"Maksud Bapak apa? Tolong, hargai saya sebagai wanita!" "Sayangnya, aku tidak bisa. Kau terlalu menarik untuk diabaikan. Ingat tugasmu jika kau mau semua ini cepat selesai!" "Ba-baiklah, Pak." Sesa yang terikat perjanjian konyol hanya karena masalah sepele tidak bisa berbuat apa-apa. Joseph yang berkuasa tidak bisa dibantah dengan cara apapun. Bahkan, karena keegoisan Joseph, gadis itu harus siap untuk menikah dalam keterpaksaan. Lantas, apa yang bisa Sesa lakukan untuk menghindar dari pria itu? Akankah dia bisa bertahan hingga masa yang sudah ditentukan? Atau... memutuskan untuk pergi?
"Dimana pemilik toko ini?"
"Kalau punya karyawan yang tidak becus seharusnya dipecat!" Sesa terkejut saat seseorang berteriak memasuki toko waralaba tempatnya bekerja paruh waktu.
Apa maksud perkataan orang itu ... Sesa bingung kenapa tiba-tiba ada konsumen yang komplain seperti ini.
"Maaf, Pak. Pemilik toko sedang tidak di sini saat ini," jawab Sesa gugup. "Maaf jika saya ada salah dalam melayani Anda, Pak."
Semua orang yang sedang belanja berkumpul melihat bagaimana pria itu mengomel tak jelas pada Sesa. Sementara gadis itu hanya bisa menunduk, tak berani mengangkat kepala untuk melihat siapa yang sedang memarahinya saat ini. Bahkan pria itu mengancam akan menyuruh pemilik toko ini untuk memecat Sesa. Padahal hanya masalah sepele... Sesa salah memberikan kopi.
"Memberikan pesanan saja masih salah. Astaga, bagaimana bisa kamu diterima bekerja?"
"Sekali lagi maafkan saya, Pak. Karena kekeliruan saya, Bapak tidak jadi menikmati kopinya dengan bahagia. Maaf sudah merusak hari Anda," ujar Sesa lagi dibarengi tubuh yang sedikit membungkuk tanda hormat.
Sialnya, yang komplain adalah Tuannya langsung. Setiap hari biasanya yang belanja hanya suruhannya saja. Dari suaranya saja Sesa tidak berani untuk melihat wajah pria itu. Terdengar sangat berat dan tegas. Pasti orangnya sangat menyeramkan, pikir Sesa.
"Ada apa ini?"
"Aku anak pemilik toko ini. Ada masalah apa kalian ribut-ribut?" Seorang wanita datang dan bertanya dengan angkuh.
Lovita. Anak semata wayang pemilik toko waralaba ini. Wanita berambut pirang sebahu. Bagi Sesa wanita itu sangat anggun. Namun, dibalik kecantikannya hanya ada keangkuhan dan keegoisan. Tidak seperti orang tuanya... mereka sangat baik dan dermawan. Akan tetapi, jika sudah bersangkutan dengan keinginan Lova -panggilan mereka untuk Lovita-, semua akan kalah.
Saat melihat pria yang komplain pada pelayannya, Lova seketika terdiam dan memperbaiki rambut sebahunya itu.
"Ada yang bisa aku bantu? Kau bisa mengatakannya padaku." Sesa benar-benar terkejut saat nada suara Lova berubah 360 derajat. Yang awalnya terdengar angkuh seperti biasa, tiba-tiba menjadi lembut dan sangat sopan. Seperti apakah rupa pria itu hingga membuat wanita terangkuh yang pernah Sesa temui, menjadi lembut seperti sutra? Pertanyaan itu terus saja berkeliling di kepala wanita sederhana ini.
"Tidak penting, lupakan saja!" Pria itu hanya menjawab acuh dan berlalu begitu saja. Seakan-akan masalahnya dengan Sesa sudah selesai.
