Kiandra itu istri kedua. Dinikahi agar bisa memberikan anak. Suami Kia, Evan, selalu saja bersikap dingin dan egois. Lalu, Kiandra bertemu Damar. Laki-laki tampan yang sikapnya manis dan lajang. Gilanya, Damar menawarkan sebuah hubungan. Ketika diharuskan memilih antara Evan atau Damar, siapakah yang akan Kia pilih? Akankah Kia sanggup menerima akibat dari pilihan yang ia buat?
Evan berjalan cepat menuju halaman belakang. Genggaman jemarinya pada pinggir keranjang sampah yang dibawa menguat. Gurat kemarahan tampak di wajahnya yang memang berkarakter tegas.
"Evan! Kamu mau apakan obat itu?"
Pada teriakan sang istri yang berusaha menghentikan langkah, Evan berpura tuli. Ia marah, jika Kia ingin tahu. Dan pada obat yang ada di dalam keranjang sampah, Evan berniat membakarnya.
"Evan!"
Evan membuang isi keranjang sampah ke atas tanah. Tak lama, Irna sang asisten rumah tangga yang diminta membawakan minyak datang.
"Evan!"
Laki-laki itu mengguyurkan minyak tanah tadi ke tumpukan sampah di depannya. Memantik api, lalu membiarkan semua terbakar, termasuk obat yang tadi berusaha Kiandra selamatkan.
Nyala api terlihat berkobar di mata lelaki itu saat menatap lurus pada sang istri. Membuang korek dan botol minyak, Evan menyeret Kiandra untuk masuk ke kamar lagi.
Evan menutup pintu kamar dari dalam, menguncinya, meski di luar sana Lidia berusaha mengetuk.
"Evan. Ada apa? Kenapa kamu seret Kia begitu?" Lidia memasang raut cemas. Berulang kali pintu di hadapan ia ketuk. Evan yang marah bukanlah sesuatu yang bisa ditangani dengan mudah, oleh siapa pun, terutama Kiandra.
"Pergi, Lid. Ini urusanku dengan Kia." Evan menjawab pertanyaan Lidia tanpa mengalihkan pandang dari Kiandra.
"Bicarakan baik-baik, Evan. Kamu mau apa sampai mengunci kamar begini?"
Laki-laki di dalam ruang tidur itu berjalan maju, cepat, penuh murka. Usai berhasil memojokkan Kiandra di antara dirinya dan dinding, Evan berucap, "Pergi, Lid. Ini urusanku dengan Kia."
Tak ada lagi ketukan di pintu, Evan meninju dinding di belakang Kiandra. Cepat dan keras. Membuat gadis di depannya tersentak dan gemetar.
"Itu obat apa, Ki?" Suara pria itu seperti tertahan. Namun, tetap mampu membuat yang mendengar merasa terancam.
Hening. Evan hanya bisa mendengar deru napas Kiandra yang memburu. Perempuan itu ketakutan, membuat emosinya semakin memuncak.
Kiandra takut? Pada apa? Pertanyaan tadi, atau pukulan Evan ke dinding? Lucu sekali. Sungguh perempuan itu takut? Lantas, kenapa begitu berani membohonginya?
Tadi itu sekitar pukul satu. Usai Evan dan Kiandra melakukan kegiatan suami-istri, Evan sebenarnya sudah hampir lelap. Namun, suara laci dibuka membuatnya kembali terbangun.
Pura-pura tidur, dari balik kelopak mata yang sedikit terbuka, Evan melihat Kiandra berusaha menelan sebuah pil. Obat kecil berwarna putih dan ada yang kuning. Obat yang Evan ketahui sebagai pil pencegah kehamilan.
"Obat apa itu, Ki?" Meski tahu itu obat apa, tetapi Evan tetap ingin mendengar sendiri dari si perempuan.
Kiandra mengangkat wajah. Berusaha membalas tatapan lurus dan mematikan dari suaminya. "Kalau kamu udah tahu itu obat apa, kenapa kamu masih tanya?"
Rahang Evan mengeras mendengar itu. Ia semakin mempersempit jarak. Satu tangan yang bebas ditaruh di bahu Kia, meremas kuat di sana. "Kenapa?"
Usaha Kia yang ingin melepaskan bahu dari cengkeraman Evan tak berhasil. Perempuan itu meringis karena rasa sakit yang terasa di sana. "Kenapa apanya? Obat sakit kepala diminum, supaya enggak sakit kepala. Aku minum pil kontrasepsi, menurut kamu untuk apa?"
Evan melepas bahu Kia. Pria itu tersenyum miring, tatapannya semakin dingin. "Kamu enggak mau punya anak?"
Pertanyaan diiringi gemerutuk suara gigi beradu itu membuat lutut Kia semakin gemetar. Tak lagi punya keberanian menatap dua iris gelap Evan, perempuan itu menunduk. "Iya," jawabnya berusaha terdengar yakin.
Evan benci orang yang suka berbohong. Namun, ia sangat tak tahan pada orang yang sudah ketahuan menipu, tetapi tidak merasa bersalah.
Emosi sudah mencapai puncak, Evan kembali melampiaskannya pada dinding di belakang Kia. Pria itu pukul dengan keras, tepat di bagian yang dekat dengan wajah sang istri.
"Kamu ... berani membohongiku?" Giginya bergemelatuk. "Kamu lupa aku nikahi untuk apa, Ki?"
Bab 1 Satu
09/05/2022
Bab 2 Dua
09/05/2022
Bab 3 Tiga
09/05/2022
Bab 4 Empat
09/05/2022
Bab 5 Lima
09/05/2022
Bab 6 Enam
09/05/2022
Bab 7 Tujuh
09/05/2022
Bab 8 Delapan
09/05/2022
Bab 9 Sembilan
09/05/2022
Bab 10 Sepuluh
09/05/2022
Bab 11 Sebelas
09/05/2022
Bab 12 Dua Belas
09/05/2022
Bab 13 Tiga Belas
09/05/2022
Bab 14 Empat belas
09/05/2022
Bab 15 Lima belas
09/05/2022
Bab 16 Enam belas
10/05/2022
Bab 17 Tujuh belas
10/05/2022
Bab 18 Delapan belas
10/05/2022
Bab 19 Sembilan belas
10/05/2022
Bab 20 Dua puluh
10/05/2022
Bab 21 Dua puluh satu
10/05/2022
Bab 22 Dua puluh dua
10/05/2022
Bab 23 Dua puluh tiga
10/05/2022
Bab 24 Dua puluh empat
10/05/2022
Bab 25 Dua puluh lima
10/05/2022
Bab 26 Dua puluh enam
10/05/2022
Bab 27 Dua puluh tujuh
10/05/2022
Bab 28 Dua puluh delapan
10/05/2022
Bab 29 Dua puluh sembilan
11/05/2022
Bab 30 Tiga puluh
12/05/2022
Bab 31 Tiga puluh satu
13/05/2022
Bab 32 Tiga puluh dua
14/05/2022
Bab 33 Tiga puluh tiga
15/05/2022
Bab 34 Tiga puluh empat
16/05/2022
Bab 35 Tiga puluh lima
16/05/2022
Bab 36 Tiga puluh enam
16/05/2022
Bab 37 Tiga puluh tujuh
16/05/2022
Bab 38 Tiga puluh delapan
16/05/2022
Bab 39 Tiga puluh sembilan
16/05/2022
Bab 40 Empat puluh
16/05/2022