Tentang Juwita yang tinggal di tempat kos baru dan bertemu dengan banyak orang-orang baru. Ada yang bersikap dingin, ada si playboy yang sering menggoda, ada kakak tingkat yang perhatian, ada seseorang dari masa lalu, ada orang yang tidak mudah untuk digapai bagi dirinya, ada si konten kreator yang memiliki channel YouTube sendiri dengan jumlah subscribers lebih dari seribu
"Jadi, kenapa kita harus membeda-bedakan penggunaan kata kerja untuk past, present, dan future? Padahal, selama ini kita semua tahu jika membeda-bedakan itu adalah sebuah sikap yang tidak baik. Kita semestinya memperlakukan semua dengan adil. Adil, ya, bukan sama rata sama karsa, si kaya nggak perlu ngiri kalau nggak dapat bantuan. Si miskin kalau nggak dapat ya bersyukur saja."
Sembari terus mengambil video dirinya, Jeje masih tetap berceloteh kesana-kemari tak tentu arah.
"Yah, malahan jadi bahas adil apa nggak, kan. Inget ya, Guys. Adil itu adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya secara proporsional, sesuai porsi gitu. Jadi kalau semisal dapet sesuatu yang nggak sama, jangan iri. Mungkin memang porsi-nya begitu. Orang lain bisa saja mendapatkan lebih atau kurang. Balik lagi sesuai porsi, karena setiap orang kebutuhannya nggak harus selalu sama."
Pembahasan adil memang tidak pernah ada putusnya karena banyak yang menduga keadilan itu sama rata sama karsa. Jeje menjelaskan sesuai dengan pemahaman yang selama ini diyakininya.
"Kembali lagi ke pembahasan kata kerja ya, Guys. Ada yang namanya kata kerja beraturan alias regular verb dan kata kerja tidak beraturan atau irregular verb. Kalau kata kerja beraturan mending ya? Antara kata kerja bentuk kedua dan ketiga hanya perlu diberi tambahan ed di belakang katanya. Masalahnya adalah pada kata kerja tidak beraturan yang mau tak mau membuat kita menghapal."
Botol air minum berwarna hitam segera diambil oleh Jeje. Ia meneguk air di dalamnya sekali tandas. Bercuap-cuap di depan kamera telah membuatnya kehausan. Tenggorokannya benar-benar kering.
"Padahal ya, kata kerja itu layak dicintai, tak perlu peduli ia beraturan atau tidak, sama seperti do'i"
Sebuah pembahasan yang tidak bisa dipilih oleh Jeje untuk mengisi konten miliknya. Ia tiba-tiba saja ingin membahas mengenai sesuatu yang berhubungan dengan pelajaran dan ilmu meski tahu jika dirinya tidak terlalu berkompeten dalam hal itu. Pemuda tersebut hanya ingin mengemasnya sesuai kata hatinya. Setelah selesai, Jeje mengintip ke depan dan mendapati seseorang akan pergi.
"Jo! Tolong fotokopi buku ini, ya? Bab pertama. Jangan lupa! Kertasnya jangan yang HVS, mahal!"
"Bagian sampul difotokopi juga?"
"Jangan, deh."
"Siap, Je."
Jeje memberikan sejumlah uang untuk membayar biaya fotokopi. Setelahnya, ia kembali ke dalam kamar dan membuka laman YouTube dari pagi hingga siang selepas tengah hari. Pemuda itu baru beranjak dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamar setelah mendengar gumaman dari ujung lorong. Dari kamarnya, Jeje berlari kecil menuju ujung lorong yang tersambung dengan anak tangga.
---
Pendengaran Jeje masih belum benar-benar dengan tepat menangkap suara-suara di sekitarnya, ia juga merasakan sakit kepala yang luar bisa hebat. Belum lagi, dia belum bisa menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya sehingga berkali-kali ia mengusap indera penglihatannya tersebut. Hal-hal itu biasa terjadi kepada orang-orang yang seperti dipaksa untuk segera bangun dari tidurnya.
Semula Jeje menduga jika orang yang ia titipi fotokopi sudah pulang. Ternyata yang ia lihat ketika hampir tiba di ujung lorong adalah orang lain. Jeje berdiri mematung sembari menatap tangga yang berbentuk zig-zag ke bawah. Di tangga, orang yang baru saja datang tampak tengah merentangkan tangan setelah menepaki beberapa anak tangga. Ia menguap meski waktu tidur siang sudah berlalu.
Tak beranjak dari tempatnya, Jeje hanya memandangi orang yang memiliki berat badan ideal. Dia tak terlalu kurus, tapi juga tidak gemuk. Rambutnya hitam sedikit bergelombang. Kulitnya tak pucat. Namun, bukan pula terlalu terang. Terlihat seperti warna buah bengkoang bukan langsat, apalagi sawo matang. Jeje tak bisa mengatakannya terang karena dia kenal orang yang benar-benar terang.
Bibir orang yang tengah dipandangi oleh Jeje berwarna merah muda meski agak terlihat sedikit pucat. Tidak tebal, tapi juga tak terlalu tipis. Tonjolan di tengah bibir atas bagian bawah atau biasa disebut sebagai tuberkel cukup terlihat. Biasanya, bagian itu tidak begitu kentara bagi kebanyakan orang. Turbekel dengan bentuk yang cukup terlihat tersebutlah yang membuat ciri khas tersendiri.
"Tumben sepi, Je? Nggak biasa! Anak-anak masih di kampus? Bisa serempak full day school, ya?" Seseorang baru saja datang dengan wajah kusut seolah baru selesai mengerjakan sebuah hal yang berat. Rambutnya terlihat basah meski tak terlihat adanya sisa-sisa keringat yang mengalir. Cuaca memang terasa sedikit lebih panas. Karena itu, keputusan Jeje untuk berada di kamar adalah tepat.
"Entahlah," ujar Jeje kepada sosok di hadapannya yang memiliki tinggi nan cukup jauh di bawahnya. Tinggi Jeje yang menjulang membuat jika mereka tengah bersama, orang tersebut sebatas dada.
"Mau pindah nggak, Je? Barangkali butuh sebuah suasana, tetangga, dan pemandangan yang baru."
Terkadang, perubahan suasana dari yang lama menjadi baru memang perlu dilakukan. Titik jenuh terhadap suasana yang serupa setiap harinya bisa terjadi. Merasakan segala sesuatu yang sama kadang terasa menjemukan. Menjauh dari suasana yang terlalu riang dan merasakan kedamaian di tempat sepi. Jika sudah seperti itu, biasanya seseorang akan menemukan ketentraman dalam hati.
Hidup bertetangga dengan banyak orang mengantarkan seseorang bertemu berbagai sifat serta watak. Sebelah kanan bisa terlalu berisik, sementara di sisi lainnya terlampau pendiam. Tetangga depan sombong dan angkuh, serta perangai lain. Tidak harus selalu rukun atau justru mengurung diri. Hal terpenting adalah proses tabur-tuai. Jika baik, tidak mendapat hasil buruk, serta sebaliknya.
Terlalu lama menghadap timur bisa saja membuat seseorang jemu dan ingin menatap matahari di barat. Jika mengetahui rasi bintang biduk dan polaris di utara, maka tidak ada larangan untuk mempelajari gubuk penceng selatan. Sama halnya seperti angin. Ia tak selamanya bertiup dari arah barat, tapi juga timur. Begitu pula matahari. Kadang ia terlihat di timur, beberapa waktu lagi di barat.
Memandang matahari pagi memang menyejukkan, tetapi pemandangan itu akan berganti dengan terik di siang hari, lalu kemuraman di malam tanpa bintang. Begitu juga jika memandang bulan. Ia bisa berbentuk sabit dan di lain waktu justru tengah berpendar purnama. Tak jauh berbeda dengan langit, suatu waktu cakrawala bisa terlihat biru, tapi bisa cepat berubah menjadi hitam yang kelam.
