Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
291
Penayangan
26
Bab

Menerima cacian sejak masih kecil hingga tumbuh dewasa. Edgar merasakan kutukan itu akibat keserakahan kedua orang tuanya. Ia yang berdarah half membuat banyak orang membencinya. Beruntung ada seorang gadis yang mau menerima segala keadaannya, dia Selena. Gadis periang si pencari kayu bakar. Tinggal bersama Selena rupanya membuat hati dingin Edgar perlahan mencair. Ketika dirinya hendak membuka hati untuk pertama kalinya. Takdir justru melarang hal tersebut atas nama kutukan. Edgar ditakdirkan menjadi pemimpin dunia immortal sebagai penguasa klan demon dan sama seperti raja-raja sebelumnya, Edgar tak boleh memiliki seorang pendamping terutama ratu. Akankah mereka bersatu?

Bab 1 Prologue

Prolog

_★_

"Apa kalian pernah mendengar tentang gerhana bulan berdarah?" Si sulung berjalan menghampiri. "Bulan berdarah?" beonya penuh tanda tanya, ia tak pernah dengar sebelumnya.

Wanita baya itu mengangguk semangat. "Ini cerita legenda dari dunia immortal. Dahulu kala gerhana bulan darah pernah-" Ucapannya terhenti. Wanita itu melirik si bungsu, lalu tersenyum kecil. Kemudian dia berkata, "Apa kau tidak penasaran?"

Memandang wajah ibunya lekat-lekat, anak laki-laki itu dilanda rasa bingung. Dia sedang sangat ingin bermain dengan mainannya, tetapi cerita yang di dongeng kan ibunya terdengar menarik.

Akhirnya setelah menimang-nimang penuh perhitungan, ia memutuskan merangkak mendekat dan duduk di dekat kaki ibundanya. Bersiap mendengarkan cerita legenda yang mengisi hari-hari mereka.

Wanita itu tersenyum puas melihat kedua anaknya sudah menunggu dirinya mendongeng, di bawah pohon rindang. "Pada dahulu kala ..."

.

.

Kelahirannya membuat raja dan ratu senang. Kehadirannya disambut hangat oleh para rakyat. Sehingga pesta besar-besaran diadakan untuk menyambut kedatangannya di dunia.

Justin tersenyum simpul, ketika melihat sosok putra yang sangat ia idam-idamkan sejak dahulu. Melirik ke sang istri, dia buka suara setelah lama menangis haru. "Dia sangat tampan, bukan?"

Ratu Estelyn mengangguk antusias disertai senyuman manis. Semakin mendekap tubuh sang buah hati di dalam pelukannya. "Berikan dia nama, Raja ku."

Raja menolehkan kepala ke luar jendela. Sedang ada bulan merah di langit malam.

"Asedouse ... Edgar?" ujar sang raja kebingungan. Ia menatap Estelyn untuk meminta pendapat. "Aku suka nama itu," puji Ratu tulus. Justin tersenyum senang.

"Baiklah, ayo kita bawa Pangeran Edgar ke bawah untuk pesta besar!" ajak Justin semangat.

Salah satu lengan menggendong sang putra, lengan lainnya menggandeng tangan istri tercinta. Mereka bertiga pergi menuju aula kerajaan yang begitu luas dan megah. Di sana banyak pernak-pernik indah menghias segala sudut.

Berhenti pada podium di tengah ruangan, Justin berdiri gagah di hadapan seluruh rakyatnya.

"Wahai rakyat tercintaku!" Justin berhasil menarik seluruh atensi dalam sekali bicara. Walaupun suaranya tidak teriak-teriak, namun telinga para kaum vampir mampu mendengar nada bijaksana sang raja yang kini tengah berbahagia.

"Hari ini, tepat pada gerhana bulan darah, anak ku lahir dengan selamat." Tepukan tangan riuh menyambut ucapannya. Mengangkat salah satu tangan, kerumunan bangsa vampir itu kembali senyap.

"Di hari bahagia ini, aku akan mengumumkan bahwa putra ku, Edgar Asedouse dinobatkan sebagai pangeran dari bangsa vampir!"

Sorak sorai gembira bersahut-sahutan, bersamaan itu juga, suara tepukan tangan kembali menggema mengisi aula besar di salah satu ruangan kerajaan.

Justin tersenyum puas. "Kemarilah, Estelyn," perintahnya pada sang ratu.

Menaiki satu undakan tangga, Estelyn berjalan menghampiri rajanya yang menatap bangga pada sosok dalam dekapannya.

"Ku perkenalkan kalia-"

Bruk!

Ucapan Justin terpotong oleh suara gaduh dari arah luar kastel. Tak lama berselang, ada Zeppa yang datang menghampiri untuk melaporkan kekacauan di luar sana.

Mendengar informasi dari tangan kanannya, Justin menatap murka pada pintu utama yang kini sudah terbuka lebar, menampakkan sosok besar dengan sayap hitam legam.

"Lama tidak berjumpa," sapanya hangat.

Suara dari sosok itu membuat para kaum vampir merinding ketakutan. Tapi tidak dengan Justin, dia melindungi sang istri dan anaknya di balik punggung.

Sosok itu tertawa renyah melihat gerakan spontan dari Justin. "Kau takut? Aku hanya ingin bercengkrama dengan teman lama, tidak lebih ...," ujarnya bermaksud mengejek.

