Menjadi istri pertama dalam pernikahan kedua seorang lelaki bukankah hal tersebut sangat membingungkan? Rayana sedang berada dalam gulana saat kebohongan demi kebohongan Ahmadi suaminya terungkap. Di tanah suci Makkah, saat dimana Rayana ingin bersimpuh di kaki kedua orang tua Ahmadi seraya memperkenalkan diri bahwa dirinya adalah istri Ahmadi, ternyata pada saat yang sama Rayana justru menerima kenyataan bahwa dirinya ternyata adalah istri kedua dalam pernikahan suaminya. Semua menjadi sangat membingungkan. Kisah pilu itupun dimulai. Akankah Rayana yang cantik dan kaya raya itu mengalah atau justru Farhana yang memilih pergi dari kehidupan Ahmadi? Siapa yang lebih pantas berujar "jangan ambil suamimu" Rayana atau Farhana? Ikuti prahara cinta mereka dalam novel Jangan Ambil Suamimu.
"Kami ingin mengajakmu berangkat umroh akhir bulan ini semua persiapan dan persyaratannya sudah kami penuhi."
Kalimat panjang itu tertulis di Whatsapp milik Ahmadi.
Ahmadi adalah seorang pegawai negeri sipil yang harus mengabdikan dirinya di sebuah kepulauan yang berada di Kotabaru Kalimantan Selatan.
Beberapa tahun yang lalu dia menerima surat keputusan untuk bekerja disana dan demi membahagiakan kedua orang tua yang sangat berharap salah satu dari putranya menjadi seorang pegawai negeri sipil akhirnya Ahmadi pun menerima keputusan tersebut.
Dia mendapatkan surat keputusan itu pada saat malam pertama pernikahannya bersama Farhana dan dia memutuskan untuk berangkat tanpa membawa Farhana karena dia sama sekali belum tahu bagaimana kondisi di tempat kerjanya yang baru.
"Tapi bagaimana mungkin aku bisa berangkat? Disini terlalu banyak pekerjaan.
Aku tidak mungkin bisa izin karena tidak ada pegawai pengganti."
Begitu Ahmadi memberikan jawaban atas permintaan kedua orang tuanya yang menginginkan Ahmadi berangkat umroh bersama keluarga.
Biasanya jika Ahmadi mendapatkan telepon ataupun mendapatkan pesan dari keluarganya di Jawa maka dia akan merasa sangat bahagia tapi hari ini Ahmadi benar-benar merasa panik, sebab ada hal-hal yang harus dia sembunyikan.
"Aneh sekali! Bapak yang akan berbicara dengan pimpinanmu jika sampai mereka tidak mengizinkan kamu berangkat umroh bersama keluarga."
Orang tua Ahmadi membalas kalimat yang dituliskan oleh Ahmadi.
"Tidak bisa begitu dong Pak! Apalagi pemberitahuannya terlalu mendadak, aku juga tidak punya uang untuk berangkat."
"Tidak usah memikirkan tentang uang semuanya sudah kami siapkan. Kita berangkat berlima Bapak, ibu, kamu, istrimu, dan juga adikmu.
Ini adalah kesempatan dan nikmat dari Allah jadi tolong jangan disia-siakan."
Orang tua Ahmadi sedikit gusar membaca apa yang dituliskan oleh Ahmadi di pesan singkat tersebut.
"Iya Pak, tapi tetap saja tidak bisa. Jika ada yang izin maka hal itu paling tidak harus disampaikan satu bulan sebelumnya. Sedangkan sekarang sudah tanggal 10 semuanya terlalu mendadak.
Sudahlah Bapak, ibu, Farhana, dan juga adik lebih baik berangkat lebih dahulu, saya masih bisa kapan-kapan."
Ahmadi menuliskan kalimat itu dengan tangan bergetar.
Selama ini dia sama sekali tidak pernah membohongi kedua orang tuanya tapi hari ini, dia harus melakukan itu demi nama baiknya dan juga demi kehidupannya.
Setelah kalimat terakhir itu dituliskan Ahmadi sama sekali tidak mendapatkan jawaban lagi dari orang tuanya.
Dia merasa resah.
Sampai malam tiba, sebuah panggilan masuk ke ponselnya.
Ahmadi langsung saja mengangkat panggilan itu karena dia tahu panggilan itu berasal dari Farhana, istrinya yang sedang berada di Jawa.
"Assalamualaikum Mas, apa kabarmu di sana?" tanya Farhana kepada Ahmadi.
"Kabarku baik-baik saja, kabarmu sendiri bagaimana?"
"Aku juga baik Mas. Oh ya bisa tidak kita video call sebentar? Karena di sini ada Bapak dan Ibu juga." Farhana meminta kepada Ahmadi untuk melakukan panggilan video karena ada kedua orang tua Ahmadi di rumah Farhana.
Begitu cerita yang disampaikan oleh Farhana kepada Ahmadi. Tapi saat ini Ahmadi tidak mungkin melakukan hal tersebut karena dia sedang berada di kediaman Rayana.
"Mohon maaf, aku tidak bisa melakukan panggilan video sekarang karena saat ini aku sedang berada di rumah pimpinan, untuk membicarakan apa yang dituliskan oleh Bapak pagi tadi." Untuk kesekian kalinya Ahmadi kembali berbohong.