Seseorang yang menyukai lautan, bukan berarti ia tak ingin memandangi tingginya puncak sebuah gunung nan tinggi dan susah digapai. Tinggal di tengah hamparan sawah nan hijau, tak mesti jika orang tersebut enggan menatap hingar bingar kota nan penuh gedung dan kendaraan. Hidup butuh perubahan meski itu hanya sesaat dan bisa aja kembali ke keadaan yang sama seperti sebelumnya.
"Nggak. Terlalu nyaman dengan suasana, tetangga, dan juga pemandangan yang ada di tempat ini."
"Kenapa? Bukankah jika kita terlalu nyaman dengan suatu keadaan, suatu saat itu akan menjebak?"
"Setidaknya itu lebih baik jika dibandingkan terjebak nostalgia dan kenangan bersama mantan, Ju!"
"Terjebak friendzone lebih sakit, Je! Terjebak kenangan mantan setidaknya selangkah lebih baik.
Sebuah kondisi pertemanan di antara perempuan dan laki-laki dengan salah satu pihak memiliki keterkaitan seksual serta ingin menjalin hubungan yang lebih dari sekadar teman dan kemudian memunculkan kebingungan-kebingungan tertentu memang menciptakan sebuah rasa sakit sendiri. Sebuah persahabatan bisa rusak dan kerusakan itu bisa saja menjadi sangat sulit untuk diperbaiki.
Seperti sebuah gelas yang sudah pecah. Meski sudah kembali ke dalam bentuk semula berkat lem, tapi retakan-retakannya jelas terlihat. Seperti air bening dalam botol yang tumpah ke atas lantai nan kotor. Ia bisa saja kembali masuk ke dalam botol berkat bantuan busa atau benda sejenis, tapi itu tidak lagi bening seperti semula serta jumlahnya sudah pasti menjadi menyusut dari kadar semula.
Mengenang seseorang yang pernah mengisi hidup serta hati kita dengan status sebagai orang terkasih tidak selamanya buruk, terlebih jika kenangan itu terlampau baik. Putusnya hubungan itu juga bisa terjadi karena sesuatu yang sebenarnya baik-baik saja, bukan karena amarah dan dendam. Setidaknya, sudah ada sebuah kejelasan yang terjadi. Kebersamaan yang jelas sudah pernah terikat.
Hubungan yang jelas tapi harus berakhir setidaknya juga lebih baik jika dibandingkan dengan suatu nan sebaliknya. Tanpa kejelasan dan arah yang pasti serta penuh dengan tarik-ulur perasaan bagi seseorang agak menjemukan. Ingin bertahan, tapi butuh kepastian. Jika memilih mundur, nyatanya masih ingin mencoba untuk berjuang. Perlu sesuatu atau seseorang yang bertindak untuk memutus.
Bab 1 Jeje, Jojo, Juju
08/09/2022
Bab 2 Obrolan Bocil
08/09/2022
Bab 3 Telur Manis
08/09/2022
Bab 4 Belanja
08/09/2022
Bab 5 Tentang Si Anak Baru
08/09/2022
Bab 6 Fotokopi yang Tertukar
08/09/2022
Bab 7 El Fans Jejeran Genjang
08/09/2022
Bab 8 Kos Pak Jay
08/09/2022
Bab 9 Foto
08/09/2022
Bab 10 Pindah
08/09/2022
Bab 11 Enam Sembilan
08/09/2022
Bab 12 Tugas Pertama
08/09/2022
Bab 13 Tragedi Minyak
08/09/2022
Bab 14 Penghuni Kos
08/09/2022
Bab 15 First Dinner
08/09/2022
Bab 16 Varo
08/09/2022
Bab 17 Kafe
08/09/2022
Bab 18 El
08/09/2022