Melihat kepergian pria itu, Lova menggigit jari lentiknya, menyayangkan kepergian pria yang sudah membuat tokonya mengalami sedikit keributan.
"Kalian kumpul melihat apa? Bubar!" Sikap Nona muda itu kembali seperti biasa, angkuh tak memandang siapapun orang yang dihadapinya.
"Heh, lain kali kalau kau kerja hati-hati. Andai besok pria itu kembali, cepat panggil aku, mengerti?" Sesa hanya mengangguk kaku.
Di seberang jalan, seorang pria baya hanya terkekeh melihat tingkah konyol bos mudanya.
"Pintar sekali mencari masalah," gumamnya dari dalam mobil disertai tawa ringan.
Terlihat bahwa bosnya sedang berjalan menuju mobil dengan senyum mengembang di wajah yang biasanya terpahat kaku seperti patung itu.
***
"Kata Lova, kemarin ada masalah di toko," tanya Anton. Sesa hanya bisa mengangguk dan merasa bersalah saat bosnya bertanya.
"Maafkan saya, bos. Masalah itu karena kekeliruan saya memberikan pelanggan kopi yang salah."
Noni, bos perempuan Sesa datang dan merangkul gadis yang menjadi pegawainya itu. "Jangan dipikirkan. Orang itu tak punya kerjaan. Masalah sepele malah dibesar-besarkan."
"Jangan merasa bersalah. Dan jangan panggil kami bos. Kamu sudah kami anggap sebagai anak sendiri. Paham?" Noni selalu menegaskan hal itu pada Sesa.
Sedikit kebahagiaan bagi Sesa mendapat kehangatan dari bosnya sendiri. Berkali-kali Anton dan istrinya mengajak Sesa untuk ikut tinggal di rumah mereka. Akan tetapi, Sesa selalu menolak. Mengingat bagaimana sikap Lova padanya. Tentu saja gadis itu akan menolaknya walaupun hanya sebagai pembantu.
Lova sangat benci pada Sesa. Pada tahun pertama Sesa bekerja, sikap Lova tidak separah saat ini. Hal itu berubah ketika Lova mengajak seorang pria datang ke toko orang tuanya. Hingga Lova memergoki pria yang disukainya itu berusaha menggoda Sesa.
"Apa-apaan ini?"teriak Lova dari kejauhan. Pria itu bersikukuh membela diri dan berkata hanya ingin menyapa pegawai di toko milik orang tua Lova.
"Jangan banyak akal, Sam," desak Lova pada pria yang ternyata bernama Sam itu.
Merasa tertekan karena Omelan pedas Lova, Sam akhirnya muak dan berkata, "Ya. Aku menggodanya. Karena dia lebih cantik dan manis dari dirimu!"
Sejak kejadian itu, Lova sangat membenci Sesa karena tak terima dibandingkan dengan gadis itu.
Sesa menggeleng, berusaha menghapus ingatan memuakkan itu. Dia tak peduli, tapi hal itu membuat Lova bersikap sangat tidak baik padanya.
Sesa tersentak saat seorang pelanggan menegurnya. Pria baya itu... ya, pasti akan memesan kopi lagi.
"Ada yang bisa saya bantu?"
"Seperti biasa, satu kopi ekspresi, Nona."
"Baiklah, akan saya siapkan."
Dengan sedikit gugup Sesa menyiapkan pesanan. Hatinya was-was karena terus saja mengingat kejadian kemarin. Bagaimana jika salah lagi? Huh... Sesa berusaha bernapas dengan tenang dan menyiapkan pesanan dengan sebaik mungkin.
Gadis itu mengantarkan pesanan dengan langkah yang sedikit cepat. Ia terburu-buru karena pekerjaan hari ini cukup banyak. Ada banyak barang yang harus dirapikan dan diperiksa tanggal kedaluwarsanya.
"Kau lagi!" pekik seorang pria saat Sesa menabraknya.
