di dalam rumah sederhana milik ibunya.

"Ibu, ada apa ini? Kenapa mereka marah sama ibu?" tanya Safira.

"Oh! Kamu sudah pulang? Perlu kamu ketahui jika surat rumah ini sudah digadaikan oleh ibumu. Kamu tahu apa yang dilakukan oleh ibumu? Dengan santainya, ibumu tidak membayar cicilannya padaku yang

sudah jatuh tempo!" Pengakuan seorang wanita paruh baya dengan tubuh tambun membuat Safira terdiam, belahan menoleh ke arah ibunya yang menahan isak tangisnya.

"Ibu, apakah yang dikatakan oleh ibu itu, benar?" tanya Safira lirih.

"Apa kamu bilang? Ibu itu? Kamu pikir nama saya ibu itu, hah!" Safira menggaruk tengkuknya mendengar perkataan wanita di depannya.

"Tante, berikan sedikit waktu lagi. Saya janji setelah saya punya uang, akan saya bayar," Safira berusaha negoisasi, berharap permintaannya akan dikabulkan oleh wanita yang ia sendiri tidak tahu namanya.

"Enak aja! Ngajak nego. Hei, ibumu sudah berapa lama tidak bayar? Bukannya kamu pulang kerja, itu artinya kamu memiliki uang dong?"

"Maaf Tante, tapi saya belum gajian. Jika saya sudah gajian, maka saya akan membayar hutang ibu," ujar Safira memastikan jika yang ia katakan adalah benar adanya.

"Halah! alasan saja mau bayar, kalau punya uang amnesia kumat. Gaji kamu berapa?Jangan-jangan buat bayar masih kurang? Hei, kamu dengar ya, berapa hutang ibumu. Sekalipun kamu bekerja sepuluh tahun itu tidak akan bisa untuk melunasi hutang ibumu yang sudah membengkak!!" wanita tambun tersenyum miring, mendapati wajah pucat Safira.

"Hei. Kenapa kamu diam? Jawab kapan kamu akan bayar hutangnya? Kamu pikir dengan diam itu bisa melunasi hutang ibumu!" wanita tambun yang di panggil dengan nama Tante, menikmati pemandangan anak dan ibu yang terlihat semakin ketakutan.

Safira tertunduk lesu, tubuhnya yang lelah dan rasa lapar kini hilang begitu saja. Saat melihat Utami, ibunya terdiam menunduk menyembunyikan kesedihannya.

"Saya janji tante, saat gajian nanti Tante bisa datang ke sini mengambil uangnya. Tapi saya mohon untuk kali ini saja jangan mengganggu Ibu saya," ucap Safira memohon.

"Kalau kamu tidak mau ibumu diganggu oleh saya, maka sebaiknya jangan coba-coba untuk berhutang pada saya. Karena saya tidak segan-segan untuk mengusir kalian dan mengambil alih rumah ini, asal kamu tahu rumah ini sudah menjadi milik saya. Jika waktu yang saya berikan pada kamu tidak bisa melunasi hutang ibumu, maka hari itu juga kalian harus angkat kaki dari sini!" Kata wanita dengan dua preman yang mengikutinya dari belakang.

"Baik Tante, saya janji akan menepati janji saya pada tante." Ucap Sahira.

Brakkkk!!!

"Argh!!!"

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rafli123

Selebihnya

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Ketika Cinta Harus Memilih
1

Bab 1 1. LEMBUR.

14/11/2022