"Pergilah!" usir Justin tanpa sadar menggeram. "Amankan seluruh rakyatku," bisik Justin pada Zeppa. "Baik, Tuan!" balas laki-laki itu patuh.

Makhluk itu membelah kerumunan untuk terbang mendekat. "Tidak perlu repot-repot, aku hanya ingin melihat putra mu," ujarnya santai.

Mata Justin berubah menjadi merah gelap, bersamaan dengan itu, gigi-giginya memunculkan taring tajam nan runcing, begitu juga kukunya yang mendadak memanjang disertai timbulnya urat-urat biru di seluruh permukaan kulit.

"Jangan ganggu kami!" erangnya penuh kemarahan.

Sementara, Zeppa sibuk mengamankan seluruh bangsa vampir yang hadir. Justin mencoba mengalihkan perhatian makhluk itu. "Pergilah!" usir raja vampir itu kesal.

"Anak itu ... kita sudah sepakat hari itu," selanya cepat. Justin menggeleng kuat, lalu tanpa aba-aba menyerang makhluk yang tiga kali lebih besar darinya menggunakan semua kekuatan miliknya.

Namun sekuat apapun Justin berusaha, sosok di hadapannya itu jauh lebih besar, jauh lebih kuat, dan jauh lebih berkuasa.

Mengatur nafas setelah gagal menyerang untuk kesekian kalinya, Justin menatap sang istri untuk lari menjauh.

Mengerti tatapan dari suaminya, Estelyn bergegas beranjak pergi sebelum ketahuan. Tetapi sangat disayangkan, makhluk itu berhasil mencekik Estelyn dan membawanya ke hadapannya.

"Mau dibawa kemana putra kalian?" tanyanya terkekeh-kekeh.

Justin kembali menggeram marah. Baru hendak bangkit dan melayangkan sebuah serangan, tubuhnya terlebih dahulu dihempas dalam sekali ayunan jari hingga tak sanggup berdiri lagi.

"T-tolo-ng jang-an am-bil put-putra ku ...," mohon Estelyn berlinang air mata.

Makhluk tersebut tersenyum licik. "Berikan kami seorang putra, sebagai gantinya kami akan mengorbankan jiwa kami. Bukankah kalian berjanji seperti itu padaku?"

"Kami tidak pernah berjanji, Sialan!" maki Justin berteriak. Makhluk itu melirik malas pada sosok Justin yang terkapar tak berdaya di pojok aula.

Estelyn menggeleng keras. "Ti-dak! Jangan! Ku-moh-on, aku ma-sih ingin me-lihat pu-tra ku tum-buh!" pintanya terbata-bata karena kesulitan bernafas.

Dia tertawa menggelegar. Menatap sosok jelita ratu vampir membuatnya berpikir banyak rencana jahat untuk membalas dendam. "Bukankah kalian terlalu serakah teman-teman? Janji adalah janji."

"TIDAKK!!"

Bergerak cepat dengan langkah tertatih, Justin berusaha menghampiri istrinya yang semakin lemah karena tercekik.

Tubuh Edgar bahkan sudah terlepas dalam pelukannya. Beruntung saat itu Zeppa berhasil bergerak cepat, menangkap dan membawa Edgar pergi menjauh tetapi belum selesai sampai di situ.

"HENTIKAN ITU JAMES!!" teriak Justin marah.

Suara lolongan warewolf terlebih dahulu mengejutkan semua makhluk dalam kerajaan. Termasuk Zeppa.

"Estelyn!" pekik Justin terkejut.

Makhluk itu tertawa keras, sosok Justin bersimpuh tepat di hadapannya, sementara tubuh Estelyn berhasil lunglai dengan bekas cekikan di lehernya.

Menatap murka pada tubuh mungil Justin, sayapnya melebar dan membentang luas untuk terbang menyusul sosok Edgar yang perlahan menjauh dibawa pergi oleh Zeppa.

"Berhenti, Bocah!" teriak James kuat. Kepakan sayapnya berhenti saat sosok Zeppa berhasil dia bekukan dengan hentakan jari telunjuk.

"Lepaskan dia James!" Justin berteriak dari arah belakang. Sosoknya sudah tak lagi berwujud manusia, melainkan kelelawar besar berwarna hitam gelap.

Membalikkan badan untuk mencari sumber suara. James tertawa rendah. Sayapnya perlahan menutup ketika kepakannya berhasil membawa dia berpijak pada tanah.

"Kumohon lepaskan dia!" Bersamaan dengan suara lemahnya, Justin berubah wujud menjadi manusia lagi.

"Kau melanggar janji itu, Justin." Terisak, Justin mengangguk lemah dan meminta maaf. "Tapi, kumohon jangan bawa dia."

Mendengar nada memelas dari kawan lamanya, hati James sedikit tersinggung. Matanya memancarkan kilat amarah besar pada sosok lemah di hadapannya.

"Kau terlebih dahulu mengkhianati ku, maka kau juga harus merasakan kepahitan kehilangan."

"Aqua, Terra, Aer et Ignis. Ante te iuro exsecrari filium huius lamiae regis, fieri monstrum, qui perstat mihi atri sanguinis!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku