Ketika rasa nikmat membuat dua insan terus menerus ketagihan untuk berbuat khilaf. Seperti orang kecanduan. Padahal mereka sama-sama sadar kalau hubungan ini belum tentu berakhir indah. Namun, rasa itu terus membuncah. Hubungan yang orang-orang katakan 'terlarang' ini seolah tidak ada habisnya menciptakan rasa saling menginginkan yang kuat. Menggebu-gebu tanpa peduli kalau kekhilafan ini hanyalah kenikmatan sesaat. Kalau sudah begini ... harus bagaimana lagi?
"Astaga...." Gisca mengembuskan napas frustrasi.
Kesialan macam apa ini? Sudah datang jauh-jauh untuk interview di sebuah perusahaan, Gisca baru mendapat kabar kalau jadwal interview-nya diundur besok.
Oke, ini kelihatannya sepele karena Gisca hanya perlu datang lagi besok, bukan?
Masalahnya adalah ... jarak antara rumah ke tempat interview-nya cukup jauh. Dengan menaiki transportasi umum, Gisca bahkan sengaja berangkat pagi-pagi sekali agar tidak terlambat.
Rasanya Gisca ingin menginap di tempat terdekat saja agar besok tidak mengulang perjalanan yang melelahkan. Buang-buang waktu, energi dan ongkos saja.
Andai Gisca punya uang banyak, wanita berusia 26 tahun itu pasti memilih mencari penginapan yang mahal. Namun, sempat menyandang status pengangguran selama beberapa bulan membuatnya berpikir ratusan kali untuk mencari penginapan sekalipun dengan harga murah.
"Gisca!"
Itu adalah suara Sela, teman Gisca. Sela sebenarnya satu kampung halaman dengan Gisca, tapi sudah lama ia pindah ke kota ini untuk bekerja. Dan Gisca kini mengikuti jejaknya merantau di sini.
Ah ralat, maksudnya Gisca belum sepenuhnya bisa dikatakan merantau karena wanita itu baru akan menyewa tempat tinggal atau ngekos saat benar-benar diterima bekerja.
Gisca yang sedang duduk di sebuah kafe pun menoleh. Ia memang tengah menunggu Sela.
"Maaf ya lama, tadi saat kamu nelepon ... aku lagi ada kerjaan yang nggak bisa ditunda," ucap Sela sambil menarik kursi di hadapan Gisca. "Sekarang pun aku nggak bisa lama karena harus menemui klien," lanjutnya.
"Enggak apa-apa, kok. Justru aku yang seharusnya minta maaf udah ngerepotin kamu, Sel."
"Jadi gimana? Kamu batal interview?" Sela sengaja langsung ke inti pembicaraan. Ia tidak bohong saat mengatakan sedang tidak senggang.
"Ditunda besok, dan aku sempat bimbang haruskah aku pulang dulu lalu besok ke sini lagi?"
"Gila aja. Mending kamu nginep di tempatku," balas Sela.
"Nah itu. Aku juga berpikiran sama. Aku mau numpang di tempatmu sampai besok. Setelah ada kepastian diterima, aku bakalan nyari tempat tinggal sendiri. Kalau nggak diterima, ya aku pulang lagi ke rumah orangtuaku lalu mengulang lagi, nyari kerjaan lain," jelas Gisca. "Boleh, kan, Sel?"
"Boleh banget. Ya semoga aja kamu diterima, Gis."
Gisca tersenyum. "Makasih banget ya, Sel."
"1703. Itu password unit tempat tinggalku." Sela mengatakannya sambil membuka ponselnya. "Detail alamatnya barusan aku udah kirimkan via chat. Seperti yang tadi aku bilang, aku mau ketemu klien jadi nggak bisa anterin kamu. Kamu bisa naik taksi online ke sana."
"Sekali lagi makasih. Aku nggak tahu gimana nasibku kalau nggak ada kamu di sini."
"Ah, andaikan aku lagi nggak banyak kerjaan. Aku pasti minta izin pulang lebih cepat."
"Enggak apa-apa, kok. Aku ngerti kamu punya kerjaan yang nggak bisa ditinggalkan. Justru aku berterima kasih banget kamu udah meluangkan waktu buat nemuin aku. Kalau nggak, aku pasti udah luntang-lantung kayak orang ilang."
Sela tersenyum. "Ya udah aku duluan, ya. Aku harus tiba lebih dulu dari klien-ku. Enggak enak kalau bikin mereka nunggu. Pokoknya anggap aja itu apartemen kamu sendiri. Kamu juga boleh pakai baju-baju punya aku."
"Kamu nggak takut kehilangan barang berharga, kan?" canda Gisca.
Sela malah terkekeh. "Kalau takut, mana mungkin aku mengizinkan kamu singgah ke tempat tinggalku."
Baru saja Gisca hendak merespons, Sela kembali berbicara, "Stop bilang makasih lagi! Kamu kayak ke siapa aja. Enggak perlu sungkan, oke?"
"Iya, iya. Kamu hati-hati, ya. Semoga lancar kerjaannya."
Sela mengangguk lalu berdiri. "Aku mungkin pulang agak malam. Oh ya, jangan sungkan juga kalau mau makan apa pun yang ada di rumahku. Gratis."