"Oh begitu ya Mas, alhamdulillah kalau akhirnya kamu mengatakan semuanya kepada pimpinanmu, aku akan ceritakan itu kepada Bapak supaya beliau tidak merasa resah."
Farhana yang begitu penyabar dan baik hati berbicara dengan suara renyah yang dia miliki.
Hal itu membuat hati Ahmadi seolah-olah tersiram oleh air hujan yang sangat deras, dingin, dan menenangkan.
"Tapi aku masih baru mau izin, aku belum tahu akan diijinkan atau tidak, tunggu kabar dari aku saja ya? Tolong sampaikan salam kepada Bapak dan Ibu aku tidak mau mengecewakan Bapak dan Ibu itu sebabnya, aku datang ke rumah pimpinanku." malam-malam begini,"
"Iya Mas, jangan khawatir aku akan sampaikan semuanya kepada Bapak dan Ibu, kamu baik-baik saja di sana ya."
"Iya, terimakasih untuk semua pengertianmu tolong ingatkan Bapak dan Ibu, juga sampaikan kepada beliau berdua bahwa aku adalah seorang pegawai negeri sipil yang harus mentaati peraturan yang sudah ditentukan, disini aku tidak bisa membuat acara-acara yang hanya mementingkan kepentingan pribadiku saja, kalau aku dipecat bagaimana?"
Ahmadi mencoba memberikan tekanan kepada Farhana, dia ingin istrinya itu merasa takut kemudian memberikan dukungan padanya dan akhirnya kedua orang tuanya akan sepakat untuk tidak mengajak Ahmadi pergi umroh bersama.
Setidaknya hal itulah yang berada di dalam angan-angan Ahmadi saat ini
"Iya iya Mas, tenang saja, kamu tidak usah khawatir, aku akan coba menjelaskan semuanya kepada Bapak dan Ibu."
Tiba-tiba dari kejauhan Ahmadi melihat Rayana berjalan menuju ke arahnya, perempuan cantik itu telah menggunakan pakaian tidur berwarna merah kontras sekali dengan tubuhnya yang sangat putih, ramping, dan juga cantik jelita.
"Sudah dulu ya? Aku tutup teleponnya ini pimpinanku sudah datang."
Tanpa menunggu salam dari Farhana, Ahmadi bergegas menutup teleponnya.
"Telepon dari siapa, Mas?" Tanya Rayana yang langsung duduk dipangkuan Ahmadi.
Rayana selalu saja bersikap manja, menggetarkan, menggelisahkan, juga senantiasa membuat Ahmadi merasa tertantang untuk terus menerus membahagiakannya.
Ahmadi mengambil ponsel lalu menunjukkan kepada Rayana "telepon dari keluargaku dikampung."
Melihat itu Rayana langsung saja percaya, dia kemudian mencium pipi kanan dan pipi kiri Ahmadi sambil berbisik. "Malam ini kita bercinta yuk?"
"Ha... Ha... Ha"
Ahmadi tertawa terbahak-bahak, Rayana selalu saja begitu dia tidak pernah lelah untuk menggoda Ahmadi.
Laki-laki mana yang menolak jika diajak untuk bercinta oleh istri tercinta mereka? Hal itu pasti sangat membahagiakan seperti juga Ahmadi malam ini.
"Kamu terus-menerus mengajakku bercinta.
Apakah kamu tidak merasa bosan?" tanya Ahmadi kepada Rayana, pertanyaan yang disambut dengan alis bertaut oleh Rayana.
"Jadi kamu bosan jika aku terus-menerus mengajakmu bercinta? Apakah itu yang mau kamu katakan?"
"Tidak begitu dong Sayang.
Aku bahagia kamu mengajak bercinta, aku hanya takut kalau nanti pada suatu hari kamu merasa bosan dan tidak lagi cinta padaku, aku bisa mati jika kamu melakukan itu."
"Uhuy.... Ngerayu nie yeee. . ."
Rayana tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang diucapkan oleh Ahmadi.
Lalu perempuan itu mengecup lembut bibir suaminya yang sudah merekah.
Selalu Rayana yang memulai permainan, hal itu jelas berbeda dengan Farhana yang pendiam dan juga pemalu.
Ahmadi menyukai apa yang dilakukan oleh Rayana, dia selalu saja merasa penasaran pada setiap perlakuan-perlakuan mesra perempuan tersebut.
Jika sudah begitu maka yang dilakukan oleh Ahmadi hanyalah satu.
Menggendong tubuh ramping Rayana lalu meletakkannya diatas ranjang dan membiarkan keindahan tubuh itu terpampang.
Bab 1 PANIK
08/11/2022
Bab 2 AMARAH RAYANA
08/11/2022
Bab 3 PERTENGKARAN PERTAMA
09/11/2022
Bab 4 MENCOBA MENGERTI
10/11/2022
Bab 5 LUKA DAN DUKA NESTAPA
10/11/2022
Bab 6 MENUNGGU UCAPAN SELAMAT ULANG TAHUN
10/11/2022
Bab 7 CINTA TANPA JEDA
10/11/2022
Bab 8 SEBUAH RAHASIA
10/11/2022
Bab 9 TENTANG MASA LALU
10/11/2022
Bab 10 SEMAKIN RICUH
11/11/2022