Tubuh gadis itu ambruk dan membuat kopi panas yang tadi dia bawa tumpah dan membasahi kemeja pria yang ditabraknya. Refleks Sesa segera mengelap kemeja pria itu walaupun lututnya juga terasa sangat sakit.
"Maafkan saya."
"Saya akan mengganti kemeja Anda dengan yang baru," ujar gadis itu. Tangisnya tak bisa ditahan lagi. Kesalahan pada orang yang sama selama dua hari berturut-turut. Baginya itu sangat fatal.
Pria dingin itu menepis tangan Sesa yang masih mengelap kemejanya yang kotor. "Gajimu satu tahun di sini saja tidak akan bisa mengganti kemeja mahalku. Tapi aku tidak mau rugi, kau harus ganti semuanya!" Setiap kata dalam kalimat yang dia ucapkan begitu tegas dan menusuk hati Sesa. Bernapas pun rasanya sangat sulit bagi gadis malang itu.
"Cari bosnya. Aku mau bicara," suruh pria dingin itu diangguki oleh pria yang biasa membelikannya kopi. Sepertinya dia adalah asisten pribadi.
Tubuh Sesa gemetaran tak terkendali. Isak tangisnya semakin menjadi. Pasti orang itu akan menyuruh bos untuk memecatnya. Jika itu terjadi, darimana dia akan mencari biaya tambahan untuk membayar uang semester yang harus dibayar bulan depan?
"Sesa..." Noni memanggilnya dengan nada suara yang terdengar amat sedih.
Gadis itu mengangkat wajahnya. Tatapan sedih Noni membuat mata sembabnya mengeluarkan cairan lagi. Bos baiknya langsung memeluk gadis itu sangat erat. Terasa sangat hangat dan nyaman bagi Sesa.
"Saya dipecat, kan? Baiklah, bos," gumam Sesa tak bertenaga.
"Tidak. Kami tidak memecatmu, Sesa," hibur Noni. "Hanya saja... pria itu mau kamu tanggung jawab."
"Saya pasti tanggung jawab, bos. Tapi dengan cara apa?" Lagi-lagi Sesa terisak. "Bos dengar sendiri, dia bilang gaji saya setahun pun tidak akan cukup untuk mengganti kemejanya yang kotor itu."
Noni berusaha menenangkan Sesa yang masih terisak dengan bahu yang semakin bergetar hebat. Gadis itu benar-benar bingung akan ganti rugi dengan cara bagaimana. Pria kaya itu tentu saja tidak mau melepaskannya begitu saja.
"Jangan banyak drama. Ikut denganku!" Lengan Sesa diseret paksa oleh tangan dingin dan kekar milik pria itu.
Sepatah kata pun gadis itu tidak berani bicara. Jantungnya masih berdegup cukup kencang karena terkejut akibat ditarik secara tiba-tiba.
Entah ke mana dia akan dibawa, Sesa masih tidak berani untuk mengangkat kepala dan melihat sekitar. Yang bisa dia lihat saat ini hanya bagian bawah mobil yang sangat bersih dan sepasang kaki di sebelahnya.
"Langsung ke kantor, Tuan?" tanya pria yang biasa membeli kopi.
"Iya. Berhenti sebentar di minimarket. Ada yang harus aku beli."
"Baik, Tuan."
Sampai detik ini, Sesa tidak tahu bagaimana tampang pria yang duduk dengan sangat tenang di sebelahnya ini. Tangannya mengepal kuat dan berkeringat dingin. Bisa bernapas dengan benar saja sudah cukup bagus untuk Sesa.
"Santai saja... dia tidak akan memangsamu," celetuk pak sopir saat pria itu pergi ke minimarket.
"Kau akan lebih terkejut saat melihat bagaimana dia bermain nantinya."
Kalimat terakhir pria baya itu membuat Sesa bingung dan berpikir. Apa maksud dari kata bermain yang dia katakan?
Buku lain oleh Everlast
Selebihnya