"Siiip," jawab Gisca. "Sel, sebelum pergi kamu minum dulu gih." Sebelum Sela datang, Gisca memang sudah memesankan minuman untuk temannya itu.
Sela tentu langsung meneguk minumannya dengan buru-buru. Setelah itu, ia benar-benar pergi meninggalkan Gisca.
Setelah kepergian Sela, Gisca langsung memesan taksi online melalui aplikasi andalannya. Sambil menunggu, ia kembali menyesap minumannya. Sungguh segar, apalagi saat cuaca panas seperti ini.
***
Gisca tiba di apartemen Sela dengan selamat. Wanita itu langsung menuju kamar Sela untuk mengganti pakaiannya. Walau bagaimanapun, pakaian untuk interview-nya besok tidak boleh kusut apalagi kotor.
Untung saja postur tubuh Gisca dengan tubuh Sela hampir sama sehingga baju-baju Sela sangat muat di tubuh Gisca.
Setelah mengganti baju, Gisca hanya ingin tidur sebentar. Urusan makan, nanti saja. Apalagi Gisca merasa belum lapar karena di kafe tadi ia sempat menyantap makanan ringan juga.
Waktu menunjukkan pukul 13.25. Gisca pun kini sudah berbaring di tempat tidur, menarik selimut.
Ah, kasur milik Sela rasanya sangat nyaman. Apa mungkin karena Gisca sudah melewati hari yang melelahkan sehingga dengan mudah matanya langsung terpejam. Tidur nyenyak.
Entah berapa lama Gisca tertidur, saking nyenyaknya mungkin sudah lebih dari satu jam.
Tiba-tiba ada sepasang tangan kekar yang memeluknya dari belakang.
Gisca yang memang berbaring menyamping, tentu saja terkejut. Tunggu ... apa ini hanyalah mimpi? Terlebih belakangan ini Gisca sering mimpi aneh-aneh.
Hanya saja, yang membuatnya heran, sentuhan dan pelukan yang dirasakannya terasa sangat nyata.
Apalagi kini sentuhan itu semakin intens, dan pelan-pelan mengarah ke titik-titik sensitif di tubuh Gisca.
Tentu saja Gisca langsung tersadar sepenuhnya. Ia sontak membuka matanya saat sentuhan lidah seseorang ke lehernya semakin menjadi-jadi.
Fix, ini bukan mimpi!
Gisca langsung terperanjat. Ia terkejut bukan main saat seorang pria dengan tanpa pakaian atas alias topless, menatapnya tajam.
"Ka-kamu siapa?" tanya Gisca antara takut dan gugup.
Bab 1 Sentuhan dari Sepasang Tangan Kekar
16/07/2023
Bab 2 Jebakan Permulaan
16/07/2023
Bab 3 Mau Ngamar Dulu
16/07/2023
Bab 4 Foto Vulgar
16/07/2023
Bab 5 Liciknya Saga
16/07/2023
Bab 6 Pertemuan Tak Terduga
16/07/2023
Bab 7 Tempat yang Aman
16/07/2023
Bab 8 Kenapa Kamu Menghindariku Sayang
16/07/2023
Bab 9 Farra
16/07/2023
Bab 10 Gadis Susah diatur
16/07/2023
Bab 11 Neraka Berkedok Rumah
17/07/2023
Bab 12 Mari Berteman
17/07/2023
Bab 13 Bapak Mau Bawa Saya ke Mana
18/07/2023
Bab 14 Tanggal Terbaik
18/07/2023
Bab 15 Merasa Beruntung Berteman dengan Barra
18/07/2023
Bab 16 Aku Lagi Maksa Sekarang
18/07/2023
Bab 17 Awal Kisah yang Tak Seharusnya dimulai
18/07/2023
Bab 18 Tidur Berdua
19/07/2023
Bab 19 Mencurigakan
19/07/2023
Bab 20 Kamu ini....
19/07/2023
Bab 21 Mendadak jadi Begini
19/07/2023
Bab 22 Lebih Mendebarkan
19/07/2023
Bab 23 Hasrat yang Semakin Menggebu
20/07/2023
Bab 24 Setelah Ciuman Khilaf
20/07/2023
Bab 25 Barra Mahawira
20/07/2023
Bab 26 Makin Membuncah
20/07/2023
Bab 27 Nafsu yang Semakin Membutakan
20/07/2023
Bab 28 Gairah yang Telanjur Timbul
20/07/2023
Bab 29 Khilaf yang Semakin Jauh
20/07/2023
Bab 30 Sensasi dari Sentuhan Memabukkan
20/07/2023
Bab 31 Bujuk Rayu
20/07/2023
Bab 32 Sepupu
21/07/2023
Bab 33 Kesempatan untuk Khilaf
21/07/2023
Bab 34 Pasrah
21/07/2023
Bab 35 Selingkuhan
21/07/2023
Bab 36 Inilah Waktunya
23/07/2023
Bab 37 Ketahuan
23/07/2023
Bab 38 Ketahuan 2
23/07/2023
Bab 39 Malam ini Juga
23/07/2023
Bab 40 Kartu Mati
23/07/2023
Buku lain oleh Aggiacossito
Selebihnya